Jumat, 05 Februari 2016

Percintaan Sedarah
Epesode 11
-------------------
By. Aby Anggara
=======================

*-*-*

"Ayo Kak langsung masuk saja" ajak Alfin. Alfan yang baru saja sampai di teras rumah langsung mengikuti langkah Alfin dan Andre. Mereka langsung menuju meja makan, di sana masih terlihat Maryam membawa makanan ke meja makan.

"Eh Nak Andre dan Nak Alfan sudah datang ya? Silahkan duduk!" ujar Maryam ramah. Andre tersenyum lalu ia menduduki salah satu kursi yang telah di sediakan, di ikuti oleh Alfan yang duduk di depanya. Wajah Alfan terlihat di tekuk seolah menampakan jika ia tak suka dengan kehadiran Andre, namun Andre berusaha bersikap biasa saja walau sebenarnya ia juga tak suka dengan kedatangan Alfan malam ini.

"Ka Al kenapa?" tanya Alfin yang duduk di sebelahnya.

"Nggak papa kok"

"Wah ternyata semua temenya Alfin malam ini terlihat cakep ya" Puji Maryam pada Alfan dan Andre. Seketika Andre tersipu.

"Ah Ibu bisa saja" jawab Andre datar. Sementara Alfan mencuri-curi pandang pada Maryam, lagi-lagi ia merasakan kedamaian di tatapanya, jiwa ke Ibuan yang sangat kental membuat hati Alfan semakin merasakan getaran yang ia sendiri tak bisa mengartikanya.

"Alfin juga cakep kan Buk?" ujar Alfin yang ikut memuji dirinya sendiri. Seketika semua mata tertuju pada Alfin, terlebih Alfan yang tiba-tiba terkekeh dan menutup mulutnya dengan satu tangan menahan tawanya.

"Is Ka Al kenapa?"

"Lagian kamunya aneh, ya cakep lah masa iya cantik. Memangnya kamu mau di bilang cantik?" Alfin menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Haha ada-ada saja, iya anak Ibu cakep kok" ujar Maryam, Alfin tersenyum bangga. "Oya sebenernya Ibu mengundang kalian keseni ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada Nak Alfan dan juga Nak Andre yang sudah membantu pembiayaan Ibu di rumah sakit kemarin"

"Sebenernya Andre gak ikut awww...-" ujar Andre yang tiba-tiba meringis menahan sakit, karna Alfin menginjak kakinya.

"Kenapa Nak Andre?" tanya Maryam.

"Nggak papa kok Buk, ini kaki Andre tiba-tiba keseloe" ujar Andre beralasan.

"Aduh ada-ada saja"

"Alfan seneng Buk, karna Ibu sekarang sudah sehat dan kembali dengan rutinitasnya"

"Iya sekali lagi Ibuk mengucapkan terima kasih banyak, semoga Allah membalas kebaikan kalian. Yasudah yuk sekarang kita makan, nanti keburu dingin dan gak enak lagi" sang Nenek kemudian ikut tersenyum bahagia, tak ada kata-kata yang bisa ia ucapkan.

Makan malam bersama segera di mulai, mereka terlihat sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, namun berbeda dengan Alfin, ia masih terlihat diam bersandar penuh di kursi tempat duduknya.

"Kamu gak makan, Fin?" ujar Alfan perhatian. Wajah Alfin terlihat pucat dan tak bersemangat.

"Makan Kak, tapi ambilin ya!" ujarnya manja. Alfan menggelen heran, namun ia tanpa protes mengambil sebuah piring yang berada di depan Alfin dan mengisinya dengan nasi. "Kak jangan banyak-banyak dong aku lagi gak nafsu makan" ujar Alfin. Alfan kemudian mengurangi kembali dan tak lupa mengisinya dengan sayur sup kesukaan Alfin. Andre melirik kearah Alfan, perlakuan Alfin yang manja membuat Andre merasa cemburu.

Saat ini suasana terdengar hening, mereka semua menikmati makan malam walau hanya dengan menu yang sederhana. Namun tidak pada Alfin, ia hanya memasukan beberapa suap nasi kemulutnya lalu ia kembali menyandarkan tubuh pada kursinya.

"Kenapa gak di habisin, Fin?" tanya Alfan.

Alfin menggelangkan kepalnya. "Alfin gak pengen makan, Kak"

"Makan yah, nanti kamu sakit!" rintih Alfan perhatian, namun Alfin kembali menggelengkan kepalanya.

Suasana makan malam kali ini berjalan dengan lancar, setelah selesai Andre langsung berpamitan untuk pulang. Namun Alfan masih berada di rumah Alfin, ia duduk di depan teras rumah Alfin sembari melihat kerlipan bintang malam. Alfin yang duduk di sebelahnya menyandarkan kepala pada Alfan. Suasana terdengar hening, keduanya masih terdian menikmani sajian malam di temani dengan angin yang sesekali menerpa tubuh mereka.

"Kak?" suara Alfin tiba-tiba memecahkan keheningan malam itu, Alfan hanya berdehem tanpa mengalihkan pandangnya pada salah satu bintang yang ia amati sejak tadi. "Coba kalo Kakaknya Alfin sekarang ada di sini, pasti setiap malam Alfin merasa senang seperti ini, karna tak pernah merasa kesepian lagi"

Ucapan Alfin tiba-tiba membuat Alfan mengalihkan pandangnya, ia masih mencerna kalimat yang baru saja di ucapkan oleh Alfin. "Maksud kamu apa, Fin?" tanya Alfan yang memang tak mengetahui arah pembicaraan Alfin. Alfin membenarkan tubuhnya, kali ini ia duduk mandiri di sebelah Alfan.

"Ibuk pernah bilang, kalo Alfin itu mempunyai saudara laki-laki Kak, dia Kakaknya Alfin. Bahkan namanya juga sama seperti Kakak, tapi aku lupa kepanjanganya apa"

"Sabar ya Fin, Kakak do'ain semoga cepat kembali"

"Amin..." Alfin kembali menyandarkan kepalanya di bahu Alfan. Malam ini ia benar-benar merasakan kenyamanan saat berdua dengan kekasihnya.

*-*-*

Saat pulang sekolah Alfan dan Alfin seperti biasa sama-sama, namun sepertinya cuaca siang ini sedikit tak bersahabat. Mentari sedikit meredup saat awan hitam mulai menyelimutinya.

"Ayo Fin cepat naik, nanti keburu hujan!" tanpa menunggu perintah dua kali, Alfin langsung melompat dibelakang Alfan. Mereka melaju dengan kecepatan tinggi, sementara suasana jalanan semakin gelap disertai angin kencang hingga membuat Alfin merasa kedinginan. Ia dengan sangat erat memeluk tubuh Alfan.

Gerimis sudah mulai berjatuhan, membuat Alfin menyandarkan kepalanya di punggung Alfan. Alfan sepertinya tak menggubris gerimis yang semakin membesar, ia tetap melajukan sepeda motornya agar cepat sampai di rumah Alfin. Tak lama hujan lebatpun turun, membuat Alfan mengurangi kecepatanya dan berhenti saat mendapati sebuah kios yang sedang tutup. Mereka segera berteduh di depan kios itu.

"Baju kamu sudah mulai sedikit basah, Fin" Alfan memeriksa semua baju Alfin, ia kemudian melepas swaiternya dan memberikan pada Alfin. "Pakai ini biar gak dingin!" Alfin yang memang merasa menggigil tak menolak perintah Alfan, ia segera memakainya.

Sudah hampir satu jam mereka berdiri di depan kios itu, membuat Alfin semakin tak betah menunggu lebih lama lagi.

"Kak kita lanjut saja yuk, Alfin males lama-lama disini"

"Tapi ini hujanya masih lebat Fin, nanti kamu malah semakin parah sakitnya"

"Gak papalah Kak, Alfin udah capek dan pengen berbaring di rumah"

Sudah tiga hari tubuh Alfin masih saja terasa panas, batuk-batuk dan juga terlihat tak bersemangat, Alfan semakin takut membuat Alfin semakin parah jika ia melanjutkan perjalanan tanpa menunggu hujan reda.

"Kak ayolah pulang sekarang please"

"Tapi janji ya, nanti kalo hujanya sudah reda kamu mau berobat ke Dokter?"

Lagi-lagi Alfin menggeleng cepat, ia sangat takut jika tubuhnya tersentuh oleh jarum suntik. "Gak mau lah Alfin takut dengan jarum Kak"

"Ysudah kalo gak mau gak usah pulang sekarang, dari pada nanti kamu tambah parah"

"Is Kakak nyebelin banget sih, iya deh" ujar Alfin yang akhirnya menyerah, karna sejak kemarin ia enggan jika disuruh berobat.

Alfan kemudian membuka tas sekolahnya dan mengambil sebuah plastik hitam yang cukup besar, ia memasukan tas sekolahnya lalu di ikuti tas sekolah Alfin agar tak basah akibat terkena guyuran hujan yang masih sangat lebat. Setelah semuanya siap, ia segera memakai helmnya lalu kembali melanjutkan perjalananya di bawah derasnya guyuran hujan.

Saat sampai di rumah Alfin, ia kembali berteduh karna tak sanggup jika melewati derasnya hujan yang masih sangat lebat.

"Ayo Kak masuk dulu!" ajak Alfin, Alfan kemudian mengekor di belakang Alfin menuju kamarnya.

"Ya ampun kok hujan-hujanan Nak Alfan?" tanya Ibunya Alfin ramah.

"Iya ni Buk"

"Yasudah ganti baju dulu sanah, nanti masuk angin!"

"Iya, Buk"

Alfan kemudian melanjutkan perjalananya menuju kamar Alfin, selama kenal dengan Alfin, baru kali ini Alfan masuk kedalam kamar itu. Tatapan mata Alfan langsung tertuju pada tempat tidur Alfin, walau hanya beralas kasur lantai yang sangat tipis, namun semua bantal dan selimut tertata dengan sangat rapi.

"Nih Kak, handuknya" ujar Alfin. Alfin kembali mendekati almarinya mencari baju untuk Alfan. Alfin sempat kebingungan saat mencari baju, karna tubuh Alfan jelas lebih besar dari tubuhnya. Namun ia tersenyum saat mendapatkan sedikit solusi, ia mengambil baju kaos warna merah yang biasa di pakai olehnya sedikit kebesaran.

"Pakai baju ini ya, Kak" Alfin memberikan baju serta celana pada Alfan, setelah itu Alfin pun berganti pakaian lalu tubuhnya terkulai tak berdaya di atas ranjangnya. Alfan yang baru saja selesai mengganti pakaianya segera mendekati Alfin yang terbaring di ranjangnya, ia meraih selimut lalu menyelimuti tubuh Alfin.

"Sabar ya Fin, nanti kita berobat ke Dokter" Alfin hanya mengangguk lemah.

Alfan keluar dari kamar Alfin membawa seragam sekolahnya dan juga seragam sekolah Alfin menuju dapur, ia menaruh seragam sekolah Alfin yang basah di kamar mandi, kemudian ia kembali menuju dapur dengan tangan yang masih memegangi seragam sekolah miliknya. Ia bertemu dengan Ibunya Alfin yang sedang menyiapkan makan siang.

"Maaf Buk, boleh minta plsti untuk membawa seragam sekolah saya yang basah?"

"Ya ampun Nak Alfan, seragam sekolah basah gak usah di bawa pulang, taruh di kamar mandi saja nanti Ibu yang nyuciin"

"Tapi Buk-"

"Sudah gak papa kok taruh saja!" dengan punuh rasa tak enak hati Alfan tak mempu lagi menolak perintah Maryam, ia kembali berjalan pelan menuju kamar mandi yang hanya bersebelahan dengan dapur itu.

"Sekalian bawa ini ya Nak!" ujar Maryam menyerahkan sebuah nampan kecil yang berisi dua gelas teh panas. Alfan menerimanya, lalu ia kembali menuju kamar Alfin. Alfan tersenyum saat baru saja tiba di kamar Alfin, kemudian ia meletakan nampan itu di meja belajar Alfin.

"Minum dulu ya Fin, biar hangat" Alfan meraih satu gelas, namun Alfin menggeleng.

"Aku gak mau minum, Kak" ujarnya.

"Kamu mau makan?" tanya Alfan sembari menatap wajah Alfin. Namun lagi-lagi Alfin menggeleng. Alfan kemudiam meletakan punggung tanganya pada kening Alfin, panas nya semakin tinggi. "Tubuh kamu makin panas Fin" Alfan semakin khawatir dengan keadaan Alfin, ia segeram menatap keluar melalui jendela kamar itu, namun hujan masih belum juga reda.

"Sabar ya Fin, nanti setelah hujanya reda kita berobat ke Dokter" Alfin masih terkulai lemah, wajahnya terlihat pucat. Tak lama hujanpun reda, Alfan segera menuju dapur menemui Ibunya Alfin.

"Buk saya mau anterin Alfin berobat dulu ya, kebetulan hujanya udah reda"

"Loh gak makan dulu apa? Ini udah hampir selesai kok"

"Nanti saja Buk, sepulang dari berobat"

Alfan lalu kembali kekamar Alfin, besiap-siap untuk berangkat kerumah sakit. Sesampainya di sana, Alfin segera di periksa oleh Dokter, sedangkan Alfan menunggu di ruang tunggu. Tak lama Alfan di panggil oleh Alfin karna pemeriksaan tlah usai, Alfan pun segera memasuki ruangan Dokter dan duduk di sebelah Alfin.

"Kalo boleh tau Alfin sakit apa, Dok? Beberapa hari ini badanya sangat panas, suka batuk-batuk dan juga tenggorokanya juga sakit katanya"

"Begini.. Untuk sementara hanya deman biasa, tapi untuk lebih pastinya kita liat besok hasil tes laboratorium. Dan nanti saya berikan resep untuk meredakan turun panas dan sakit tenggorokanya"

"Baik Dok"

Kemudian Dokter segera membuatkan resep dan memberikan pada Alfan. Setelah semuanya selesai, keduanya kini meninggalkan ruangan Dokter itu dan menebus obat di Apotik yang berada di seberang rumah sakit, setelah itu mereka melanjutkan perjalanan pulang. Sepanjang di perjalanan Alfin hanya diam dan memeluk tubuh Alfan, kepalanya ia benamkan di punggung Alfan.

Tak perlu waktu lama mereka sudah kembali sampai di rumah, Alfin segera masuk kekamarnya dan Alfan menuju dapur menyiapkan makan siang untuk Alfin.

"Sudah pulang Nak Alfan?" tanya Maryam.

"Sudah Buk baru saja"

"Gimana kata Dokter?"

"Cuma demam Buk"

"Yasudah kalian makan dulu, nanti Alfin jangan lupa di suruh minum obat ya Nak Alfan, Ibu mau cuci baju dulu"

Alfan lalu mengisi piring dengan nasi serta sayur dan juga lauk-pauknya, tak lupa dengan segelas air putih lalu membawanya kekamar Alfin.

"Makan dulu ya Fin, nanti langsung minum obat" ujar Alfan yang baru saja memasuki kamar itu. Ia menaruh gelas yang berisi air putih itu di atas meja.

"Aku gak mau makan, Kak" seru Alfin yang menutup mulutnya dengan kedua tanganya seperti anak kecil.

"Kalo kamu gak mau makan gimana kamu mau minum obat?" Alfin masih terdiam seolah tak mendengarkan perkataan Alfan.

"Alfan Pratama?" ujar Maryam tercengang saat melihat tulisan di baju seragam sekolah Alfan. Otak Maryam mulai bekerja dan teringan dengan kejadian beberapa tahun yang lalu. "Kenapa nama anak ini sama persis seperti nama anaku? Ini hanya kebetulan atau memang benar kami di pertemukan kembali? Ya Allah semoga saja dia benar putraku"

Maryam kemudian meninggalkan aktivitasnya yang belum ia selesaikan, ia berjalan menuju kamar Alfin. Didepan pintu kamar Alfin yang setengah terbuka, ia menyaksikan kedua anaknya yang terlihat begitu dekat, terlebih melihat Alfan yang sangat perhatian dan masih membujuk Alfin untuk makan siang. Tanpa sadar Maryam menitihkan air mata bahagianya, bertahun-tahun terpisah dengan anak kandungnya, kini ia berada di depan matanya.

Maryam menghapus air matanya, lalu ia berjalan pelan mendekati Alfan dan Alfin yang berada dalam satu ranjang. Perlahan Maryam duduk di sebelah Alfan, memperhatikan wajah Alfan dalam-dalam. Alfan yang menyadari tatapan Maryam yang sedang memperhatikan dirinya tentu saja menjadi canggung dan salah tingkah.

"Ibu kenapa ngeliatin saya seperti itu?" tanya Alfan yang akhirnya memberanikan diri untuk bertanya. Maryam masih diam terpaku, namun tiba-tiba ia tersadar dari perlakuanya yang sangat tak wajar.

"Ibu boleh nanya sesuatu?" ujar Maryam dengan tatapan sayu.

"Boleh Buk, silahkan"

"Kalo boleh Ibu tau, nama Ibu kamu siapa Fan?" Alfan terdiam sejenak, ia tak mengerti dengan maksud pertanyaan yang di ajukan oleh Ibunya Alfin.

"Nama Mama saya Melinda Buk, kenapa?"

Bibir Maryam tiba-tiba bergetar tak mampu lagi berkata-kata, ia benar-benar tak percaya jika yang ada di hadapanya saat ini adalah anak kandungnya, air matanya kembali mengalir tanpa ia sadari. Maryam masih terpaku dengan keadaan yang tak pernah ia duga. rasanya ingin sekali ia mengatakan kalau ia adalah Ibu kandungnya, tapi ia takut kalau Alfan malah membencinya akibat kesalah pahaman yang Alfan sendiri belum mengetahui masalah yang sebenarnya.

"Ibuk kenapa menangis?" ujar Alfan tiba-tiba. Seketika membuat Maryam tersadar dari lamunanya.

"Enggak, gak papa kok Nak" Maryam dengan cepat kembali menghapus air matanya. "Sebenarnya... Sebenarnya Ibu adalah Ibu-" ucapan Maryam tiba-tiba terhenti saat terdengar nada dering smarphone Alfan. Pandangan Alfan beralih pada ponselnya dan ternyata panggilan itu adalah dari Melinda. Alfan kemudian kembali meletakan smarphone nya, sampai saat ini ia masih kesal dengan sikap Mamanya beberapa hari lalu.

"Kenapa gak di angkat Nak Alfan, siapa tau penting loh"

"Nggak Buk, gak penting kok"

Tak lama smarphone itu kembali bergetar namun kali ini adalah nada pesan. Alfan kembali melihatnya dan pesan itu adalah dari Mamanya.

'Kamu di mana Fan, pulang sekarang, Reza kabur dari rumah!'

Walau selama ini Alfan selalu benci dengan Reza, tapi ia juga khawatir saat mendapat kabar Reza kabur dari rumah. Tanpa membalas pesan dari Mamanya, Alfan lalu menaruh smarphonenya dalam saku celananya.

"Buk Alfan pulang dulu ya, ada urusan penting. Fin Kakak tinggal dulu ya, nanti Kakak kesini lagi, kamu makan ya dan jangan lupa obatnya di minum!"

"Yaudah hati-hati ya, Kak!"

Alfan tersenyum lalu dangan tergesah ia meninggalkan kamar itu..

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar