Rabu, 27 Januari 2016

Percintaan Sedarah
Epesode 02
-----------
By. Aby Anggara
======================

*-*-*

Alfan dan Arlan sudah bersahabat sejak lama, kini mereka bersekolah di salah satu SMA dan sedang menempuh kelas tiga smester awal. Sedangkan Reza dan Alfin masih di kelas satu SMA.

Alfan masih memperhatikan laki-laki itu, dengan baju yang sedikit kusut dan warna yang agak kekuningan. Saat ini, laki-laki itu duduk sendirian di halte itu karna semua orang baru saja menaiki bus yang baru saja berlalu.

"Boleh aku duduk di sini?" tanya Alfan pada laki-laki itu. Ia menoleh Alfan lalu bergeser dari posisinya dan memberi ruang untuk Alfan.

"Silahkan!" singkatnya.

"Aku Alfan" ujar Alfan mengulurkan tangannya. Ia tersenyum lalu ia pun mengulurkan tangannya dan mereka bersalaman.

"Aku Afin Ariski, panggil saja Alfin"

"Hah...kok?" mata Alfan membulat seperti tak percaya.

"Kenapa?"

"Kok nama kita depannya hampir sama?"

"Cuma kebetulan saja kali"

"Oh.. Yasudah tidak apa-apa kamu kelas berapa?"

"Satu"

"Trus, kenapa kamu tak ikut bus yang dari tadi berhenti di halte ini? Bukankah kamu di halte ini sedang menunggu bus?"

Alfin tiba-tiba tertunduk tak bersemangat, wajahnya seperti orang yang sedang merasa kesedihan.

"Aku tidak tahu harus naik bus yang jurusan kemana" jawabnya masih menundukkan kepalanya.

"Memangnya kamu orang baru di sini?"

"Dulu waktu kecil aku tinggal di rumah Nenek, tapi waktu usiaku 12 tahun Ibuk mengajaku pindah ke Bandung dan baru beberapa hari ini kami kembali lagi ke sini, kerumah Nenek"

"Oh gitu" ujar Alfan manggut-manggut memahami perkataan Alfin. "Kamu ingat alamat rumah Nenekmu?" lanjutnya.

"Ingat kok, Jl Mawar Blok H"

"Yasudah ayo ikut aku!" Alfan lalu turun dari halte itu dan menuju sepeda motornya. "Ayo naik!" Alfin segera naik dan duduk di belakang Alfan. Alfan mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan sedang.

Selama dalam perjalanan mereka tak terlibat dalam suatu obrolan, Alfan hanya diam dan begitu juga dengan Alfin. Tak sampai satu jam mereka pun telah sampai di rumah Neneknya Alfin. Bangunan yang berdinding setengah permanen dengan cat warna hijau muda. Atas petunjuk dari Alfin, Alfan berhenti tepat di depan rumah itu, dan seorang Nenek terlihat sedang duduk bersantai di teras rumahnya. Alfin segera turun dan Alfan pun mematikan mesin sepeda motornya.

"Ayo Kak, masuk dulu?"

"Kakak?"

"Eh maaf, gak boleh ya aku panggil Kakak?"

"Boleh kok, panggil saja Kak Al, ya!"

"Iya"

"Yasudah aku pulang dulu ya, Fin?"

"Ka Alfan, eh.. Kak Al gak mau masuk dulu apa?"

"Lain kali saja ya?"

"Yasudah, makasih ya Kak?"

Alfan tersenyum lalu berlalu meninggalkan Alfin yang masih berdiri di depan pintu rumahnya. Alfin kemudian menghampiri Neneknya dan bersalaman mencium tangan Neneknya.

"Ibuk gimana Nek?"

"Ibumu masih di kamar Fin"

"Yasudah Nek, Alfin masuk dulu ya mau ganti baju"

Alfin kemudian masuk kedalam dan menuju kamar Ibunya. Ia perlahan membuka pintu kamar Ibunya dan pandangannya terlihat patah semangat saat ia melihat Ibunya masih terkulai lemas di atas tempat tidurnya. Ia berjalan dan menghampiri Ibunya yang sedang tertidur pulas. Alfin memegang tangan Ibunya dan menciumnya.

"Maafin Alfin ya Buk, Alfin belum bisa bawa Ibuk kerumah sakit. Alfin sayang sama Ibuk, semoga Tuhan segera memberi rizki untuk kita ya Buk, biar Ibuk bisa segera berobat"

"Kamu sudah pulang Fin?" ujar Maryam yang baru saja terbangun dari tidurnya. Maryam adalah nama Ibunya Alfin yang selalu menyayangi anaknya.

"Iya Buk, Alfin baru saja pulang"

"Ganti baju, lalu makan ya Fin!" ujar Maryam sembari menghapus air mata Alfin.

"Iya Buk, Alfin tinggal dulu ya Buk?" Maryam hanya mengangguk dan Alfinpun segera meninggalkan kamar Ibunya. Saat Alfin sampai di depan pintu kamarnya, seketika ia mencium aroma yang tak asing lagi baginya. Ia segera membuka pintu kamarnya, dan ia tersenyum mencoba menghibur dirinya sendiri lalu berjalan dan duduk di tempat tidurnya yang hanya beralaskan kasur lantai yang sangat tipis. Pandangannya tertuju pada sebuah foto yang ia letakkan di atas meja belajarnya. Ia meraihnya dan matanya kembali berkaca-kaca saat melihat foto itu. Di album berukuran lima in itu terdapat foto Ayahnya yang sedang bersandar di samping mobil truk dengan tangan kanan yang berpegangan kaca spion. Di foto itu Ayahnya tersenyum bahagia dan terlihat sangat gagah.

"Yah..? Kenapa Ayah begitu cepat pergi. Alfin gak sanggup Yah kalo seperti ini terus, andai saja Ayah masih ada, pasti Alfin gak sesusah ini. Alfin bingung Yah mau cari uang kemana buat berobat Ibuk" Alfin menangis sambil memeluk foto Ayahnya.

"Fin....?" panggil Nenek dari luar kamarnya.

"Iya Nek?" dengan cepat Alfin menaruh foto Ayahnya dan menghapus air matnya.

"Setelah ganti baju buruan makan, Nenek sudah masak sayur sup kesukaanmu"

"Iya Nek.." teriak Alfin dari dalam kamarnya, ia kemudian berganti pakaiannya dan keluar kamar menuju dapur. Ayahnya Alfin adalah seorang sopir truk yang selalu membawa muatan beras, namun Ayahnya meninggal akibat kecelakann kerja karna truk yang di kendarai oleh Ayahnya terperosot ke jurang.

*-*-*

Alfan baru saja sampai di rumahnya, dengan cepat ia memasuki rumahnya lalu dengan setengah berlari ia menaiki anak tangga menuju kamarnya. Sesampai di kamarnya ia melemparkan tas sekolah ke tempat tidurnya, lalu berbaring terlentang dengan kedua kaki yang masih berada di atas lantai. Wajahnya mengadah ke langit-langit kamarnya, dan sesekali wajahnya tersenyum bahagia.

"Ah sial, kenapa aku tadi lupa minta nomor ponselnya?" ujar Alfan menggerutu pada dirinya sendiri. "Ah sudahlah, besok aku masih punya waktu"

Alfan segera bangkit dari tidurnya dan berganti pakaian, setelah selesai ia keluar kamar dan menuju meja makan. Saat ia melihat Mamanya yang sedang menemani Reza makan siang, ia langsung memutar tubuhnya berbalik arah.

"Al..?" sapa Mamanya. Alfan lalu berhenti dengan tubuhnya yang masih membelakangi Mamanya dan Reza.

"Ya, Ma?" Alfan lalu memutarkan tubuhnya kembali mengahadap mereka.

"Kenapa gak jadi makan?"

"Em.. Nanti saja Ma, Alfan belum lapar kok" Alfan lalu berjalan meninggalkan ruangan itu dan menuju pintu belakang. Ia duduk di kursi yang berada tak jauh dari kolam renang.

Tung!!!

Terdengar suara nada bbm di ponselnya, Alfan segera membukanya.

'Main dong Al kerumah, bete nih gak ada temen'

Alfan tersenyum saat mendapat bbm dari Arlan sahabatnya.

'Mau maen apa memangnya?'

'Ya terserahlah, mau tanding ps, Basket, atau apa pokoknya aku layani deh'

'Ogah, lagi gak mood >_< '

'Eh.. Dasar ni anak, gak seru banget dah'

Alfan tak lagi membalasnya, ia hanya tersenyum dan me readnya saja. Ia menaruh kembali ponselnya kedalam saku celananya dan kembali duduk bersantai. Tak berselang lama, Reza pun datang menghampirinya, ia berjalan dengan penuh hati-hati mendekati Alfan.

"Ka Alfan kok tadi gak jadi makan, pasti gara-gara ada Reza ya di meja makan?" Alfan menoleh pada Reza, menatap dari atas sampai kebawah, lalu ia membuang pandangannya membelakangi Reza. "Kak Al kenapa sih selalu cuek sama Reza, aku kan Adiknya Kakak?" protes Reza tak terima. Alfan berbalik arah dan menatap wajah Reza dengan pandangan yang sangat tajam, penuh kebencian.

"Bisa gak sih gak usah ganggu, sebentar saja!" Alfan lalu beranjak dari tempat duduknya dan meningalkan Reza sendirian. Reza menatap Alfan yang meninggalkannya hingga menghilang di balik pintu belakang.

"Kapan sih Ka Al bisa bersikap hangat sama Reza?" ujar Reza lirih, ia kemudian duduk di kursi yang tadinya diduduki oleh Alfan.

"Arlan..?" kata Alfan kaget saat ia melihat Arlan tiba-tiba sudah di depan rumahnya, Arlan yang masih duduk di atas sepeda motornya hanya tersenyum geli saat merasa sudah berhasil membohongi Alfan.

"Kenapa, kaget?"

"Abisnya kamu iseng banget dah, udah di depan rumas saja pake bbm segala"

"Yee.. Gak papa kali, oya Reza mana Al?"

"Di kolam renang"

"Yaudah, aku kesana dulu ya?"

Alfan tak menjawabnya, Arlan langsung masuk kerumah Alfan dan menuju kolam renang yang ada di belakang. Sangking akrabnya dengan Alfan dan Reza, Arlan sudah di anggap seperti anaknya sendiri oleh Mama dan Papanya Alfan.

Arlan berdiri di pintu belakang, melihat Reza yang sedang membelakanginya. Ia duduk dikursi dan merangkul kedua kakinya dengan dagu yang ia letakkan di atas kedua lututnya. Pandangannya kosong dan Reza terlihat sedang merenungi nasipnya yang tak pernah tau kenapa Alfan yang selalu acuh padanya.

Arlan berjalan dengan kaki yang berjinjit agar kakinya tak mengeluarkan suara. Ia tertawa tanpa suara saat sudah berada di belakang Reza. Saat ini Reza masih saja tak bergeming dari posisinya dengan durasi yang sangat lama. Alran tersenyum lalu dengan kedua tangannya ia menutup mata Reza dengan sangat kencang. Reza tersenyum dan memegangi tangan Arlan mencari tau tangan siapa yang sedang menutup kedua matanya.

"Ka Al udah gak marah lagi ya sama Reza?" ucap Reza penuh antusias. Arlan hanya diam tak menjawabnya, dengan tangan yang masih menutup kedua mata Reza. "Kok Kakak malah diam sih? Reza minta maaf ya Kak kalo selama ini Reza punya salah sama Ka Alfan" lanjut Reza. Arlan perlahan melepas tangannya dan duduk di belakang Reza. Dengan cepat Reza menoleh kebelakang, dan senyumannya sedikit demi sedikit memudar saat yang ia dapati bukan Alfan, tetapi seseorang yang bukan ia harapkan yaitu Arlan.

"Ka Arlan? Maaf ya Kak, kirain tadi Ka Alfan" ujar Reza kaget.

"Iya gak papa, Alfan masih dingin yang sama Reza?" Reza mengangguk tak besemangat. "Sabar ya Za, nanti Ka Arlan bicara lagi sama Alfan. Jangan sedih lagi dong, nih Ka Arlan bawain coklat buat Reza" Arlan menyodorkan beberapa batang coklat ke Reza, Reza menatap wajah Arlan dan Arlanpun mengangguk.

"Makasih ya Kak" ujar Reza sambil meraih coklat dari tangan Arlan. Arlan tersenyun lalu mengusap rambut Reza dengan sangat lembut.

*-*-*

"Al...? Buruan turun, waktunya makan malam sayang!"

"Iya Ma, bentar lagi Alfan juga turun ko"

"Yasudah, Mama tunggu di bawah ya?" ujar Mamanya lalu kembali kemeja makan.

Alfan segera turun menuju meja makan, ia langsung saja duduk di depan Mamanya.

"Reza mana Al, kok gak ikutan makan?" tanya Papanya.

"Ya mana Alfan tau lah Pa, orang aku juga gak liat dia kok"

"Malam Ma, Pa" kata Reza yang baru saja datang.

"Malem sayang"

"Eh Za, tadi pas Papa makan di Mall sama klayen, kebetulan Papa liat ada pameran PS keluaran terbaru loh"

"Iyakah?" singkat Reza.

"Iya dan Papa beli buat kamu, tapi awas loh kalo kebanyakan main sampai nilaimu jelek"

"Gak lah Pa, kan Reza rajin belajar"

"Bagus deh kalo gitu, ini baru jagoan Papa"

Tiba-tiba trdengar suara geseran kursi, dan benar saja, Alfan sudah berdiri dari tempat duduknya.

"Mau kemana Al?" tanya Mamanya.

"Mau kekamar Ma, Alfan gak jadi laper" Alfan lalu pergi meninggalkan meja makan yang belum di mulai.

"Al kenapa tuh Ma, kok gak jadi makan?" tanya Papanya heran.

"Pa..? Kenapa sih Papa gak bisa adil sama anak? Jangan cuma Reza dong pa yang selalu di beliin ini, itu. Jadi gini kan?"

"Ma..? Al itu sudah besar, jadi gak sepantasnya dia itu iri sama Adiknya, lagian waktu dia seusia Reza, dia juga sering gonta-ganti PS kan?"

"Tapi kan-"

"Sudah-sudah, nanti saja bicaranya, sekarang kita makan dulu, Papa udah laper"

Suasana di meja makan lagi-lagi berakhir tak menyenangkan, Reza semakin merasa bersalah atas semua ini dan dia baru menyadari kenapa Alfan selalu membencinya.

"Ma, Pa? Reza kekamar dulu ya?"

"Loh kok gak jadi makan Za" tanya Mamanya.

"Reza makannya nanti saja, Ma"

Reza lalu berjalan menuju kamarnya, menaiki tangga dan berhenti di depan kamar Alfan. Ia sangat ingin sekali mengetuk pintu kamar itu dan bicara dengan Alfan, tapi Reza takut kalau Alfan akan memarahinya lagi. Sekali lagi ia menatap pintu kamar itu, namun akhirnya pilihannya jatuh untuk mengurungkan niatnya dan memilih kembali kekamarnya.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar