Jumat, 22 Januari 2016

Maafkan Aku Ibu
Part 05
-------------------
By. Aby Anggara
===========================

***

Aku masih melirik ke ka Raffa yang masih memperhatikanku, ka Raffa pasti sudah tak sabar menunggu pertanyaanku. Aku menutup buku yang masih kupegang dan menaruhnya di atas meja kecil di samping ranjangku.

"Orang udah serius siap dengerin malah diem" protes ka Raffa kesal. Aku membenarkan posisi duduku agar terasa menyandar lebih nyaman.

"Kak ini ada sms dari Ferra" kataku mengembalikan hp ka Raffa yang dari tadi sore dipinjamkan denganku. Ka Raffa menerima hp nya namun matanya masih mematapku dengan tatapan yang tak dapat kuartikan.

Ia segera membuka inbox dan ka Raffa tersenyum. Tapi sepertinya ia tak merasakan kalo ada yang spesial, mungkin aku saja yang tak pernah berpacaran jadi melihat kata-kata seperti itu sudah cukup membuatku senang kalo menjadi dirinya.

"Kenapa dengan sms ini Fi?" tanya ka Raffa dan mengerutkan dahinya

"Loh ka Raffa tak menangkap arti apa-apa dari kata-kata didalamnya?" ia malah tersenyum membuatku menjadi bingung.

"Ini kan sms biasa kali Fi"

"Biasa? Bukankah dia meminta kesetiaan dari ka Raffa? Dan sepertinya dia benar-benar sayang sama ka Raffa?"

"Kamu belum pernah kan pacaran? Jadi kamu menganggapnya seperti itu"

"Kak, bukankah dalam Agama kita memang dilarang berpacaran? Dan dalam Islam gak kenal yang namanya pacaran kan? Lagi pula ngapain musti selingkuh sih kak, gak kasihan dengan Ferra apa?"

"Uda ah ka Raffa gak mau ribut, kakak ngantuk mau tidur"

"Kan ka Raffa belum sholat Isya'?"

"Males ah, udah ngantuk"

Uh kak Raffa langsung saja tidur membelakangiku. Dasar ka Raffa memang begitu orangnya rada sedikit bandel, makanya Abi suka murka denganya. Aku ikut membaringkan tubuhku dan tidur di sebalah ka Raffa.

***

Aku meninggalkan ka Raffa yang masih memarkirkan motornya. Aku berjalan menuju kelas. Seketika aku mendengar suara seseorang memanggil namaku, aku berpaling memutar tubuhku ternyata Meisya yang memanggilku. Ia berjalan dengan sedikit berlari kecil mendekatiku.

"Ada apa Sya?" tanyaku saat ia baru sampai. Nafasnya sedikit tak teratur terdengar memburu lebih cepat.

"Fi thanks ya pilihan novel lo kemaren... Gue suka banget"

"Syukur deh kalo kamu suka Sya, aku juga seneng dengernya"

"Oya Fi besok lo ulang tahun ya? Kok gue gak di undang?"

"Kok kamu tau kalo aku besok ulang tahun Sya?"

"Gue liat di profil facebook lo Fi"

"Oh.. Iya memang bener aku dan ka Raffa besok ulang tahun yang ke 18 Sya, tapi kami tak pernah merayakanya, karna dalam ajaran Agama kami memang tidak mewajibkanya"

"Oh gitu ya Fi" aku hanya mengangguk.

"Oya Sya aku ada sesuatu nih buat kamu" Meisya tersenyum. Aku segera mengeluakan sesuatu dari tasku dan memberikanya pada Meisya.

"Ini apa Fi?" tanya Meisya penasaran. Ia masih memperhatikan benda yang kubungkus kertas kado berwarna batik dan dilingkari tali pita berwarna hijau di sekelilingnya.

"Buka saja Sya!" dengan sangat hati-hati dan perlahan ia membukanya.

"Buku panduan sholat lengkap?" kata Meisya sambil membacanya dan seketika menatap kearahku.

"Iya Sya, semoga kamu suka ya bacanya!"

"Sya..!!" sapa Tari dari kejauhan. Ia berjalan kearah ku dan Meisya. Uh ini dia pacarnya ka Raffa, ngapain sih dia kesini. Gumamku kesal.

"Sya kamu kenal dengan Tari?"

"Iya dia duduk bersebalahan dengan gue Fi, emang kenapa?"

"Gak papa kok, aku duluan ya Sya?"

"Fi bentar gue belum selesai ngomong sama lo" aku tak menggubris perkataan Meisya, karna aku sangat tak suka dengan kehadiran Tari. Entahlah mungkin karna dia pacarnya ka Raffa jadi aku tak menyukainya.

***

Aku dan Efan sedang duduk bersama di kantin. Kami memang sangat dekat, cuma dia orang satu-satunya yang bisa memahami keadaanku, tapi bukan berarti Efan sudah tau kalo aku seorang gay.

"Fi pinjem hp kamu dong?" ucap Efan disela-sela makanya. Jujur aku sangat keberatan kalo orang lain meminjam barangku yang satu ini, karna hp adalah barang yang sangat pribadi menurutku. Apalagi di hp ku ada foto yang seperti itu, ya tentu saja aku takut ketahuan.

"Eh mau ngapain emangnya Fan?"

"Mau minta nomor hp nya Meisya Fi, kan kemaren aku belum sempet menyimpanya"

"Yee.. Kalo mau itu doang sih aku sebutin saja ya Fan?"

"Oke deh" ia segera membuka hpnya untuk menyalin nomor Meisya. Haha mungkin si Efan suka dengan Meisya.

"Hei kalian disini kok gak ngajakin gue lagi?" protes Meisya yang langsung duduk di sebelahku.

"Eh panjang umur lo Sya, baru saja kita omongin kamu" jelas Efan ke Meisya

"ngomongin gue? Hayo ngomongin tentang apa?"

"Ah kepo kamu Sya, ini kan urusan cowok"

"Hem.. Ya ya ya! Yaudadeh kalo gak boleh tau, Fi kok lo diam aja?"

"Eh gak papa kok Sya, oya kamu mau makan apa?"

"Aku mau dipilihin lo aja Fi, abisnya pilihan lo selalu gue suka"

"Ye.. Ada yang lagi gembel ni" celetuk Efan.

"Eh Fan gombal kali bukan gembel, tapi gue gak lagi gombal ko Fan, gue serius kali"

"Udah jangan pada berantem! Tunggu bentar ya Sya, aku pesenin makanan dulu buat kamu"

"Thanks ya Fi"

Baru saja aku berdiri kulihat Tari datang menghampiri kami disini. Aku seolah tak menganggapnya ada dan aku terus saja melangkah.

"Raffi tunggu!" suara Tari terdengar sangat jelas membuatku reflek menghentikan langkahku. Aku yang membelakanginya segera memutar tubuhku.

"Ada apa?" tanyaku datar

"Fi, kamu liat Raffa ga? Dari tadi aku cari-cari gak ada"

"Maaf aku juga gak tau ka Raffa sekarang ada dimana" aku langsung saja meninggalkanya. Setelah selesai memesan makanan, aku mengantarkan di meja Meisya dan Efan berada. Ternyata Tari pun ikut gabung dengan Efan dan Meisya hingga membuatku tambah gak mood.

"Fan, Sya aku duluan ya? Oya Fan bayari dulu ya nanti aku ganti kok"

"Eh Fi mau kemana?" tanya Meisya. Aku tak menjawab pertanyaanya, aku tetap konsisten dengan langkahku yang menjauh dari mereka.

Uh kenapa pake ada Tari segala sih mengganggu nafsu makanku saja!

***

Aku mengerjakan tugas sekolah di meja belajarku. Sedangkan ka Raffa masih dengan posisi tidur nyenyak di ranjang yang ada dibelakangku. Untuk mengurangi kejenuhan, aku menyalakan musik mp3 di hp ku. Uh... Aku tak bisa konsentrasi! Aku menyanggah daguku dengan kedua telapak tanganku. Tatapanku kosong dan fikiranku mulai mengingat kejadian yang terjadi disekolah tadi.

Apa aku jahat ya terlalu cuek dengan Tari? Apa sikapku tak sepantasnya seperti itu ke Tari? Dan apakah aku bersalah padanya? Gak! aku gak jahat kok, aku bersikap wajar menurutku. Siapa suruh dia jadi pacar ka Raffa? Ya jelas aku cemburu kalau ada cewek yang deket dengan ka Raffa, kan aku mencintainya. Uh... Sudahlah lupakan!

Batinku selalu berperang saat sedang membahas masalah perasaan ku ke ka Raffa. Di satu sisi aku mencintainya dan ingin memilikinya dengan utuh. Di sisi lain aku menolak rasa ini yang sangat bertentangan dengan ajaran Agamaku. Uh susahnya menjalani kehidupan sepertiku. Tuhan... Aku terasa sangat lelah.

"Woi..! Ngapain sore-sore gini ngelamun?" sontak aku tersadar dari lamunanku. Ternyata Efan yang telah mengusik ketenanganku dan membangunkanku dari lamunan.

"Ah kamu ngagetin aku saja Fan, ngucapin salam dulu kek!" ia tak menggubris ucapanku. Ia malah menarik satu kursi dan duduk disebelahku seperti orang tanpa dosa.

"Lagian, sore-sore gini malah bengong"

"Ye.. Siapa yang bengong? Aku lagi ngerjain tugas sekolahku kok" elakku

"Kata siapa ngerjain tugas? Orang kamunya malah bengong gitu, mikirin apaan sih? Em... Aku tau pasti lagi mikirin Meisya ya? Udah tembak aja kalo suka!"

"Mikirin Meisya? Idih ngapain juga mikirin dia, gak lah"

"Alah ngaku saja!" aku hanya senyum pada Efan, lagian dia sok tau banget sih, jelas-jelas aku tak suka pada wanita masa aku dikira suka sama Meisya.

"Ye.. Malah senyum-senyum, main yuk?"

"Main kemana Fan?"

"Gimana kalo ke Pantai?"

"Pantai?" kataku mengulangi kalimatnya. Ia mengangguk.

"Yuk lah dari pada bete" aku segera membereskan bukuku yang sama sekali belum kukerjakan.

***

Aku dan Efan keluar kamar dan menuju pintu depan. Di ruang tengah aku bertemu dengan Ibu yang sedang menonton tv, sekalian aku berpamitan saja pikirku.

"Buk Raffi sama Efan mau main dulu ya?"

"Loh mau kemana toh Le? Lah wong sudah sore gini kok"

"Baru jam 4 kok buk, boleh ya?" pintaku memohon.

"Yowes, tapi pulangnya jangan sampe telat maghrib ya le!"

"Iya buk pasti, assalamu'alaikum?" ucapku riang sambil berlalu meninggalkanya. Efan dari tadi masih saja mengekor dibelakangku.

"Waalaikum salam"

Ternyata si Efan sudah siap dengan mobil hitamnya yang terparkir di halaman rumahku yang kecil ini. Aku segera membuka pintu mobil dan duduk di sebelah Efan.

"Siap?" tanya Efan mantap.

"Siap dong Fan"

"Key"

Perlahan Efan menjalankan mobilnya, aku duduk bersandar penuh di bangku ini karna aku merasa tubuhku sangat lelah. Aku saja bingung perasaan hari ini tak ada aktivitas yang aku lakukan, tapi entahlah.

Jarak antara Rumahku dan Pantai tak terlalu jauh, hanya memerlukan waktu 20 menit saja kami sudah bisa menikmati keindahan pantai yang masih sangat asri.

"Fi, kenapa kok diam mulu dari tadi? Pas dirumah kamu sehat-sehat saja" tanyanya yang sedikit menolehku

"Gak papa kok Fan" jawabku singkat. Efan tak melanjutkan percakapan dan milih fokus mengendarai mobilnya.

Wah ternyata sudah sampai. Aku tersenyum seketika dan kurasa ombak di sana menyambut kedatanganku dengan ramah. Hembusan angin kurasakan sangat kencang saat aku baru keluar dari mobil Efan. Kutarik nafas panjang dan menghirup udara segar di pantai ini.

Aku berjalan di sebelah Efan mengikuti langkahnya yang sedang sibuk memainkan ponselnya.

"Fi kesana yuk?" ucap Efan sambil menunjuk kearah meja yang lumayan jauh dari sini, tapi sepertinya ada seorang wanita di sana yang sedang duduk sendirian.

"Kesana?, bukanya sudah ada orangnya Fan? Kita cari yang kosong saja ya?"

"Udah gak papa Fi sekalian kita kenalan" uh.. Apaan sih Efan, pake acara kenalan sama cewek segala lagi, menyebalkan! Kurasakan langkah kakiku terasa semakin berat, dan perlahan aku tertinggal dengan Efan.

"Yaelah Fi jalannya lama amat sih, udah kek keong aja" gerutu Efan berhenti dan menungguku. Aku tak menjawab perkatanya, di jawab juga akan sia-sia saja, lagi pula sepertinya sore ini bukanya menyenangkan tapi bakalan menyebalkan menurutku.

"Hei Sya..!" kata Efan sedikit berteriak dan mengangkat tanga kananya. Oh ternyata cewek yang duduk disitu sendirian adalah si Meisya, tapi kok bisa kebetulan ya? atau jangan-jangan...

"Lama nunggu ya Sya?"

"Gak kok Fan, gue juga baru sampe kok, oya Fi kok lo diem aja sih? Duduk sini dong!" aku yang dari tadi berdiri segera duduk di sebelah Meisya, sedangkan Efan berada di depan Meisya.

"Eh iya ini juga duduk kok Sya"

"Nih gue udah beli tiga buah kelapa muda, seger banget loh Fi, cobain deh!"

"Iya Sya, makasih ya"

"Jadi cuma Raffi yang di persilahkan, aku gak ni Sya?" iri Efan. Seketika aku menahan tawa karna tingkah Efan yang merasa dirinya tak terima di acuhkan oleh Meisya.

"Yaelah gitu aja ngambek, yaudah silahkan Tuan Efan..." ucap Meisya dengan uluran tangan mempersilahkan. Aku hanya tersenyum geli melihat tingkah mereka yang seperti anak kecil.

"Apa-apaan sih kalian" leraiku.

"Efan tu Fi yang mulai duluan"

"Ye.. Kok malah aku yang disalahin?"

"Eh kan emang iya"

"Udah-udah gak usah pada beranten, mau ngapain kita disini coba?" sotak Efan dan Meisya saling bertatapan muka hingga beberapa detik. Aku hanya mengerutlan dahiku melihat keanehan sikap mereka.

"Fi, Sya aku tinggal dulu ya, aku mau beli makanan" ucap Efan yang langsung pergi berlalu meniggalkan kami berdua.

"Eh Fan, kamu mau kemana? Tunggu aku ikut!" aku segera bangkit dari kursi tempat duduku.

"Fi mau kemana?" tanya Meisya sambil menahan tangan kiriku. Tentu saja aku tak bisa pergi mengikuti Efan, karna tanganku di cengkram oleh Meisaya. "Mampus deh aku kali ini" umpatku.

Akupun kembali duduk di posisi semula.

"Sya, tolong lepasin tangan aku dong!" kataku dengan muka sedikit meringis karna Meisya memegang tanganku sangat kencang seolah aku bagaikan maling yang tertangkap dan tak akan di lepaskan lagi.

"Eh iya maaf Fi"

"Ya Sya, gak papa kok" keheningan mulai terjadi, aku tak tau harus membuka obrolan apa, sesekali aku hanya melihat anak-anak yang sedang bermain air di perbatasan ombak dan daratan. "Ah.. Kenapa aku tak bisa berbicara ketika berdua dengan Meisya?" gumamku kesal. Semakin lama aku semakin salah tingkah. Aduh... Si Efan kemana lagi lama amat sih tu anak perginya.

"Fi... Makasih ya?" ucap Meisya memecahkan keheningan.

"Makasih buat apa Sya?"

"Buku novel yang lo pilihin buat gue dan buku yang lo kasih tadi gue juga suka Fi"

"Oh, itu? Syukur deh Sya kalo kamu suka"

"Oya Fi, gue ada kado buat lo"

"Kado?" Meisya mengangguk.

"Kan besok lo ulang tahun Fi? dan gue pengen jadi orang yang pertama ngasih ucapan selamat dan ngasih kado buat lo. Happy birthday ya Fi.. Semoga panjang umur, murah rizki dan semoga apa yang lo cita-citakan segera tercapai.. Nih buat lo!" Meisya menyodorkan sebuah kotak berwarna ungu berpadu biru, dan di sekelilingnya bertali pita berwarna ping. Perlahan aku menerima kado darinya, aku tak tau apa yang di berikan Meisya padaku.

"Makasih ya Sya, kamu baik banget"

"Semoga lo suka ya Fi dengan isinya, itu baru gue beli tadi sepulang sekolah" akupun tersenyum manis padanya.

"Sya... Apapun yang kamu berikan ke aku, aku akan terima dengan senang hati kok dan makasih ya udah mau repot-repot buat aku?"

"Gak ko Fi, yaudah buka aja Fi sekarang!"

"Boleh di buka sekarang?"

"Ets.. Sebelum buka kadonya, berdoa dulu ya Fi!" aku hanya mengangguk. Sya andainya kau tau betapa batinku tersiksa dengan keadaanku ini. Andai aku straight aku pasti ingin menjadikanmu ibu dari anak-anakku, tapi rasanya itu semua tak mungkin, karna aku seorang gay!

"Fi..? disuruh berdo'a kok malah malah bengong?"

"Eh iya Sya, maaf.., ni aku mulai ya?" di Do'a ku kali ini aku gak bakalan banyak nuntut. Ya Allah... Aku hanya ada satu permintaan, jadikanlah aku seorang laki-laki sebagai mana mestinya dan jauhkanlah aku dari orang-orang yang tergolong di zaman Nabi Luth.

"Fi kok lo nangis? Lo lagi ada masalah? Cerita dong sama gue!" ternyata tanpa kusadari aku menangis. Dengan cepat ku hapus air mataku.

"Gak kok Sya, gak papa"

"Lo yakin gak papa Fi?

"Iya Sya, aku gak papa"

"Yaudah kalo gitu sekarang lo buka ya kadonya!"

Perlahan aku merobek bagian atas bungkus kado itu secara memutar dan seketika aku sudah bisa melihat kotak bagian dalalamnya. Kini sudah terlihat kota aslinya berwarna coklat, sebelum membuka tutup kotak ini aku menoleh ke Meisya sekali lagi dan Meisya pun mengangguk...

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar