Kamis, 14 Januari 2016

KAKA ANGKATKU
Part 01
By: Aby ILham Anggara

--

Ku tulis sebuah cerita tentang hidupku. inilah diriku terlahir dari keluarga sederhana. Memiliki ayah yang tampan, pekerja keras dan bertanggung jawab dalam keluarga. Juga ibu yang amat sangat menyayangiku.

Hari hariku selalu ku lalui dengan bahagia aku mempunyai adik seorang lelaki bernama Riko yang masih duduk di kelas enam SD dan aku pun sangat menyayangi beliau. namun hidupku saat ini tidak seperti dulu kini aku hidup sebatang kara setelah kejadian bencana alam 2 bulan lalu. kini aku hanya tinggal di rumah kardus seorang diri. Siang dan malam selalu aku lalui sendirian, dan harus bekerja demi mencari sesuap nasi.

Namaku Deni Arya Saputra tapi biasa di panggil putra. Usiaku 15 tahun.
________________________________________

Kusambut pagi yang cerah dengan senyuman indah di wajahku, meski kesusahan selalu ingin bersamaku namun aku mencoba menghadapi semua ini dengan kesabaran. Aku segera bangun dan membereskan tempat tidurku.

Di pagi ini aku hanya bisa meneguk air putih saja karna beras dan kebutuhan lainya telah habis. Meski begitu aku tak boleh cengen, aku harus bekerja untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari.

Aku berjalan dan menuju pemukiman yang sangat ramai penduduk. Disana Aku hanya bekerja sebagai pemungut barang bekas limbah warga sekitar yang harus Aku kumpulkan untuk kemudian dijual ke penampung.

Sesampai ditempat kerja, aku langsung bekerja memilah barang bekas yang laku untuk dijual kemudian aku masukkan kedalam karung.

Di siang hari ini terik mataharipun bersinar sangat panas, tak ada awan sedikitpun yang akan menutupi sinar matahari yang sangat membakar kulitku.

Huf.. Aku sangat lelah sekali, tubuhku mulai lemas karna dari tadi pagi belum makan. Aku duduk beristirahat sejenak, mengumpulkan tenaga untuk Aku gunakan lagi nanti. Aku hanya minum air putih yang Aku bawa dari Rumah.

Dari sini Aku bisa melihat, Anak-anak seusiaku dan bahkan di bawah usiakupun yang senasib denganku masih sibuk mengumpulkan barang bekas untuk di jual sore nanti.

Hidup di ibukota memang kejam, namun beginilah hidup, mau tidak mau aku harus menjalaninya. Setelah lelahku hilang, Akupun mulai mengumpulkan barang bekas lagi, Aku harus giat bekerja agar Aku bisa makan hari ini.

Dengan semangat Aku mengumpulkan dan memasukkan barang belas ke dalam karung, berharap hari ini bisa lebih baik dari hari kemarin. Setelah beberapa jam Sepertinya matahari sudah mencondong ke arah barat, dan Akupun segera menyetorkan hasil barang bekas yang kukumpulkan ke rumah penampungan.

* * *

Aku terus berjalan membawa hasil kumpulanku menuju kerumah penampungan barang bekas yang tak jauh dari tempatku bekerja.

"Ini bang barang saya" ucap ku sambil menyodorkan karung yang berisi barang bekas.

"Di timbang dulu ya Put?" ujar pengumpul yang sudah akrab mengenalku

"Iya bang"

Setelah Selesai di timbang, Aku di beri uang dua lembar sepuluh ribu rupiah. Alhamdulillah uang ini bisa untuk beli beras dan mie instan dan Aku bisa makan malam nanti.

Aku langsung menuju toko sembako yang searah dengan arah pulang. Aku berjalan dengan sangat lemas

Aku membeli beras satu liter, mie instan tiga bungkus dan satu bungkus kerupuk. Akhirnya uang dua puluh ribupun habis tanpa sisa.

* * *

Sesampai di Rumah Aku langsung memasak beras yang baru ku beli dan kemudian mandi.

Setelah makan malam Akupun duduk santai, huf.. Seharian bekerja rasanya tubuhku terasa amat pegal, Aku membaringkan tubuhku yang terasa amat lelah di atas selembar kardus bekas. Aku berbaring terlentang dan menatap keatas dengan tatapan kosong.

"Ma, Pa, Putra capek hidup seperti ini, kalian di mana sekarang?" tanyaku dengan suara isak

Mataku mulai meneteskan Air mata saat aku sedang mengingat beliau. Putra gak kuat Ma, kalo Putra harus hidup seperti ini terus, Mama sama Papa di mana sih, jemput Putra dong Ma!! Memangnya Mama gak kangen apa dengan Putra?

Ma, Putra janji kalo Mama jemput Putra, Putra gak akan nakal lagi Ma, Putra sudah benar-benar gak kuat hidup sebatang kara disini, putra belum siap untuk hidup mandiri.

Tangisku semakin menjadi, Ya Tuhan.. Aku kangen sama Mama, Papa juga Adek ku Riko. Mereka di mana Tuhan? Mereka masih hidup kan?

Putra gak bakalan nyerah mencari kalian Ma, Pa. Putra pengen kita seperti dulu lagi kumpul sama-sama walau hidup dalam kesederhanaan tapi kita bahagia.

Aku sayang Mama, Papa juga Adek Riko. Tunggu Aku ya Ma.

Tubuhku sangat terasa lelah dan Aku sangat lelah seketikapun Aku memejamkan mata dan tertidur.

* * *

Pagi ini tubuhku terasa sangat panas dan menggigil, hawa yang kurasa saat ini dingin sekali. Mungkin Aku deman karna kemarin seharian tidak makan.

Ah kenapa seperti ini, gumamku dalam hati. padahal hari ini Aku musti kerja lagi untuk menyambung hidupku. Akupun mamaksa bangun dari tempat tidur karna kulihat sinar matahari sudah mulai memancar masuk ke dalam gubukku dari celah-celah lubang dinding kardus yang bolong.

Saat Aku mencoba bagun namun Aku terjatuh Akibat lemahnya tubuhku. Kepalaku saat ini terasa pusing, Aku memaksa kan lagi untuk berdiri namun usahaku sia-sia. Aku masih saja tak mampu berdiri karna lemahnya tubuhku.

Akupun menyerah dan memilih kembali berbaring dan memasang selimut di seluruh tubuhku.

Setelah beberapa jam Aku membaringkan tubuhku, Aku mencoba untuk berdiri kembali. Kali ini Aku harus kuat karna Aku harus bekerja untuk menyambung hidupku hari ini. Perlahan tapi pasti, Aku berhasil berdiri tanpa jatuh lagi. Aku jalan keluar Rumah kulihat matahari sudah sangat tinggi sekali, ini sudah selitar pukul 11 siang.

Aku segera memasak mie instan yang masih tersisah dan segera makan. Sekarang Aku sudah siap bekerja lagi, Aku harus kuat dan Aku tak boleh cengeng. Dengan bergegas Aku melangkahkan kaki ketempat kerjaku yang kurang lebih hampir satu kilometer dari gubuk ku.

Ah.. Kenapa sih setiap hari matahari selalu bersinar terang, Aku sangat tidak tahan oleh sengatan matahari yang seperti ini. Dahagapun kurasakan Aku berhenti berjalan dan menuangkan Air minum yang Aku bawa untuk membasahi tenggorokanku.

Akhirnya sampai juga di tempat kerja. Kuliht di depan sana sudah ramai, bapak-bapak, Ibuk-ibuk juga anak-anak seusiaku bertaburan memilah dan memilih barang bekas yang nantinya akan di tukarkan menjadi rupiah.

Aku mulai mengumpulkan barang bekas sebanyak mingkin. Saat ini panasnya terik mataharipun sudah tak ku hiraukan lagi Aku harus giat bekerja untuk hari ini.

Hari ini sangat begitu cepat sudah sore, itu di karnakan Aku pergi saja sudah tengahari. Huff hari ini cuma sedikit sekali barang bekas yang dapat kukumpulkan, namun tidak apa-apa syukuri saja rizki yang tuhan beri.

Aku bersegera menuju rumah penampungan untuk menjual barang bekas yang telah aku kumpulkan. Aku terus berjalan dan di pinggir jalan aku menemukan dompet berukurang panjang berwarna coklat. Aku segera mangdekatinya dan mengambil donpet itu.

Kubuka dan kulihat ternyata banyak sekali uangnya dan beberapa kertas putih yang aku sendiri tak mengerti kertas apa.
Aku menoleh kekanan dan kekiri dan ternyata tak ada orang yang melihatku. Aku segera menaruh dompet ini dalam saku celanaku dan aku melanjutkan jalan untuk menjual barang bekas yang telah aku kumpulkan.

Setelah di timbang ternyata aku hari ini hanya mendapat uang sepuluh ribu rupiah, alhamdilulillah masih bis beli Mie instan untuk makan nanti malam, lagi pula beras yang aku beli kemaren masih ada.

* * *

Setelah sampai di ruamah aku duduk dan kembali membuka dompet yang aku temukan tadi.

"Ini aku gak salah lihat apa ya, duit ko banyak amat?" tanyaku heran saat melihat duit sebanyak itu, soalnya aku belum pernah melihat duit sebanyak ini.

Tapi aku masih ingat pesan Mama, aku tak boleh mengambil barang apapun milik orang lain sekalipun kita yang menemukanya.
Aku buka di tempat yang lain dan aku menemukan kartu nama sang pemilik dimpet ini, ternyata ibu Anisa toh yang punya ini dompet.

Malam ini juga aku bersegera menuju telepon umum untuk menelpon si pemilik dompet ini. Karna aku tak mengetahui cara mebelpon aku meminta pertolongan pada orang yang saat ini dekat denganku.

"Halo" suara seorang perempuan memulai obrolan di telepon

"Ha ha halo" suaraku gagap saat menjawab obrolan darinya.

"Ini siapa ya dan ada apa?" tanya Bu Anisa datar

"Ini Putra Buk, saya menemukan dompet Ibuk"

"Ha..? Kamu serius?" tanya Bu Anisa tak percaya

"Saya serius Buk, besok Ibuk bisa temui saya"

"Di mana?" tanya Ibu Anisa lagi

Setelah aku kasih alamat ke Bu Anisa akupun langsung menutup telepon dan besok kami akan ketemuan.
Aku langsung pulang ke rumah, karna aku harus istirahat dah besok harus kembali kerja.

* * *

Sudah jam 9 kok Ibu Anisa belum datang juga ya mana aku harus kerja lagi nih. Aku tunggu bentar lagi deh kalo masih gak muncul juga aku tinggal.

"Kamu yang namanya Putra?" tanya seorang perempuan yang baru turun dari mobil berwarna silver dan menghampiriku

"Iya, saya Putra, Ibu siapa?"

"Saya Anisa yang kamu telpon semalem, jangan panggil ibu, panggil tante ya!!"

"Oh.. Iya Tante Anisa? Ini dompetnya saya kembalikan" ucapku sambil menyerahkan dompet berwarna coklat itu

"Makasih banyak ya nak Putra kamu baik sekali, padahal tante sudah pasang iklan di beberapa media cetak karena di dalam dompet ini ada surat-surat pentingnya. nih buat jajan kamu" ucap Ibu Anisa yang sambil memberiku beberapa lembar uang seratus ribuan

"Maaf tante, saya tidak bisa meneriamanya, saya ikhlas ko"

"Loh kenapa ini tanda terima kasih saya sama kamu Putra" tante Anisa masih saja menyodorkan uang tersebut padaku

"Tapi Putra tetap tidak bisa menerimanya tante sekali lagi maaf ya"

"Yasudah kalo gitu Rumah kamu di mana?" tanya tante Anisa

"Saya hanya tinggal di Rumah kardus Tan" jawabku sambil menundukkan kepala

"Kamu tinggal bersama orang tuamu di sana?"

Aku diam tak menjawab, karna aku sedih mendengar pertanyaan tante Anisa barusan.

Aku masih menundukkan kepala
Tante Anisapun memegang kedua pundakku "Loh kenapa Put, ko diam?"

"Saya sebatang kara tante" jawabku dengan suara sangat lirih.

"Ha? Kamu serius, memangnya orang tua kamu kemana?" suara tante Anisa panik

"Ceritanya panjang Tan"

"Yasudah kamu sekarang masuk ke mobil tante ya, nanti kamu ceritakan disana!!"

Aku nurut saja saran tante Anisa dan naik ke mobilnya, saya rasa tante Anisa orang baik-baik. saat ini Aku duduk di sebelah kiri Tante nisa. Aku tak tau tante Anisa mau mengajakku kemana aku hanya duduk diam dengan keadaan berpangku tangan karana di dalam mobil ini sangat dingin.

"Put kamu kenapa?" tanya tante Anisa di sela-sela ia menyetir

"Di sini dingin banget Tan" jawabku polos

Aku tak tau apa yang akan di lakukan tante Anisa, tapi ia langsung bergegas menekan sesuatu yang tak kumengerti apa maksudnya.

"Sekarang gimana Put, masih dingin" tanya tante Anisa lagi

"Enggak kok Tan, udah mendingan" tante Anisa pun hanya tersenyum melihatku

Setelah beberapa menit dalam perjalanan akhirnya mobil tante Anisapun berhenti di depan Restauran. Aku semakin malu saat ini dengan keadaanku yang seperti ini.

"Put ayo turun, kita makan dulu ya!! Ajak tante Anisa padaku

"Tapi Tan Putra malu dengan keadaan Putra yang seperti ini"

"Oh iya tante lupa. Yasudah kalo gitu kita kerumah tante saja ya!"

Kami kembali melanjutkan perjalanan dengan mobil tante Anisa. Di sepanjang perjalanan aku hanya menoleh ke kiri, karna aku sendiri malu dengan keadaanku yang seperti ini.

Tante Anisa semakin menambah kecepatan mobilnya, mungkin ia tak sabar ingib cepat sampai. Setelah satu jam perjalanan, mobil tante Anisa berhenti di sebuah Rumah yang sangat besar, megah dan mewah.

"Ayo Put turun!!" ajak tante Anisa padaku.

"Ia tante"

Aku berjalan mengikuti langkah tante Anisa, aku menoleh kanan dan kiri halaman rumah yang cukup luas dan di hiasai bunga-bunga dan air mancur. Kini tante Nisa sampai di depan rumah dan tante Nisa pun menoleh kebelakang.

"Putra ayo cepet buruan!!"

"Ia tante" aku langsung berjalan setengah berlari karna aku tertinggal olehnya.

"Bik.. Bibik... " teriak tante Nisa saat sudah memasuki Ruang tengah.

"Ia Nyonya ada apa?" tanya seorang separu baya yang datang menghampiri tante Nisa

"Bik siapin baju Bima yang paling kecil dan siapin makan untuk Putra ya Bik!!" perintah Tante Nisa pada perempuan itu

"Baik Nyonya" dan perempuan separu baya itupun pergi meninggalkan kami

"Putra kamu sekarang mandi dulu ya, habis itu kamu makan nanti baru cerita sama tante ya!!"

"Ia Tan"
Tante Nisa pun mengantarku kekamar mandi, aku bergegas mandi dan memakai baju yang telah di sediakan. Walau bajunya sedikit kebesaran tapi bajunya sangat bagus sekali dan aku sangat nyaman memakinya.

Aku dan tante Nisa saat ini berada di meja makan. Aku makan dan tante nisa hanya melihatku yang makan sangat lahap.

"Put makanya yang banyak ya!!" perintah tante nisa di sela-sela ku makan

"Ia tan, ini juga Putra makanya banyak kok"

Setelah selesai makan, aku di bawa ke ruang tengan dengan tante Nisa. Aku duduk berhadapan dengan tante Nisa.

"Sekarang kamu cerita ya Put, kok kamu bisa sebatang kara, memangnya orang tua kamu kemana?"

"Dua bulan yang lalu rumah kami tekena bencana banjir. aku, Mama, Papa dan Adekku terpisan entah kemana. Akupun tak tau apa mereka masih hidup atau sudah meninggal sampe sekarang belum ada kabar tentang mereka" begitulah ceritanya tante

"Terus kamu tinggal dimana, siapa yang kasih makan kamu, dan bagai mana dengan sekolah kamu?"

"Em.. Saya tinggal sendirian di rumah kardus tan, bekerja sebagai pemulung demi mencari sesuap nasi dan saya juga putus sekolah kelas satu SMA tante" aku langsung menundukan kepalku aku tak mau muka sedihku terlihat oleh tante Nisa.

"Wah kasihan sekali nasipmu, orang sebaik kamu tak pantas hidup seperti itu. Gini Putra, mau gak tinggal di sini sama tante nanti tante bisa ngomong sama Om dan juga Bima, gimana?" tanya Tante Nisa padaku

"Tapi aku takut merepotkan tante dan semua orang yang ada di sini?"

"Sudah-sudah tenang saja tante bisa atur semuanya, apa yang kamu lakukan itu sudah sangat membantu keluarga kami, coba saja surat penting itu jatuh ke tangan orang lain tante gak bisa bayangin marahnya seperti apa suami tante. yuk sekarang kita pergi" ucapnya yang langsung menggandeng tangan kananku

* * *

Aku kembali naik kemobil, saat ini aku nyaman sekali memakai baju ini tidak terasa gatal seperti bajuku tadi.
Aku melihat kearah tante Nisa kulihat sepertinya ia sedang bahagia sekali, ia senyum-senyum sendiri tapi entahlah aku juga tak mengetahua apa yang membuatnya bahagia seperti ini.
Setelah sekian lama perjalanan, tante Anisa pun memarkirkan mobilnya. Aku dan tante Nisa mulai berjalan di tempat ramai ini. Aku saja tak tahu ini tempat apa tapi yang jelas tempatnya sangat ramai sekali.

"Put, kita mampir kesini dulu ya, kamu boleh pilih baju mana yang kamu mau!!"

"Aku bingung tante milihnya, habisnya disini banyak sekali bajunya" ucapku sambil garuk kepala yang sebenarnya tak gatal.

"Yasudah sini tante pilihin ya put"
Aku hanya mangut-manggut dan melihat tante Nisa yang sangat sibuk memilah dan memilih baju untukku, sedangkan aku hanya diam dan mematung disini.

"Putra sini!!" panggil tante Nisa yang sudah jauh dari posisiku saat ini
Akupun segera mendekat ke tante Nisa dan ternyata tante Nisa mau mencoba ukuran baju untukku.

"Nah yang ini bagus put, kamu suka gak?" tanya tante Nisa yang masih sibuk menjajakan baju di tubuhku

"Ia tan Putra suka kok"

Setelah berkeliling lebih dari dua jam, akhirnya kamipun pulang. Tante Nisa belanja baju sangat banyak sekali untukku.

* * *

Setelah sampai di Rumah aku membantu tante Nisa membawa belanjaan yang sangat banyak. Huff.. Cape juga bawa barang sebanyak ini, padahal semua ini adalah bajuku semua, tante Nisa terlalu baik menurutku belanja sebanyak ini pasti mahal.

Aku berjalan di belakang tante Nisa, kini aku dan tante Nisa mulai masuk kedalam Rumah. Aku dan tante Nisa berhenti dan menaruh semua belanjaan yang kami bawa di ruang tengah.

"Eh siapa lu, ngapain lu pake baju gue?" tanya seorang laki-laki yang ku tapsir sedikit lebih tua dariku
"Bima gak boleh gitu sayang..., dia Putra mulai hari ini dia akan tinggal bersama kita" jelas tante Nisa ke kelelaki itu

"Putra perkenalkan ini Bima anak tante" ucap tante Nisa memperkenalkan anaknya padaku.

"Saya putra" ucapku sambil menyodorkan tangan kananku.

"Bima ayo kenalan sama Adik baru kamu!!" perintah tante Nisa ke Bima

Bima hanya diam tak bergeming, saat ini ia malah duduk di sofa dan menyalakan TV.

"Apa Ma, adek baru? Ogah!! Bima gak mau punya adek" Bima pun langsung pergi meninggalkan aku dan tante Nisa di ruang tengah

"Putra maafin Bima ya, dia memang suka gitu tapi tante yakin ko, nanti lama-lama Bima pasti akan bisa neriman kamu" ucap tante meyakinkanku

Iya tan Putra ngerti kok dan Putra juga harus sabar ngadepin kak Bima.

* * *

Di meja makan.

Malam ini aku, Om Irwan, tante Nisa dan kak Bima makan bersama di meja makan. Aku di sebelah kak Bima, sesangkan tante Nisa dan Om Irwan duduk bersebelahan di depan kami.

"Putra mulai hari ini kamu tinggal dengan kita di sini, kamu panggil tante Nisa Mama panggil Om dengan sebutan Papa dan panggil Bima kakak ya!!" ucap Om Irwan di sela-sela makan yang memecahkan keheningan.

"Iya Om, eh iya Pa" ucapku gugup

"Papa sama Mama apa-apaan sih masa anak gembel gini mau di jadiin angota keluarga kita? Yang bener saja dong Pa" protes kak Bima yang tak menerima keadaanku.

"Bima gak usah protes, mulau besok Putra juga akan sekolah di sekolahmu, kamu jagain adek barumu ya!!" ucap Papa yang tak mau di bantah

"Ha? Dia mau satu sekolah sama Bima Pa? Ogah pokonya Bima gak mau deket-deket dengan anak gembel ini" ucap kak Bima yang langsung pergi meninggalkan makanannya yang belum habis.

Mama memberhentikan aktivitas makanya dan menoleh ke arah Papa

"Ma, Pa mending Putra pulang saja ya, kak Bima benar putra cuma anak gembel dan putra tak pantas berada di keluarga ini" ucapku merasa bersalah atas semua ini

"Putra gak boleh ngomong gitu ya, Putra bukan gembel putra anak yang baik ko" ucap Papa yang meyakinkanku

"Iya sayang.. Putra jangan ngomong gitu ya, kita disini semua sayang kok sama Putra, yuk lanjutin makannya!!" Mamapun tersenyum ikut meyakinkanku

"Iya Ma, Pa Putra janji akan menjadi anak yang baik dan putra juga janji akan ngeyakinin kak Bima" ucapku sambil tersenyum"Nah gutu dong" ucap mama membalas senyumku

Akhirnya Aku, Mama dan Papa bersegera menyelesaikan makan malam.

Mulai dari tadi siang sampai malam ini aku bahagia sekali, aku mendapatkan keluarga baru yang sangat baik, ya walau kak Bima masih belum bisa menerimaku tapi aku tak akan menyerah meyakinkan dia. Aku tak boleh menyia-nyiakan kepercayaan Mama dan Papa yang telah di berikan ke padaku.
Aku janji Ma, Pa akan buat kalian bangga denganku karna aku sayang sama kalian aku sayang dengan keluarga baruku ini terima kasih Tuhan...

* * *

Tok tok tok
Suara ketukan tangan Mama mengetuk pintu kamar kak Bima.

"Bima, buka sayank!!" beberapa detik Mama masih menunggu Kak Bima membukakan pintu namun tak ada tanda-tanda pintu akan dibuka

"Bima.. Buka pintunya sayang!!" ucap Mama dengan suara setengah teriak

Tak berapa lama kak Bima pun membukakan pintu kamarnya.

"Ada apa Ma?" tanya kak Bima yang langsung kembali berbaring di tempat tidurnya.

"Begini Bima, Putra satu kamar ya sama kamu" ujar Mama menjelaskan ke kak Bima

"Ha ? Satu kamar sama gembel ini Ma, gak salah apa, kenapa dia gak tidur di kamar lain saja Ma.. Kan rumah ini banyak kamar kosong?" protes kak Bima yang tak terima dengan keputusan Mama.

"Putra gak berani tidur sendirian sayang" jelas Mama lagi

"Yaelah kaya cewek saja sih penakut amat jadi cowok" ucap kak Bima sambil memutar bola mata

"Sudah-sudah jangan banyak protes, Putra sini sayang masuk, kamu tidur sama kak Bima ya!!"

"Iya Ma" jawabku sambil manggut-manggut

Mamapun meninggalkan aku dan kak Bima di kamar ini. Aku takut dengan sikap kak Bima yang dingin dan tak suka padaku. Di depan Mama dan Papa saja kak Bima suka marah-marah, apalagi tak ada mereka pasti aku bisa-bisa di siksa ih serem amat sih.

"Eh gembel ngapain lo malah diam di situ? Tidur sinih" perintah Kak Bima mengagetkanku

"Ia kak" akupun meberanikan diri mendekati kak Bima yang sedang berbaring dan membaca sebuah novel

"Eh lo itu dari mana sih, bisa-bisanya Mama dan Papa angkat lo jadi anaknya? Emang apa sih yang bisa di banggain dari lo?"

"Aku menemukan dompet Mama yang jatuh kak, dan aku kembalikan ke Mama" jawabku yang sambil menundukan kepala
"Kenapa Mama gak kasih lo duit aja tanda terima kasih, selesaikan?" kini nada ucapan kak Bima semakin tinggi, aku bisa maklumi ko tapi aku takut dengan sikapnya yang kasar kalo bicara

"Eh jawab malah nangis cengeng amat si lo jadi cowok"

"Mama juga tadinya ngasih duit ke aku kak, tapi aku gak mau"

"Ah dasar lo nya aja belagu, udah miskin saja sok jual mahal"

Aku diam tak menjawab omongan kak Bima barusan. Aku tak mau berdebat berkepanjangan dengan kak Bima. Kini aku keluar teras kamar kak Bima, disini aku hanya duduk sendirian.

Aku tau kok kak, kenapa kakak tak bisa menerima ku, mungkin karna aku dari golongan orang miskin atau karna warna kulitku sedikit kecoklatan, sedangkan kak Bisa berbadan ideal. Ia berkulit putih berambut lurus dan bermata sipit, dan satu lagi ada lesung pipit di sebelah kirinya yang membuat senyumnya menjadi indah.

Tapi aku akan selalu berusaha menghormati kak Bima sebagai kakak ku, lagi pula aku anak sulung jadi aku memang tak pernah merasakan gimana rasanya punya seorang kakak, ya walau hanya kakak angkat.

Setelah kurasa angin sudah mulai dingin akupun masuk kekamar dan mengunci pintu. Kulihat kak Bima sedang sibuk maikan ponselnya, namun aku tak mau cari masalah. Aku langsung tidur di sebelah kanan Kan Bima dan membelakanginya.

* * *

Pagi ini aku bangun pukul 05:00. Kulihat kak bima masih tertidur pulas. aku segera meraih handuk dan melangkah kekamar mandi yang ada di kamar kak Bima.

Setelah selesaia mandi aku memakai seragam putih abu-abu baruku. Aku hari ini mulai melanjutkan sekolah lagi yang dulu sempat terputus waktu kejadian bencana alam di kampungku. Aku sekolah kelas satu SMA sedangkan kak Bima sekolah kelas tiga SMA.

Merasa sudah siap rasanya aku ingin sekali membangunkan kak Bima, namun aku takut nanti kak Bima marah padaku. Ah sudahlah biar Mama sajalah yang membangunkannya mungkin kak Bima sudah biasa bangun siang.
* * *

Aku langsung menuju dapur melihat bik Tati yang sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk keluarga di rumah ini. Aku berjalan dan mendekat ke arahnya

"Bik biar aku bantu ya?" tanyaku ke bik Tati yang sedang sibuk mengeluarkan roti tawar dan menaruhnya kepiring besar berwarna putih

"Eh tidak usah Den, nanti saya dimarahin sama nyonya" tolak bik Tati yang tak mau ku bantu

"Enggak ko bik, sinih biar aku bantu ya bik" ucapku memaksa

Bik Tati hanya diam melongo melihat tingkahku. Mungkin menurutnya aneh kali ya? Tapi menurutku biasa saja. Kini bik Tati sibuk dengan aktivitas lainya, kulihat saat ini ia sedang membuat susu di beberapa gelas.

"Den sudah den, biar bibi saja" ucapnya memohon

"Bibi kenapa sih bik takut amat" tanyaku bingung pada bibi

"Bibi kan takut di marah sama nyonya besar kalo tau den Putra bantuin bibik"

"Tenang saja bik, nanti biar Putra yang ngomong sama Mama" ucapku meyakinkan Bibi yang sedang ketakutan

Selesai manyusun roti akupun membawanya ke meja makan, sedangkan Bik Tati masih sibuk membuat nasi goreng.

"Hem.. Bau aromanya sepertinya enak banget Bik?" godaku ke Bibi saat aku kembali kedapur menghampirinya

"Ah Den Putra bisa saja, Den Putra suka juga ya nasi goreng?"

"Iya Bik Putra suka banget sama nasi goreng, dulu waktu Putra masih sama Mama Putra, Putra sering banget Bik di buatin nasi goreng"

"Oya?" ujar Bibi tak percaya

"Ye.. Bibi mah di bilangin malah gak percaya" ucapku jengkel sambil menggelembungkan pipiku.

"Iya-iya Bibi percaya ko Den"

Pagi ini aku semakin dekat dengan Bik Tati bahkan aku senang bisa membantu menyelesaikan tugasnya yang begitu banyak.

"Putra.. Ngapain di dapaur sayang?" tanya Mama yang mengagetkanku

"In.. Ini Mah, bantuin Bik Tati" ucapku sambil menoleh Bik Tati yang saat ini sedang memegang kedua telapak tanganya dan menundukak kepala

Kulihat Bik Tati sangat ketakutan, apa Mama suka galak ya sama Bi Tati? Tapi entahlah aku juga belun tau.

"Lain kali gak usah seperti ini sayang" ucap Mama melarangku.

"Iya Ma, maaf"

"Yasudah sinih..!! Oya kak Bima sudah bangun belum Put?" tanya Mama lagi

"Tadi sih belum Ma, Putra mau bangunin tapi takut kak Bima marah jadinya gak jadi deh"

"Yasudah kamu tunggu di meja makan saja ya, Mama mau bangunin Kak Bima dulu" ucap Mama yang sambil berlalu meninggalkanku di meja makan.

Aku hanya diam di meja makan, melihat menu makanan sebanyak ini. Huf.. Enak ya jadi orang kaya, pagi-pagi semua makanan sudah siap di meja makan, gak sepertiku kemaren yang harus kerja dulu seharian baru bisa makan. Tapi syukuri saja lah semua rizki seseorang Tuhan yang atur.

"Pagi Putra" sapa Papa yang baru tiba di meja makan

"Pagi juga Pa" balasku sambil senyum ke Papa

"Loh kok sendirian Put, Mama sama Bima mana?" tanya Papa yang saat ini sedang menggeser kursinya.

"Mama lagi kekamar kak Bima Pa, tadi si Putra mau banguni kak Bima tapi takut kak Bimanya marah, gak jadi deh"

"Anak itu kebiasaan deh kalo bangun pasti selalu telat" ucap Papa kesal

Saat ini aku dan Papa masih menunggu Mama, dan Kak Bima datang. Hari ini aku senang sekali karna aku bisa sekolah lagi. Ya Tuhan.. Semoga kebaikan Papa dan Mama di balas dengan apa yang telah ia lakukan padaku, Amin..

Akhirnya tak lamapun Mama dan kak Bima datang. Mama duduk di sebelah Papa dan Kak Bima duduk di sebelahku.

"Bima nanti di sekolah Adeknya di jaga ya, Putra kan masih baru takut ada yang jail sama dia" pesan Papa disela-sela sarapan

"Ah ogah Pa, Putra kan udah gede pasti dia juga bisa jaga diri kok Pa" tolak Kak Bima keberatan

"Sayang.. Gak boleh gitu ah sama Adeknya!!" ucap Ma yang ikut membelaku

"Gak papa ko Ma, Pa Putra bisa jaga diri kok"

Setelah sarapan aku dan kak Bima pamit sama Mama dan Papa, kami kesekolah mengendarai sepeda motor.

(Bersambung...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar