Minggu, 07 Februari 2016

Percintaan Sedarah
Epesode 12
--------------------
By. Aby Anggara
=======================

*-*-*

Alfan membuka pintu rumahnya, seketika pandangan Mama dan Papanya menatap wajahnya. Alfan berjalan pelan mendekati mereka, dengan sedikit rasa takut karna tatapan mata Papanya yang menatapnya tajam tanpa berkedip.

"Anak hebat, puasa kamu sekarang liat Reza kabur dari rumah?" ujar Papanya yang sembari bangkit dari tempat duduknya di berengi dengan tepuk tangan sindiran.

"Papa tumben jam segini udah pulang?"

"Mas udah dong Mas, kasihan jangan marahin Alfan"

"Diam! Mama gak usah ikut campur, ini masalah laki-laki"

Melinda tersentak diam seketika, begitu juga dengan Alfan yang wajahnya tertunduk tak berani menatap wajah Papanya yang saat itu terlihat bengis.

"Me.. Memangnya salah aku apa, Pa?" suara Alfan terbata, baru kali ini ia menyaksikan Papanya yang terlihat benar-benar marah. Wajah Alfan masih tertunduk ketakutan, apalagi saat ini Papanya berjalan mengelilingi tubuhnya sembari memangku kedua tanganya.

"Pake nanya salah kamu apa? Kamu itu jadi anak bener-bener gak tau diri ya, selama ini kamu gak sadar kan, kalo kamu itu bukan an-"

"Stop!!! Kamu ngomong apa sih Mas? Denger ya Mas, aku gak setuju kalo kamu bicara yang tidak-tidak"

"Tapi Ma, ini memang kenyata-"

"Cukup! Aku tau Mas, dari dulu kamu itu gak pernah berubah dan gak pernah bisa adil sama anak. Yuk Fan, tinggalkan tempat ini" Melinda menggandeng tangan Alfan membawanya pergi dari ruangan itu. Pada saat sampai di ruangan tengah di dekat tangga, Melinda melepaskan tangan Alfan lalu ia meninggalkan Alfan sendirian. Alfan masih menatap punggung Melinda, ia menitihkan air mata. Walau beberapa hari ini ia tak pernah mendengarkan ucapan wanita itu, tapi tetap saja, sosok ke Ibuan Melinda yang sangat menyayangi anaknya membuat Alfan luluh dan merasa bersalah.

Alfan kemudian berjalan menuju kamar Mamanya, saat ia tiba di depan pintu kamar Mamanya yang sedikit terbuka, ia berhenti dan mendapati Mamanya yang sedang menyeka air matanya.

"Maafin aku Ma, kalo selama ini sudah buat Mama sedih. Aku janji akan mencari Reza demi Mama" Melinda membalikan tubuhnya saat tiba-tiba mendengar suara Alfan, ia lalu berjalan mendekati Alfan yang masih berdiri di pintu kamarnya.

"Gak sayang, kamu gak salah" ujar Melinda. Alfan menghapus sisa air mata di pipi Mamanya dengan kedua tanganya.

"Aku akan cari Reza Ma, aku pergi dulu" tanpa menunggu jawaban dari Mamanya, Alfan segera meninggalkan tempat itu. Ia menuju kamarnya untuk berganti pakaian yang sedikit kekecilan di tubuhnya. Setelah selesai, ia segera meninggalkan rumahnya.

Di perjalanan Alfan mengendarai sepeda motornya dengan sangat pelan, sambil sesekali pandanganya selalu menoleh setiap orang yang ada di pinggiran jalan. Kini walau sudah sangat jauh ia berkendara dengan sepeda motornya, namun masih belum juga mendapati sosok Reza yang di carinya.

Alfan yang mulai merasakan kejenuhan memberhentikan kendaraanya di are parkir Indomaret, lalu Ia membuka helmnya.

"Ampuh banget ama tuh anak, selalu saja cari masalah. Kalo bukan karna Mama, aku juga gak bakalan sudi repot-repot cariin dia" gerutu Alfan. Ia kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celanya dan melaukukan panggilan pada Arlan. Setelah beberapa saat nada tunggu pun terdengar, Alfan terlihat sangat tak sabar menunggu Arlan segera menjawab panggilanya.

"Halo, Fan?"

"Kirim nomor telepon Reza sekarang Ar, penting!"

"Oke"

Tak lama satu pesan pun masuk di sertai nomor telepon yang baru di minta oleh Alfan, dengan rasa tak sabar Alfan melakukan panggilan dengan nomor yang belum di save olehnya.

'Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar-'

"Arrrghhh" ujar Alfan geram dan mematikan panggilanya. Alfan kemudian kembali melanjutkan perjalananya.

Sudah beberapa jam Alfan mengelilingi jalanan mencari Reza, namun sampai saat ini ia belum menemukanya juga. Ia memutuskan untuk menundanya dan kembali kerumah Alfin. Sesampainya di sana ia mendapati Alfin yang masih terbaring di ranjangnya.

"Kamu sudah makan malam, Fin?" ujar Alfan perhatian. Alfin menggelengkan kepalanya. Alfan menghela nafas kasar, ada rasa kesal dan juga rasa kasihan yang kini bercampur di hatinya. "Makan dulu ya Fin, nanti abis itu minum obat!"

"Tapi Alfin lagi gak pengen makan, Kak" Alfan tersenyum, berusaha sabar membujuk Alfin.

"Alfin makan ya, Kakak janji deh malam ini akan tidur nemenin kamu"

"Ka Al beneran mau nemenin Alfin tidur?" ujarnya penuh semangat.

"Iya, tapi kamu makan dulu ya!" Alfin tersenyum dan mengangguk cepat.

Alfan segera mengambil piring di atas nampan yang sudah tersedia di meja belajar Alfin, memegang sendok dan mengisinya dengan sesuap nasi. Alfin membuka mulutnya, tak lama tangan Alfan yang memegang sendok mengarahkan pada mulut Alfin. Alfan tersenyum puas saat satu suapan sudah berhasil masuk ke mulut Alfin. Namun saat baru beberapa suap, Alfin menggelengkan kepalanya tak mau lagi menerima Alfan yang menyuapinya.

"Kenapa, Fin?"

"Udah ya Kak" ujarnya dengan wajah memelas. Alfan tersenyum lalu kembali meletakan piring di tempat asalnya.

"Sekarang minum obatnya ya!" Alfan memberikan beberapa butir obat, di ikuti dengan gelas yang berisi air putih. Tanpa berfikir lama, Alfin langsung meminumnya.

Hari semakin malam, membuat Alfan merasakan kelelahan dan berniat untuk tidur. Sebelum tidur, Alfan menyempatkan menatap wajah Alfin yang sudah tertidur pulas. Alfan mengusap rambut Alfin dan membenarkan selimutnya.

"Aku sayang kamu Fin" bisiknya lalu mengecup kening Alfin. Kemudian ia pun membaringkan tubuhnya di sebelah tubuh Alfin. Tak lama dari itu panggilan pun berdering di smarphone Alfan, Melinda menolponya, tapi hingga beberapa kali tak mendapat jawaban karna Alfan sendiri sudah pulas dengan tidurnya.

Saat suara di kamar Alfin sudah terdengar hening, Maryam perlahan melangkahkan kakinya menuju kamar itu. Perlahan ia membuka pintu kamar yang tak terkunci, dan pandangan matanya langsung tertuju pada kedua anaknya yang sudah tertidur dengan pulas. Ia mendekat ke arah mereka, dan perlahan duduk di tepi ranjang itu. Tatapan wajah Maryam terlihat sayu, menatap wajah Alfan yang saat ini berada di dekatnya.

"Anaku Alfan, ternyata kamu sudah tumbuh sedewasa ini. Kamu anak yang baik. Ini Ibu nak, Ibu kandung kamu. Ibu sungguh ingin memelukmu, memeluk anak Ibuk yang sudah terpisah lebih dari 15 tahun" ucapan Maryam tertahan, bola matanya kembali mengeluarkan air mata bahagia. Dengan sangat hati-hati, Maryam mengusap rambuh Alfan dengan penuh kasih sayang. Sebagai seorang Ibu, tentu saja akan selalu menyayangi anaknya.

"Andai Ayah kamu masih ada, beliau pasti akan sangat senang saat bisa melihatmu kembali dan hadir bersama kami lagi disini Fan"

Walau dalam tangisan tertahan, namun Maryam masih bisa tersenyum dalam waktu yang bersamaan pula. Kebahagiaan malam ini, adalah kebahagiaan yang tak pernah terlupakan di mana kedua anaknya bisa tidur bersama dan terlihat rukun.

"Terima kasih Ya Allah... Selama ini kau telah menjaga anaku dengan baik"

Maryam lalu tersenyum dan mulai bangkit dari tempat duduknya, kemudian meninggalkan kamar itu.

.

                            = = = =

.

Pagi itu Maryam sudah terlihat sibuk dengan rutinitas memasak di dapurnya, ia sengaja memasak lebih banyak sebagai ucapan selamat datang pada putranya yang kini tlah kembali kerumahnya, walau ia belum benar-benar memilikinya kembali, tapi setidaknya ia sangat bersyukur karna saat ini bisa sangat dekat dengan anak-anaknya.

Maryam kemudian menuju kamarnya, membuka lemarinya dan mengeluarkan seragam sekolah Alfan yang sudah ia sertika dengan rapi. Maryam tersenyum saat menatap seragam sekolah yang masih terlipat dengan sangat rapi itu, rasa bahagia yang begitu besar kini menyertai hatinya. Ia kemudian mengantarkan seragam sekolah Alfan menuju kamar Alfin.

"Ini seragam sekolahnya nak, Alfan" ujar Maryam dengan senyuman ramah. Alfan yang belum mandi dengan tubuh yang masih terbalut dengan handuk pun menerima pakaian itu.

"Makasih ya Buk, maaf jadi ngerepoti"

"Sudah gak papa, gak usah sungkan-sungkan, anggap saja rumah sendiri"

"Iya Buk, sekali lagi makasih banyak"

Maryam tersenyum, lalu mengusap rambut Alfan dengan lembut dan meninggalkan mereka kembali.

Suasana pagi ini terlihat sangat cerah, secerah hati Maryam yang selalu tersenyum bahagia. Pagi ini Alfan, Alfin, Ibu dan Neneknya sarapan pagi bersama. Saat-saat bersama seperti ini membuat mereka semua merasakan kebahagiaan tersendiri, terlebih dengan Alfin dan Ibunya yang bisa dekat dengan Alfan.

"Ibu tumben pagi ini masaknya banyak amat?" tanya Alfin keheranan.

"Sesekali gak papa kan Fin, lagian rizki Ibuk juga lagi lumayan. Ayo nak Alfan dimakan, sinih biar Ibu ambilin ya?" ujar Maryam. belum sempat Alfan mengiyakan, namun Maryam dengan senang hati segera meraih piring yang berada di depan Alfan dan mengisinya dengan nasi. Alfin yang melihat tingkah Ibunya tak seperti biasa-biasanya hanya bisa mengerutkan keningnya sembari menoleh Neneknya, sang Nenek mengangkat kedua bahunya.

"Kalo Ibu ngambilin makan Ka Alfan, Alfin juga mau dong di ambilin makan sama Ka Alfan" ujar Alfin. Maryam tersenyum dan menggeleng heran.

"Kamu ada-ada saja Fin, biar Ibu saja yang ambilin ya?"

"Gak mau, Alfin maunya di ambilin sama Ka Al" ujarnya manja, padahal walau Alfan mau menuruti kemauanya ia juga belum tentu memakanya.

Tak lama mereka selesai sarapan pagi, Alfan sudah mulai siap-siap untuk berangkat kesekolahnya. Hari ini Alfan berangkat sendirian, karna Alfin tak ikut masuk sekolah. Alfan kembali kekamar Alfin untuk mengambil tas sekolahnya.

"Minum obatnya dulu ya Fin" perintah Alfan, Alfin mengangguk pasrah dan menerima butiran obat yang di berikan oleh Alfan. "Yasudah Ka Al berangkat sekolah dulu ya, kamu di rumah jangan nakal, semoga nanti sudah membaik"

"Kak...?" panggil Alfin tiba-tiba. Alfan yang sudah meninggalkanya kembali membalikan tubuhnya dan berjalan mendekat pada Alfin.

"Ada apa, Fin?" ujar Alfan yang kemudian duduk di sampingnya.

"Aku sayang Kakak, Ka Al di sekolah jangan nakal ya!" Alfan tersenyum di barengi dengan angukan kecil. Kemudian Alfin memejamkan matanya. Alfan masih terdiam, namun sudah beberapa detik Alfin belum juga membuka matanya. Perlahan Alfan mendekatkan wajahnya lalu mengecup kening Alfin.

"Makasih ya, Kak" ucap Alfin. Alfan tersenyum kemudian beranjak dari tempat duduknya. saat ia baru saja berjalan beberapa langkah, ia sangat kaget saat melihat kedatangan Maryam.

"Ibuk bikin saya kaget saja" ucap Alfan.

"Ada yang mau Ibu bicarakan sama kamu, Fan" ujar Maryam tiba-tiba. Alfan kemudian berdiri mematung, menatap wajah Maryam yang terlihat sangat serius. Maryam perlahan mendekati Alfan, sedangkan Alfin yang berada di ranjangnya hanya menatap keduanya dengan tatapan tak mengerti.

"Izinkan Ibu memelukmu ya nak" ujar Maryam yang langsung memeluk tubuh Alfan. Matanya mulai berkaca-kaca, dan suaranya mulai terdengar isakan, membuat Alfan semakin tak mengerti dengan semua ini. Alfan masih terdiam, di pelukan Maryam, namun kedua tanganya masih menggantung tanpa membalas pelukan Maryam.

"Ibu kangen sama kamu Fan, kamu anak kandung Ibuk" ucap Maryam pelan di telinga Alfan. Alfan yang tak percaya dengan ucapan Maryam seketika sidikit mendorong tubuh Maryam melepaskan pelukanya.

"Maksud Ibu apa?" ujar Alfan yang masih tak mengerti. Matanya menatap wajah Maryam dengan tatapan tajam.

"Iya Fan, kamu... Kamu anak kandung Ibuk. Dan Alfin adalah adik kandung kamu" mendengar ucapan Maryam, Alfan menggelengkan kepalanya tak percaya, matanya mulai berkaca-kaca.

"Nggak, ini gak mungkin" ujar Alfan yang masih tak percaya. Maryam kemudian kembali mendekat dan ingin kembali memeluk Alfan menenangkan hatinya.

"Stop jangan dekati aku, Buk!" ujar Alfan memohon dan mundur beberapa langkah. Maryam semakin terisak saat Alfan ternyata tak menerima kenyataan ini.

"Kenapa Fan, ini Ibu kandung kamu yang dulu mengandung dan melahirkan kamu"

"Aku gak percaya, Ibuk pasti bohong"

"Sekarang Ibu mau tanya sama kamu, apa kamu pernah memakai kalung yang sama persis dengan yang di pakai oleh Alfin?" seketika pandangan Alfan menatap kalung yang berada di leher Alfin.

"Nggak, ini gak mungkin. Aku gak mungkin punya Ibu yang jahat yang gak ngurus anaknya. Mama Melinda adalah Ibu kandung aku, bahkan beliau sangat menyayangiku"

Maryam menggelengkan kepalanya, kemudian kembali melangkahkan kakinya mendekati Alfan. Alfin yang menyaksikan kejadian itu membuatnya ikut menangis, orang yang ia cintai ternyata Kakak kandungnya sendiri. Namun ia hanya bisa diam, tak mampu mengeluarkan kata-kata.

"Fan, Ibu bisa jelasin semuanya Nak" ucap Maryam dengan isaknya.

"Gak Buk, Alfan gak mau mendengarkan apa-apa lagi, permisi"

"Fan tunggu Ibuk, Fan"

Alfan kemudian pergi meninggalkan kamar itu, hatinya hancur bagai butiran debu yang sangat rentan jika tertiup angin. Bagai mana tidak, orang yang selama ini ia sayangi, dan baru-baru ini mulai tumbuh benih cinta di hatinya adalah tak lain adik kandungnya sendiri dan percintaan sedarah, bahkan cinta mereka berkali lipat terlarangnya. Rasa kecewa juga merasuk kedalam tubuhnya, saat ia mendengar orang yang merawatnya sejak kecil adalah bukan Ibu kandungnya.

Alfan segera melajukan kendaraanya menuju rumahnya, hari ini hatinya sangat kacau, bahkan ia memutuskan untuk tidak masuk kesekolah. Alfan tak bisa berkonsentrasi saat mengendarai sepeda motornya, matanya di penuhi air mata, pikiranya pun sudah terlanjur kacau tanpa arah.

Saat ia sampai di rumahnya, ia berjalan dengan cepat memasuki rumahnya, pandangan matanya langsung mencari sosok Melinda Mamanya. Saat di ruang tengah melihat Mamanya sendirian, karna Papanya sudah berangkat lebih dulu.

"Ma jelasin sama Alfan, apa benar kalo Alfan bukan anak kandung Mama?" suara Alfan yang terdengar tiba-tiba membuat Melinda merasa kaget, ia segera bangkit dari tempat duduknya.

"Kamu bicara apa sih Fan? Kamu anak Mama lah, anak kandung Mama" ujar Melinda yang berusaha bersikap wajar. Namun Alfan yang belum percaya dengan cepat menggelengkan kepalanya. Alfan yang tak puas dengan jawaban Mamanya segera pergi meninggalkan Mamanya dan menuju kamar Mamanya, ia membuka lemari mencari sesuatu.

Alfan membuka beberapa tumpukan kertas yang berisi surat-surat penting, namun dari situ ia belum menemukan bukti apapun. Melinda hanya menyaksikan kelakuan Alfan dari pintu kamarnya, ia merasa sangat ketakutan jika Alfan mendapati sesuatu yang berhubungan dengan orang tua kandungnya.

Mata Melinda membulat saat melihat sesuatu yang di pegang oleh tangan Alfan. Alfan menangis tertahan saat melihat kalung yang saat ini ia pegang dengan tangan yang bergetar. Perlahan Alfan membalikan tubuhnya menatap wajah Melinda penuh kekecewaan.

"Ini apa Ma? Kenapa Mama nyembunyiin ini dari Alfan? Ternyata yang di bilang Bu Maryam benar" ujar Alfan dengan suara lirih nyaris tak terdengar, Melinda dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Nggak sayang itu gak benar" ujar Melinda tetap menyangkal. Namun Alfan tak percaya dengan ucapan Mamanya.

"Kalo ini gak benar, kenapa Mama ambil kalung ini dari Alfan? Kenapa Ma?" Melinda terdiam tak mampu menjawab pertanyaan itu. Alfan semakin menangis merasakan kekecewaan dari semuanya. Tubuhnya mulai terasa lemah, dan perlahan ia duduk di lantai dan bersandar di lemari itu. Melinda yang tak tega melihat Alfan seperti itu segera mendekatinya dan memeluk Alfan, namun dengan cepat Alfan mendorong tubuh Mamanya.

"Jangan dekat-dekat aku Ma! Aku baru tau kenapa Papa gak pernah sayang sama aku, ternyata aku bukan anak kandung Mama dan Papa, iya kan Ma?" ucapnya yang langsung berdiri dari tempat duduknya.

"Fan dengerin penjelasan Mama dulu" rintih Melinda memohon. Namun Alfan segera pergi dan meninggalkan kamar itu. Alfan berlari menuju kamarnya, sesampainya disana ia dengan cepat menutup pintu kamarnya dan berdiri bersandar di belakang pintu kamar itu. Bola matanya masih di penuhi air mata, namun pandanganya menangkap sesuatu yang ada di meja kamarnya. Dengan rasa penasaran, perlahan ia melangkah dan mendekati meja itu.

Di atas meja itu, ada selembar kertas yang di timpa oleh sebuah pulpen. Dengan tangan bergetar Alfan mecoba mangambil dan membacanya.

------

Assalamu'alaikum...

Aku tau kalo Ka Alfan gak suka jika Papa selalu sayang sama Reza. Tapi itu bukan kemauan Reza Kak. Reza juga pengen kalo Papa juga sayang sama Kakak biar Ka Alfan gak merasakan rasa iri atau tak terima jika Papa lebih deket sama Reza.

Asal Ka Alfan tau, Reza sayang sama Kakak. Reza pengen kita akur Kak. Belajar bareng, main PS bareng dan juga berangkat sekolah sama-sama.

Reza selalu mencoba bersikap baik sama Kakak, tapi Ka Alfan gak pernah mau ngehargai usaha Reza buat deket sama Kakak dan gak pernah ngasih kesempatan walau cuma satu kali.

Maafin Reza kalo Reza pergi dari rumah Kak, mungkin ini yang terbaik. ini Reza lakuin supaya Papa bisa lebih deket sama Kaka dan gak pernah bedain lagi antara Reza dan Ka Alfan. Karna kita saudara.

Gak usah cari Reza Kak, Reza pasti bisa jaga diri.

Dari Adikmu :

-Reza -

Bibir Alfan bergetar, tangisanya semakin terisak saat selesai membaca selembar surat itu. Hatinya terasa perih penuh penyesalan.

"Maafin Ka Alfan, Za. Kakak baru tau kenapa Papa lebih sayang sama kamu. Ka Alfan janji akan cari kamu dan Ka Alfan juga janji mulai saat ini Kakak akan selalu sayang sama kamu" Alfan kemudian melipat kertas surat itu. "Aku bersumpah, gak akan maafin diriku sendiri jika terjadi sesuatu dengan Reza"

Dengan cepat Alfan mengganti seragam sekolahnya, pagi ini juga ia memutuskan untuk mencari Reza. Saat sampai di ruangan tengah ia kembali bertemu dengan Mamanya.

"Mau kemana, Fan?" tanya Melinda. Namun Alfan tak menjawabnya, ia tetap berjalan sembari memakai swaiternya. "Fan tunggu Mama, Fan!"

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar