Kamis, 14 Januari 2016

KAKA ANGKATKU
Part 08
By: Aby ILham Anggara

--

--BIMA POV--

Aku sangat kesal dengan kelakuan Davis, bisa-bisanya dia ngomong mau mempublikasi tentang Putra yang gay. Gak salah apa, padahalkan dia sendiri ternyata juga gay. Siapa yang gak kesel coba? Punya sahabat kaya gitu. Pikiranku sekarang sangat kacau aku benar-benar takut kalo sampe Davis nekat melakukan hal itu, aku gak mau liat mama dan papa kecewa kalo sampe mereka tau. Lagi Pula Putra gak nakal kok dengan sikap gay nya dia gak sembarangan pacaran buktinya dia gak nerima cintanya Davis.

Aku saat ini mencari Putra memastika kalau dia baik-baik saja, ntahlah semakin hari aku semakin takut dengan keadaanya yang masih sangat polos, pasti bakalan di manfaatkan dengan orang-orang yang gak bertanggung jawab.

Masih ingat waktu kejadian awal Putra masuk di sekolah ini? Dia di hajar teman sekelasnya akibat menyaingi nilai temanya. Namun dengan polosnya Putra tak berani melawan sedikitpun apa lagi waktu itu mereka main kroyok. Ya jelas mana mampu melawanya. Tapi walau pada saat itu aku masih benci dengan dia, aku tetap ada rasa kasihan dan aku menolongnya, ya walau gak 100% sih.

Oh itu dia Putra masih bersama dua teman akrabnya sedang di kantin, dan kelihatanya mereka sedang tertawa bahagia. Aku hanya meliahatnya dari kejauhan. Syukur deh kalau dia baik-baik saja aku tenang sekarang, dab aku segera kembali kekelasku.

"Eh kak Bima dari mana kak?" Tanya Tia saat aku berpapasan di jalan.

"Ini, em.. Dari wc iya dari wc, oya kalo kamu mau kemana Tia? Aduh kenapa aku jadi gugup ya di depan pacarku sendiri. Tia kasian banget bawa buku segitu banyaknya pasti berat.

"Ini Kak Tia di suruh nganterin buku ini ke perpustakaan" Jelasnya dengan nada lembut.

"Eh sini biar kakak bantuin ya, kasian kan bukunya banyak banget pasti berat?"

"Iya kak nih" Tia memberikan sebagian buku yang di bawanya padaku, wah senang deh kalo lagi deket sama orang yang kita sayang hatinya terasa tenang banget.

"Putra?" Astaga dia melihatku sedang berdua dengan Tia? Aku sekarang bingung mau lanjutin bantuin Tia nganterin buku keperpustakaan atau mau ngejar Putra. Ya Tuhan.. Kenapa Putra pake acara liat sih kan jadi kacau.

Tapi sudah kepalang tanggung, aku sekalian bantuan Tia dan abis itu baru ngurus adiku si Putra.

"Yuk Tia, buruan kita ke perpus!!"

"Yuk kak"

* * *

Aduh Putra kemana lagi kok ngilang gini ya, pasti dia cemburu liat aku lagi deket dengan Tia tadi. Putra kamu kok gitu sih kak Bima khawatir tau.

"Eh Yo, Putra kemana ya?" Tanya ku ke Tio.

"Wah gak tau kak, tadi sih pas di kantin bareng sama gue dan Edo tapi abis itu gak tau kemana"

"Oh yasudah makasih ya"

"Ya kak"

Aduh kamu kemana sih Put kok jadi ngilang gini. Aku bisa merasakan gimana rasanya orang cemburu dan pasti Putra saat ini merasa hal itu. Aku mecarinya sanpai berkeliling di gedung sekolah ternyata Putra ada di belakang sekolah duduk melamun sendirian. Aku berjalan pelan dan duduk di sampingnya.

"Kak Bima?" Ucap Putra sedikit menolehku dan kembali ke posisi semula.

"Putra kenapa kok kek lagi sedih gitu?" Tanyaku pura-pura tak tau akan kesedihanya. Karna kalo aku menasehatinya pasti ia akan merasa curiga denganku kalo aku sudah mengetahuinya kalau dia gay, jadi lebih baik pura-pura tak tau saja pasti dia juga tak mungkin akan bercerita jujur padaku.

"Gak papa kok kak Putra cuma lagi pengen sebdiri aja" Tuhkan dugaan gue benerkan mana mungkin dia akan berani berkata jujur kalau sebenarnya ia cemburu melihatku yang barusan dekat dengan Tia.

"Tapi gak perlu disini juga kali Put menyendirinya, yuk kedepan kelas aja!" Ajaku yang masih melirik ke arahnya.

"Tapi kak?"

"Udah ayok gak pake tapi-tapian!" Dengan terpaksa Putra beranjak dengan malasnya. Namun dia juga gak bakalan bisa nolak ajakanku.

* * *

"Kak ajarin main ps dong kak, kan Putra juga pengen bisa"

"Yakin minta di ajarin main ps?" Tanyaku menolehnya.

Dengan sigap ia mengambil posisi duduk yang nyaman di sebelahku. Ia sangat memperhatikan semua yang aku jelaskan tentang fungsi dari masing-masing tombol tersebut dan aku yakin dengan sekejap Putra bisa memahaminya karna pada dasarnya Putra memang anak yang cerdas dan mudah tanggap walau hanya dalam satu kali penjelasan.

Tuhkan tak perlu waktu lama ia sudah bisa mengendalikanya. Ya walau masih kalah kalo bertanding melawanku haha, iya lah kan aku sudah sangat memahaminya.

"Ah kak Bima curang ni main nya" Keluhnya pada saat ia kalah

"Eh curang dari mana, orang kakak gak ngapa-ngapain kok" Dia hanya manyun-manyun tak terima kekalahanya.

"Udah ah kak Capek, Putra mau ngerjain tugas dulu ya kak?"

"Mau di bantuin gak?"

"Yee apaan bantuin, Putra sendiri juga bisa kali kak" Dengan sangat telitih ia mengerjakan tugas sekolah di meja belajarnya. Aku hanya memperhatikannya dari sini dan aku juga sangat bangga karna dia tak pernah main-main dengan sekolahnya, bahkan nilainya juga selalu bagus.

* * *

"Putra... " Teriak mama memanggil Putra

"Ya ma.." Mama kenapa ya kok kelihatanya bahagia banget senyum-senyum gitu.

"Sini sayang ikut mana sebentar ke depan ada yang mau mama tunjukin ke kamu" aku dan Putra saling berpandangan merasa bingung. Namun kami akhirnya mengikuti mama ke depan dengan mengekor di belakangnya.

Aku tak mengerti disini ada orang asing yang tak kukenal.

"Ini Putra gak lagi mimpi kan ma? Ini kenyataan kan pa?" Tanya Putra ke mama dan papa, kulihat papa dan mama mengagguk pelan. Sebenarnaya ada apa ini aku masih belum mengerti dengan semua ini.

"Ayah? Ibuk...?" Putra berlari menghampiri kedua oran itu dan memeluknya.

Ha Putra memanggilnya Ayah dan Ibuk, berarti?

"Buk Putra kangen sama ibuk?" Ucap Putra sambil menagis di pelukanya.

"Ibuk juga kangen sama kamu Putra" Perempuan itu memeluk erat Putra dan menciumnya. Aku yang ikut terharu melihatnyapun ikut meneteskan air mata.

"Buk jangan tinggalin Putra lagi ya, Putra gak mau pisah dengan ibuk, Ayah dan Adek Riko lagi" Aku semakin tak kuat melihat di ruang ini penuh dengan tangisan bahagia. Seorang anak dan orang tuanya bisa bertemu lagi setelah sekian lama terpisah.

Putra melepaskan pelukanya dan menoleh kearah mama. "Ma bagai mana caranya kok bisa ketemu sama kedua orang tua Putra?" Tanya Putra dengan nada isak.

"Begini Put, kamu masih ingat dengan foto yang kamu berikan beberapa hari lalu? Dengan foto itu mama men scan nya dan mama memasang iklan di beberapa tv swasta dan di media cetak alahamdullah akhirnya kalian di pertemukan lagi. Mama sengaja tidak memberi tahu kamu sebelumnya karna mama dan papa ingin memberi kejutan buat kamu"

Oh jadi mama yang pasang iklan nyari orang tuanya Putra.

"Makasih ya ma, pa. Putra seneng banget bisa kumpul lagi dengan keluarga Putra"

Aku langsung pergi berlari dari ruangan ini, ntah mengapa aku tak bisa menerima kenyataan kalo Putra akan pergi meninggalkanku.

"Bima mau kemana sayang?" Tanya mama saat aku pergi dari ruangan ini. Aku tak memperdulikan pertanyaan mama aku langsung menuju taman di belakang rumah. Mengapa aku menangis sedih? Entahlah aku juga tak mengetahuinya.

"Kamu kenapa sedih sayang? Harusnya kamu ikut seneng dong liat adek kamu yang sudah bertemu dengan keduan orang tuanya"

"Bima harus seneng ma? Gimana Bima bisa seneng ma kalo Putra akan pergi dari rumah ini dan ikut kedua orang tuanya?" Saat ini mama nemeluku dan mencoba menenangkanku.

"Bima kamu yang sabar ya, tapi kan ini demi kebaikan Putra dan demi kebahagiaan Putr juga?"

"Iya memang itu benar, tapi ini sangat menyedihkan buat Bima ma? Mama tau kan Bima sayang sama Putra dan Bima gak mau pisah sama Putra ma. Tapi apa yang mama lakukan malah memisahkan Putra dari Bima? Apa mama gak sayang sama Bima?"

Rasanya harapanku sia-sia pasti sebentar lagi Putra akan pergi meninggalkanku dan dia akan ikut kedua orang tuanya.

"Buka begitu sayang" Ucap mama sambil menagis.

"Mama jahat mama gak sayang sama Bima, arggghhhh, pergi mama dari sini Bima gak mau deket-deket sama mama!!"

"Tapi Bim?"

"Bima bilang pergi ma!!" Dengan rasa menyesal mama pergi meniggalkanku di taman ini, aku tak peduli ucapanku barusan membuat mama sedih yang pasti aku juah lebih sedih dari kalian semua.

Kanapa harus ada perpisahan Tuhan... Bima gak mau di tipisahkan sama Putra.. Pasti Bima akan kesepian lagi seperti dulu.

"Kak Bima kenapa nangis?"

"Putra?" Aku langsung memeluknya erat-erah tak mau lepas karna aku merasa ini kebersamaan terakhir kami.

"Kak jangan nangis dong, kak Bima gak seneng ya liat Putra kumpul lagi sama kedua orang tua Putra?" Aku masih saja tak mau melepaskan pelukanku, aku benar-benar takut tak bisa bertemu Putra lagi.

"Kak udah dong kak jangan nagis, putra juga sayang kok sama kakak" Perlahan aku melepas pelukanya dan memegang kedua bahunya.

"Putra janji ya sama kak Bima, kalo Putra gak bakalan ganti no ponsel Putra, biar kita bisa tetap komunikasi Put" Ia menganggukan kepalanya dan menghapus air mataku. Aku berusaha memberhentikan tangis yang dari tadi membanjiri pipiku.

"Kak Putra mau ngoming sesuatu dengan kakak"

"Mau ngomong apa Put?" Aku mulai meperhatikan wajahnya dengan serius.

"Aku suka dengan kak Bima dan aku sayang sama kakak, tapi buka rasa sayang seperti adek dan kakak tapi aku menyukaimu kak. Aku tau rasa ini salah dan aku tau ini cinta terlarang, tapi aku sudah capek kak memendam rasa ini dan mungkin saat ini waktu yang tepat untuk aku ungkapkan. Aku tak peduli sekalipun kakak akan membenciku setelah ini, api setidaknyan aku sudah berani mengungkapkan tentang perasaanku ke orang yang benar-benar aku sayangi sesuai saran kakak beberapa hari lalu yang menyuruhku menunggu waktu yang tepat. Kak Bima i love you"

Aku diam mematung mendengarkan pernyataan Putra barusan. Aku akui dia sangat berani mengungkapkan perasaanya padaku.

"Put, rasa yang kamu miliki itu salah dan tidak layak di ucapkan dan cinta kamu juga cinta terlarang. Kita tidak boleh menyalahi kodrat kita" Dengan sedikit penjelasanku, kuharap Putra bisa mengerti dan bisa menerima kalo semua ini adalah tidak layak untuk dijalani.

"Kenapa kak Bima bilang gitu? Kalo rasa ini salah kenapa harus ada kak? Kalo cinta ini terlarang kenapa harus tumbuh dan semakin hari semakin menyiksaku? Kak Bima gak tau kan kalo Putra selalu cemburu kalo liat kak Bima deket dengan cewek lain? Dan kak Bima juga gak ngerasain kan betapa hancurnya perasaan Putra?"

"Kak Bima ngerti kok Put, tapi-"

"Alah sudah lah kak, Putra males, Putra capek dengan rasa ini" Ia lalu pergi meninggalkanku di sini sendirian dan akupun mengejarnya.

"Putra tunggu Put!!" namun dia tak menggubris panggilanku

* * *

--PUTRA POV--

Hati hancur berkeping-keping karna rasa cintaku tak terbalas. Kalian tau bagaimana rasanya kalo mengungkapkan isi hati tak terbalas? Ya begitulah rasanya amat sangat menyakitkan. Harapanku untuk memiliki kak Bima telah sirna, aku yang tadinya sangat bahagia dengan kehadiran Ayah dan Ibuk kini tubuhku berubah menjadi terasa sangat lemah seperti tak bertulang.

Aku kembali berada di antara ayah dan ibuk. Pakaianku sudah di beresin dengan Bik Tati.

"Pak, Buk kalo begitu kita sekeluarga besar mengucapkan banyak terima kasih karna sudah menampung anak kami Putra disini, kami tidak bisa membalas apa-apa semoga Tuhan membalas kebaikan kaluarga Bapak selama ini" Ayah mengucapkan terima kasih kepada keluarga Papa wijaya yang selama ini telah mengurusku.

"Iya pak, sama-sama kami juga senang Putra bisa berkumpul kembali bersama kedua orang tuanya" Ucap papa membalas jabat tangan ayah.

Akhirnya malam ini kami sekeluarga pamit dari keluarga papa Irwan Wijaya. Aku bersalaman dan memeluk mama dan papa, dan memeluk kak Bima. Namun kak Bima rasanya enggan melepas pelukanya ia memelukku dengan sangat erat seolah sangat takut kehilanganku. Lagi-lagi kak Bima menangis. Dan terakhir aku berpelukan dengan bik Tati.

"Hati-hati ya den, dan jangan nakal di sana!!" Yatuhan kenapa Bik Tati juga ikut menangis? Apa kepergianku membuat kalian semua sedih? Aku menoleh ke arah kak Bima lagi sebelum masuk ke mobil yang pintunya sudah di buka, namun iya masih saja menangis dengan isak.

Aku tak tega melihatnya aku berlari lagi kedepan pintu menghampiri kak Bima dan memeluknya sekali lagi.

"Kak Bima jangan nangis dong kak, Putra ikutan sedih kalo kaka gini terus!!"

"Kak Bima gak mau pisah dari kamu Put, dan kak Bima bakalan kesepian lagi kalo gak ada kamu" Mama, Papa, Ayah, Ibuk dan Bik Tati berdiri mematung menatap kearah kami.

"Tapi kak Putra kan harus pergi ikut orang tua kandung Putra kak?"

"Iya Put kak Bima janji gak akan sedih lagi kok, dan kamu disana jangan nakal ya? Dan jangan suka ngambek sama ayah dan ibu kamu!!" Aku mengangguk

"Iya kak, Putra janji kok gak bakalan manja lagi kan gak ada kak Bima yang manjain Putra lagi?"

Sekali lagi kak Bima memeluk ku dengan erat. Aku kembali menuju ke mobil, kututup pintu mobil dan membuka jendelanya. Aku melambaikan tanganku tanda perpisahan dan berusahan tersunyum melaju dengan penuh senyum indah.

Aku masih saja meliat kak Bima dari jendela berasa aku juga tak mau pisah darinya hingga tak terlihat setelah keluar dari gerbang rumah papa Wijaya.

Saat ini aku benar-benar bingung. Disisi lain aku bahagia karna bertemu dan bersatu kembali dengan kedua orang tua ku, namun di sisi lain aku sedih karna rasa cintaku yang tak terbalas dan harus pergi jauh dari kak Bima. Karna tak akan ada yang memanjaku lagi setiap hari seperti biasanya.

***

Aku masih duduk terdiam di mobil. Ayah dan Ibuk duduk di bagian depan, sedangkan aku dan Riko duduk di belakang. Aku masih teringat kejadian tadi dan aku sangat kasihan dengan kak Bima, dia begitu sayangnya padaku hingga tak mau berpisah denganku. Sebenarnya akupun begitu, tapi mau gimana lagi Putra kan juga masih punya orang tua jadi Putra harus ikut orang tua Putra.

Dalam perjalanan pulang kerumah Riko adiku tertidur di pangkuanku. Kasihan, pasti dia sangat lelah menempuh perjalanan jauh.

"Loh Put kok mukanya sedih gitu? Memangnya gak senang ya kembali kumpul dengan Ayah dan Ibu?" Sontak dengan cepat aku melihat kaca spion yang ada di atas kepala ayah dan ayah masih memandangiku dari kaca itu.

"Putra seneng kok yah, malah seneng banget bisa kumpul lagi sama ayah, ibu dan adek Riko" Aku segera mengubah raut wajahku menjadi datar.

"Tapi kenapa tadi kelihatan sedih gitu?"

"Putra masih teringat dengan kak Bima yah, dia baik banget sama Putra yah"

"Yasudah lain kali disuruh main saja kerumah Put, biar kalian tetap bisa akrab!!"

"Iya yah"

Aku masih menikmati perjalanan yang sangat melelahkan menurutku, sudah 2 jam namu kami belum juga tiba di rumah, berarti jarak antara aku dan kak Bima lumayan jauh.

Aku sudah sangat lelah sekali, namun belum juga ada tanda-tanda kita bakalan sampai rumah. Aku semakin gelisah tak menentu, memikirkan kak Bima di sana. Semoga kak Bima baik-baik saja. kak Bima sedang apa ya?

Tiga jam perjalanan barulah ayah berhenti di sebuah rumah yang sangat besar. Aku segera turun dari mobil dan mengamati rumah yang begitu besar ini. Aku masih bingung, ini rumah ayah atau sewa atau apa, namun di banding dengan rumah yang dulu yang terkena bencana alam rumah ini amat sangat jauh berbeda. Namun saat ini aku sedang tak ingin tau ini rumah ayah atau siapa karna pikiranku sedang kacau. Jadi yang kuingin saat ini adalah masuk rumah dan tidur.

Aku meliahat sekeliling rumah ini halaman dan taman yang sangat luas dan indah. Aku berjalan mengikuti ayah dan ibu. Sesampai di depan pintu ada seorang wanita paru baya yang membukakan pintu. Aku masih terus berjalan dan sesampainya diruang tengah ayah, ibu dan adek Riko duduk di sofa, mungkin mereka kelelahan. Namun aku lebih lelah dan rasanya hanya ingin membaringkan tubuhku ditempat tidur.

"Buk, Putra ngantuk mau tidur nih" Ibu menoleh ku dan segera beranjak dari tempat duduknya.

"Yuk ikut Ibuk Put!!" Aku mengikuti langkah ibu yang naik kelantai atas. Dengan malas akupun harus mengikutinya padahal aku sudah sangat lelah sekali.

"Nah ini kamar kamu sayang" Kata ibu saat baru saja membuka pintu kamar itu. Aku segera berlalu namun ibu memegang tanganku.

"Jangan lupa gosok gigi ya Put!!" Ibu mencium pipi kanan dan kiriku. Aku hanya mengguk.

Kamar ini memang sangat besar sekali terlalu mewah menurutku. Aku duduk di kasurku dan BBM ke kak Bima.

Kak, Putra baru saja sampai rumah capek banget, kak Bima lagi apa?

Namun kutunggu beberapa menit gak ada balasan. Apa kak Bima sudah tidur ya? Ah sudahlah nanti kalo kak Bima baca juga pasti di bales. Lagi pula belum di Read jadi wajar kalo belum di bales mungkin ia belum mengetahuinya, tapi gak mungkin juga sih gak tau kan biasanya kak Bima gak pernah lepas hp dari tanganya? jangan mikir aneh-aneh Putra kan biasanya kak Bima lagi baik-baik saja dan saat ini kan tau sendiri kak Bima sangat merasa kehilangan saat kepergianku mungkin dia lagi males pegang ponselnya.

Aku segera kekamar mandi mencuci muka, gosok gigi kemudian tidur.

* * *

"Putra bangun Put, sholat dulu gih!!" Aku terbangun saat mendengar triakan ibu dari luar pintu kamarku.

"Iya Buk, ni Putra juga sudah bangun kok"

Pagi ini terasa sangat beda, kalo biasanya aku bangun selalu ada kak Bima di sampingku yang masih tertidur pulas dan aku selalu membangunkanya, namun pagi ini malah aku yang di bangunkan oleh ibu.

 Dulu waktu aku masih sama ayah dan ibuk aku sangat rajin sekali sholat dan gak pernah ada yang tertinggal satupun, karna kalo sampe itu terjadi mulut ibu gak akan berhenti ngomong kalo aku belum mengerjakanya. Namun pada saat kejadian bencana aku jadi malas melakukanya karna pikirku Tuhan saja jahat denganku yang sangat tega memisahkan aku dari kedua orang tuaku untuk apa aku baik denganya.

Tapi kali ini terbukti dugaanku salah, justru aku di pertemuka oleh kedua orang tuaku kembali sekaligus keinginanku mempunyaj kakakpun terlaksana.

Baru saja aku mau melangkahkan kaki hp ku berdering tanda panggilan masuk. Kulihat dan ternyata kak Bima menelfonku.
Aku tersenyum bahagia dan segera mengangkatnya.

"Halo kak Bima?"

"Put gimana kabar kamu? Kamu baik-baik saja kan di sana?" Ya Tuhan.. Sebegitu khawatirnya kah kak Bima padaku?

"Putra baik-baik aja kok kak, kak Bima tumben banget udah bangun jam segini?"

"Kak Bima gak bisa tidur dari semalem Put, kak Bima ngerasa kehilangan banget pokonya, kak Bima kangen sama kamu"

"Kan kita masih bisa komunikasi lewat hp kak?, eh kak nanti lagi ya Putra mau ada pekerjaan dikit"

"Oke deh sampe nanti ya Put" Yaampun kasihan banget kak Bima sampe segitunya. Kak Bima sampe susah tidur? Kak sabar ya mungkin kakrna ini baru jadi kakak belum terbiasa, tapi lama-lama Putra yakin kok kak Bima akan terbiasa juga.

* * *

Setelah mandi dan sholat subuh aku menuju dapur. Kulihat perempuan paru baya itu masih sibuk memasak di sana. Aku berjalan pelan sambil mengamati rumah ini, dalam hatiku saat ini penuh tanda tanya ini rumah siapa sih kok besar amat ya? Apa rumah ayah yang baru? Ah tapi mana mungkin ayah punya uang sebanyak ini. Rumah yang dulu saja sangat sederhana hanya berukuran 6×12 meter.

"Eh ada den Putra" Ucap perempuan paru baya itu menyapaku. Aden? Putra? Kok dia tau namaku? Bukanya baru tadi malam aku sampai disini?

"Eh kok kamu tau nama aku?" Tanyaku bingung. Dia tersenyum sebentar lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Kemaren Tuan dan Nyonya bilang sama bibik den katanya mau jemputin anaknya yang baru ketemu gitu dan ternyata ini toh anaknya tuan yang di maksud? Tampan dan manis banget" Tuan..? Nyonya..? Dan dia menyebutnya bibik? Bararti ini beneran rumah ayah dong? Dan ini ART di rumah ini kalo gitu? Masa iya sih ini beneran rumah ayah dan ibu.

"Apaan sih bibik genit amat jadi orang" Perempuan itu hanya tersenyum mendengar protesanku.

Aku berjalan keruang tengah. Rumah yang begitu besar untuk menempuh keruang tengah saja terasa sangat jauh, namun aku masih bingung kok tiba-tiba ayah bisa kaya raya seperti ini ya? Hem.. Aku harus menanyakanya pada ayah. Ah bodoh sekali mau nyari ayah di mana coba? Kamar ayah dan ibuk saja aku belum mengetahuinya. Kalo mau cari satu-satu kesemua kamar yang ada kaki aku yang pegel. Yasudahlah aku kembali lagi kedapur dan duduk di meja makan menunggu ayah dan ibuk datang.

"Kak Putra?"

"Wah adek kakak sudah siap kesekolah ya?" Riko menggunakan seragam merah putih hari ini

"Kak Riko kangen banget sama kak Putra" Aduk kecilku terlihat sangat chabi pipinya dan membuat aku gemes ingin mencubitnya.

"Yasudah sinih duduk deket kakak!!" Ia mendekat dan duduk di kursi sebelahku.
"Wah-wah dua jagoan ayah sudah pada siap nih?" Ayah dan Ibu baru saja datang menghampiri kami di meja makan.

"Yah ini rumah siapa sih kok besar banget kaya gini?" Ayah melirik ibu dan tersenyum.

"Ini rumah baru kita Putra, gimana Putra suka gak?"

"Suka sih yah, banget malah tapi kok ayah tiba-tiba bisa beli rumah segede ini yah?" Tanyaku heran. Aku masih menatap ayah tak mau berpindah sebelum rasa penasaranku terjawab, karna aku masih menunggu jawaban dari ayah.

"Ceritanya panjang sayang, sudah-sudah makan dulu aja kasian tar adek kamu telat loh sekolahnya" Aku benar-benar kesal sama ibu tadi ayah sudah mau jawab, eh ibu malah bilang gitu gak jadi kan jadinya.

"Oya Put, sementara surat pindah sekolah kamu masih di urus, kamu jangan kluyuran kemana-mana ya, Kalo ibu kamu sih bakalan nganterin adik kamu kesekolah jadi kamu di rumah sama bik Susi!"

"Iya yah" Tuh kan ayah bukan ngomong menjelaskan masalah tadi, tapi malah ngomong masalah yang lain. Ah... Membosankan Lagi-lagi aku harus beradaptasi dengan sekolah baruku disini.

* * *

Dirumah ini sangat sepi ketika ayah, ibu dan Riko tak ada dirumah, paling cuma ada bik Susi art di rumah ini. Tapi males ah mau tanya dengan bik Susi juga abisnya orangnya genit gitu sih.

Aku berjalan menuju teras kamarku dan kulihat dari atas sini kendaraan di jalan sana terlihat dengan jalanya seperti semut karna aku melihatnya sambil melamun dan setengah tatapan.

Kring..!!! Aku dikagetkan dengan nada panggilan di ponselku. Kulihat dan kak Davis menelponku.

"Ya halo Kak?"

"Halo Put, kok pas istirahat sekolah kak Davis cari-cari Putra di sekolah gak ada?" Tanya kak Davis. Oh iya aku lupa tak memberitahu kak Davis kalo aku bakalan pindah sekolah.

"Putra sudah tinggal sama orang tua kandung Putra kak dan Putra akan pindah sekolah"

"Oh gitu, kak Davis minta alamat rumah putra boleh? Ya kan kak Davis pengen main kesana juga Put"

"Iya kak, nanti Putra kirim ya kak?"

"Oke, sampe nanti ya Put"

Ternyata kak Davis masih peduli dan perhatianya sama aku gak berubah ya, buktinya aku gak ada dia langsung mencariku dan mau maen kesini, semoga kak Bima juga gak keberatan dan mau maen juga kesini. Ah terpaksa deh nanya ke bibik genit itu tentang alamat rumah ini, sebel banget musti berurusan dengan dia.

Aku berjalan menuju dapur, karna tempat habitat dia kan di dapur he..
Nah tuh dia orangnya lagi asik nyuci piring samabil bernyanyi, dasar genit gumamku dalam hati.

"Bik?.!"

"Bik Susi...?" Aku sangat kesal, sudah dua kali kupangil namun tak ada jawaban darinya. Kupethatikan sekali lagi ternyata ada benda yang menutupi di telinganya, pantas saja tak bisa mendengar suaraku. Dengan geram aku mendekatinya dan setelah sampai dibelakanganya kubuka satu benda yang menempel ditelinganya dan aku berteriak. "Bibik...!!"

"Eh cocop-copot copot, hu...h aden bikin bibik kaget saja sih, kalo bibi jantungan gimana coba?"

"Salah siapa di panggilin malah diam gak jawab" Bik susi malah manyun-manyun seperti anak kecil yang lagi ngambek.

"Ada apa toh den memangnya magil-manggil bibik? Mau ngasih pacar buat bibi ya, wah kebetulan bibik sudah lama jomlo den" Aku mengrutkan kening melihat tingkahnya yang seperti anak ABG saja pas bilang 'kebetulan bibi sudah lama jomlo den' masa sambil mainin dua matanya merem melek? Ah bikin aku semakin gak betah lama-lama di dapur ini.

"Bik buruan kasih tau alamat rumah ini penting"

"Oalah cuma mau nanya alamat rumah toh kirain mau apaan gitu" Ah bisa-bisa setres lama-lama di sini di tanya malah lama amat sih jawabnya.

"Buruan bibik!!" Kataku dengan nada kesal.

"Oh iya den, oke catat ya!" Aku langsung mencatat alamat yang di sebutkan bik Susi nelalui hp ku dan langsung mengrimkanya ke kak Davis. Tak lama kemudian ada balasan dari Kak Davis katanya sepulang sekolah mau langsung datang kerumah ini. Aku jadi tersenyum mendengarnya dan berlalu meninggalkan bik Susi.

(Bersambung...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar