Senin, 07 Maret 2016

Percintaan Sedarah
Epesode 18
-------------------
By. Aby Anggara
=======================

*-*-*

Pagi ini Reza terbangun dari tidurnya, ia menoleh jam dinding yang masih menunjukan puku 4 lebih 30 menit. Reza menguap lebar, kemudian ia bergegas bangkit dari tempat tidur dengan membawa bantalnya sendiri menuju kamar Alfan.

"Kak Alfan.." sapanya lirih.

Tak lama pintu kamar Alfan dibuka, karna Alfan memang sudah bangun sejak tadi.

"Masih jam segini ngapain bangun, Za?" tanya Alfan. Reza kembali menguap lebar sebelum menjawabnya.

"Reza boleh gak bobok di kamar Kakak, sebentar aja" Alfan memandangi Reza dari atas sampai kebawah.

"Yaudah yuk masuk!" Alfan membuka pintunya lebar-lebar, setelah Reza masuk, ia kembali menutup pintu kamarnya dan bergegas menuju ranjangnya. Kini Reza sudah berbaring lebih dulu di ranjang itu, kemudian Alfan mengikutinya.

"Peluk Reza dong Kak, Reza kedinginan" keluhnya. Alfan lalu duduk di ranjangnya, menarik selimut menutupi tubuh Reza, lalu ia kembari berbaring sembari memeluk Reza sesuai permintaan. Reza tersenyum bahagia, akhirnya kebahagiaan kini benar-benar menjadi miliknya. Alfan dan Reza kini tidur saling berhadapan, mata Alfan terpejam namun tidak tidur. Sedangkan Reza masih memangdangi wajah Alfan sambil senyum-senyum sendiri. Tangan Reza keluar dari selimutnya, ia mebelai rambut Alfan dengan lembut.

"Aku sayang sama Kakak" suara Reza berbisik lirih, namun masih bisa di dengat oleh Alfan hingga ia membuka matanya. Alfan tersenyum.

"Kak Alfan juga sayang sama Reza" sambutnya. Reza semakin mendekatkan wajahnya pada Alfan hingga menutup jarak di antara mereka, kedua hidung mereka sampai bersentuhan dan secara otomatis Reza bisa mencium aroma udara yang di hembuskan oleh Alfan, begitu pula sebaliknya.

Tak terasa sudah jam lima lebih. Mereka tidur berdua sudah setengah jam. Alfan membuka matanya, segera mengguncang tubuh Reza untuk membangunkan dari tidurnya.

"Bangun, Za!"

Reza memutarkan satu jari di matanya. Seulas senyuman indah kini terlihat di wajahnya.

"Jan berapa memangnya, Kak?"

"Sudah hampir setengah enam"

"Hah??" Reza langsung tergelonjat dari rebahan di ranjang. "Padahal baru bentar tidur di sini kok udah pagi ya Kak?"

"Makanya buruan sana mandi, nanti telat ke sekolah loh!" usir Alfan. Reza malah mengerucutkan bibirnya tak terima.

"Boleh kan Kak sesekali Reza mandi bareng Kak Alfan, dari dulu kan kita gak pernah mandi sama-sama" pinta Reza dengan nada manja, Alfan mengerutkan keningnya.

"Mandi bareng?" ulang Alfan.

"Iya, masak sesekali gak boleh"

"Reza kan udah besar, masa iya mau mandi bareng sama Kakak?"

"Yaudah kalo gak boleh Reza mau tidur lagi aja" tanpa mendengar jawaban Alfan, Reza langsung berbaring kembali di ranjang dan menarik selimut tebal milik Alfan sampai menutupi kepalanya. Alfan mengelengkan kepala heran.

"Eh kalo tidur lagi nanti telat loh, yaudah boleh deh mandi bareng sama Kakak" putus Alfan akhirnya. Reza membuka selimut sampai lehernya, hingga kepalanya saja yang terbuka. Ia menatap wajah Alfan penuh kemenangan.

"Asik..." ujarnya antusias. "Reza balik kekamar dulu ya Kak, mau ambil handuk sama seragam sekolah sekalian" Alfan hanya ngangguk, kalaupun protes pasti Reza bakalan ngambek lagi, padahalkan ganti baju di kamarnya sendiri juga bisa sebenarnya. Reza berlari penuh semangat. Ia mangambil handuk dan seragan sekolahnya, kemudian kembali menuju kamar Alfan.

Alfan yang sudah lebih dulu masuk kekamar mandi dengan celana boxer mini, terlihat jelas paha mulusnya. Alfan menyiapkan air hangatnya untuk mandi mereka berdua, tak lama Reza sudah ikut memasuki kamar mandi itu.

"Kamu mandi duluan ya, Za" perintah Alfan.

"Gak mau, Reza maunya kita mandi sama-sama" lagi-lagi Alfan menggeleng, kali ini ia juga tak protes lagi.

Mereka berdua mandi sama-sama, bahkan sesekali Reza sangat jail mengguyurkan air ke tubuh Alfan tanpa memberi aba-aba. Alfan yang merasa kaget akhirnya tergelonjat dan berdiri.

"Is.. Dasar anak nakal" ujarnya. Alfan kemudian membalas perlakuan Reza tadi, ia mengambil air penuh dan mengguyurkannya langsung pada tubuh Reza bertubi-tubi tanpa henti.

"Kak amp---pun" keluh Reza gelagapan. Alfan yang merasa kasihan akhirnya menghentika guyuran airnya.

"Mau nakal lagi gak?"

"Nggak Kak, Reza janji deh"

Kini Reza dan Alfan salin bertatapan, keduanya menghadirkan senyuman indah di masing-masing bibirnya. Pelan-pelan Reza memberanikan memeluka tubuh Alfan hingga tubuh mereka berdua kini saling menyentuh tanpa ada penghalang.

Hangat.

Keduaanya merasakan hangatnya saat tubuh itu masih saling menempel, memberikan sensasi yang sebelumnya tak pernah mereka rasakan. Alfan masih diam mendapat perlakuan itu, sedangkan Reza memeluk tubuh Alfan samakin erat. Perlahan-lahan kedua tangan Alfan bergerak dan ikut melingkati tubuh Reza yang lebih kecil dari tubuhnya, lalu keduanya saling tersenyum menikmati rasa hangat yang kini menjalar di setiap tubuh mereka berdua.

Reza kemudian mendongakkan wajahnya menatap Alfan, tatapanya tampak sayu penuh harap. Mata Reza tak berkedip, ia seolah sedang meminta izin pada Alfan. Setelah Reza benar-benar yakin, ia menjinjitkan kedua kakinya, tanpa ragu lagi mendaratkan bibirnya pada bibir Alfan.

Hangat.

Mata Alfan membulat tak percaya, ia bahkan tak menyangka kalau Reza akan melakukan hal ini padanya. Kehangatan kini berpindah pada bibir mereka. Reza berusaha melumat bibir Alfan penuh gairah. Ia berusaha tak menyia-nyiakan kesempatan yang seolah hanya satu kali ini saja. Namun Alfan masih diam saja, ia sama sekali tak membalas lumatan bibir Reza. Sebenarnya ia ingin melepaskan permainan itu, namun ia tak mau melihat Reza yang nantinya sudah pasti akan ngambek dan kecewa. Alhasil ia hanya diam seolah rela berkorban asalkan Reza merasa bahagia. Selai rasa itu, di selipan hati Alfan juga menyimpan rasa bersalahnya, ia seolah telah mengkhianati rasa itu dari Alfin.

Sesak.

Dadanya ikut terasa sesak akibat ciuman itu, namun lagi-lagi ia juga tak bisa menolak. Ia masih sangat ingat janjinya dahulu saat Reza kabur dari rumah karna ulahnya. Ia akan lakukan apa saja asal Reza bisa bahagia. Tapi bukan yang ini, karna ini sudah menyangkut masalah hati dan perasaan. Tapi janji tetaplah janji, dan mau tak mau ia tetap harus menepatinya apapun itu.

Nafas Reza kini terdengar berat, ia sangat menikmati permainan itu walau Alfan tak mengikutinya. Ia sangat senang, bahkan sangat bahagia bisa menikmati bibir yang selama ini ia idam-idamkan.

Sepuluh menit sudah, akhirnya Reza melepas kecupanya dan kini tersenyum legah sembari memandangi Alfan. Alfan masih diam. Diam mematung di depan Reza. Bahkan ia tak tau kalau Reza sudah melepaskan bibirnya. Kini Reza sampai mengibaskan tangan di depan wajah Alfan.

"Kak Alfan kenapa diam? Kakak gak suka ya?" suara Reza terdengar dengan rasa bersalahnya, ia menundukan pandanganya. Alfan tersenyum, ia mengangkat wajah Reza menatapnya kembali.

"Kata siapa Kak Alfan gak suka, Kakak suka banget Kok" Alfan berusaha berbohong, walau ucapanya itu membuat hatinya merasakan rasa sakit.

"Iya kah? Berarti lain kali Reza boleh cium Kak Alfan lagi?" tanya Reza kembali bersemangat.

Alfan mengangguk, walau anggukanya terasa berat, tapi sebisa mungkin ia senyum meyakinkan Reza.

"Makasih ya Kak" Reza kembali mencium bibir Alfan, tapi kali ini hanya ciuman singkat. Hanya satu detik.

"Sekarang kita mandi ya Za, nanti masuk angin kalo kelamaan"

Reza ngangguk dan kini mereka menyelesaikan mandi bersama. Setelah selesai mandi mereka berganti pakaian, sedangkan Alfan sudah hampir siap, ia sedang memakai sepatunya.

"Kak pasangin dasinya Reza dong" lagi-lagi Reza bersikap manja pada Alfan. Alfan yang sedang memakai sepatu kanannya masih menempelkan bokongnya di bibir ranjang, sedangkan sepatu kirinya sudah terpasang dengan rapi.

"Yaudah sini Kakak pasangi"

Tanpa di pinta dua kali, Reza segera mendekat pada Alfan, padahal awalnya ia sedang bercermin di lemari Alfan.

Alfan membenarkan dasi Reza, setelah selesai, dengan nakalnya Reza mendorong tubuh Alfan kebelakang hingga membuat tubuh Alfan terlentang di atas ranjangnya dan di susul tubuh Reza yang kini jatuh tepat di atas tubuh Alfan. Kini Reza terlihat semakin agresif, terlebih Alfan sudah mengizinkan saat di kamar mandi tadi.

"Is.. Katanya gak mau nakal lagi" seru Alfan. Reza malah semakin tersenyum nakal, ia mengigit bibir bawahnya.

"Kak Alfan itu kok ganteng banget sih, pentesan si Siti nitip salam terus buat Kakak, tapi Reza meles nyampeinya juga"

Alfan mengerutkan keningnya. Reza kembali mendekatkan bibirnya pada bibir Alfan, ia seolah belum puas setelah berciuman selama sepuluh menit di kamar mandi tadi.

"Za kalo gini terus kita bisa telat loh" tolah Alfan secara halus. Reza kini mengurungkan niatnya untuk kembali mencium Alfan, namun kali ini ia memadangi wajah Alfan tanpa berkedip hingga membuat Alfan semakin salah tingkah.

"Burung kamu idup ya Za?" tanya Alfan, karna ia merasa ada sesuatu yang mengganjal di perutnya.

Reza ngengguk. "Iya, Kak.." Alfan membulatkan matanya.

"Jangan bilang kalo mau perkosa Kakak ya"

"Hahaha Kak Alfan ada-ada saja, gak lah Kak" Reza mencolek hidung Alfan, ia masih saja jail pada sosok yang selama ini ia rindukan.

"Reza, Alfan ayo turun... Buruan sarapan nanti kalian telat loh"

"Tuh Za Mama sudah panggil kita buat sarapa, lagi pula perut Kakak sakit tau kalo di tindi terus gini"

"Iya-iya ini juga Reza mau turun kok dari tubuh Kak Alfan"

Mereka berdua akhirnya turun untuk sarapan sebelum berangkat kesekolahnya. Di meja makan sudah terlihat Melinda dan Suaminya. Kini Alfan menarik kursi yang ada di depan Mamanya, sedangkan Reza duduk di depan Papanya.

"Ayo sini makan yang banyak, pagi ini Mama sengaja masak banyak untuk nyambut kepulangan Alfan" ujar Melinda. Alfan menatap wajah Papanya yang seolah tak suka dengan perkataan Melinda barusan. Alfan tau Papanya memang tidak suka, bahkan saat ia di rumah sakit kemarin, Papanya sama sekali tak pernah datang untuk menjenguknya.

"Alfan kenapa malah diam, sinih Mama ambilin" ujar Melinda. Tanpa mendengar jawaban Alfan, Melinda langsung meraih piring yang ada di depan Alfan. Alfan masih tampak diam dengan seribu bahasa.

"Kak Alfan ayo di makan, nanti kita telat loh" Reza ikut memberi semangat pada Alfan, ia juga sudah tau kalau Papanya sangat tak suka pada Alfan, namun ia pun sama seperti Mamanya. Sama-sama tak mau kehilangan sosok Alfan, sama-sama tak mau jika Alfan nantinya akan kembali pada orang tuanya.

Alfan pelan-pelan mengambil sendok yang ada di piringnya, walau penuh rasa tak enak hati pada Papanya karna ia merasa hanya numpang di rumah ini. Namun ia berusaha tak mengecewakan Mamanya yang sudah bela-belain memasak semua ini yang mengatas namakan dirinya.

"Mama kenapa gak cerita sih kalo Kak Alfan bukan Kakak kandung Reza?"

Uhuk...

Melinda tersedak, ia segera meraih gelas yang sudah terisi air putih di depannya.

"Alah... Buat apa kasih tau segala, gak penting juga kan? Lagian kan dia cuma numpang di rumah ini" kali ini yang jawab malah Papanya. Mendengar kalimat itu, Melinda langsung mendelik pada suaminya, sedangkan Alfan langsung menaruh kembali sendok yang baru saja ia pegang.

"Kamu itu ngomong apa sih Mas? Hati-hati dong kalo ngomong!"

"Hati-hati gimana? Memang kenyataan kan? Lagian dia memang bukan anak kandung kita dan-"

"Cukup!!! Kamu itu apa-apaan sih mas, gak bisa jaga perasaan orang" omel Melinda. Melinda kini menatap Alfan dengan senyuman. "Ayo Fan makannya di lanjutin"

"Alfan gak jadi laper Ma. Mama dan Papa gak usah bertengkar lagi. Aku tau aku di sini cuma numpang, dan aku bukan anak kalian" Alfan bangkit dari tempat duduknya, kemudian ia memakai tas sekolahnya yang biasa ia taruh di belakang tempat duduknya.

"Fan jangan marah dulu, Mama bisa jelasin sama kamu"

"Jelasin apa lagi Ma, semua sudah jelas. Alfan tau diri kok" Alfan langsung berjalan meninggalkan meja makannya.

"Kak tunggu Reza dong!" Reza pun ikut tak menyelesaikan sarapannya, ia berlari mengejar Alfan yang sudah jalan lebih dulu.

"Ini semua gara-gara kamu Mas" serga Melinda pada suaminya, ia juga ikut bangkit dari tempat duduknya untuk mengejar Alfan.

"Kak tungguin Reza dong"

Namun Alfan masih saja berjalan dengan tanpa menggubris siapapun yang di belakang memanggil namanya, rasa sakit hati karna terpojok barusan membuatnya merasa bahwa kehadiranya di rumah ini seolah hanya sebagai parasit.

Sesampainya di pintu depan, Alfan tak berbelok menuju di mana tempat sepeda motornya biasa di parkirkan. Pagi ini ia tak akan lagi memakai fasilitas yang ada, ia akan pergi kesekolah dengan jasa bus. Melinda yang berlari akhirnya berhasil meraih tangan Alfan, hingga membuat Alfan berhenti di halaman rumah yang sangat luas itu.

"Kamu jangan dengerin omongan Papa kamu sayang, bagai manapun kamu tetap anak Mama. Anak kandung Mama" Melinda berusaha menenangkan hati Alfan.

"Gak Ma, yang di omongin Papa itu bener kok. Aku sadar kalo aku disini cuma numpang dan aku gak akan pakai lagi fasilitas yang ada, aku pergi kesekolah bakalan naik bus"

"Hi why? Ayolah jangan seperti ini sayang, di bis itu sumpek dan juga bakalan lama kamu sampai di sekolahnya"

"Iya Kak, lagian kan sayang kalo motornya di anggurin" Reza ikut membujuk Alfan.

"Lepasin Ma, aku berangkat dulu" Alfan mengibaskan tanganya, lalu kembali melanjutkan langkahnya.

"Kak tunggu, aku ikut naik bus" Reza berlari kecil menyusul Alfan.

Melinda kini hanya diam sembari menatap punggung Alfan. Sejak kejadian tadi, ia semakin takut jika Alfan akan kembali pada orang tuanya dan meninggalkan dirinya.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar