Kamis, 14 Januari 2016

KAKA ANGKATKU
Part 07
By: Aby ILham Anggara

--

--PUTRA POV--

Aku langsung melepaskan tangan kak Davis. Aduh mati deh ketahuan kan akhirnya, sepertinya sih yang barusan memaggilku itu suara mama. Aku berputar badan melihat mama yang sedang berjalan menghampiri kami. Aku tak berani menatap mama lagi hanya menundukkan kepalaku. Rasanya tubuhku bergetar ketakutan pasti mama mau marah dan pasti aku bakalan di usir dari rumah ini. Mama semakin mendekat kearah kami.

"Maafin Putra ma"

"Eh Tante" Ucap kak Davis dan tersenyum ramah. Aku sangat takut sekali selama di rumah ini aku belum pernah melihat mama marah. Ya Tuhan... Apa rahasiaku akan terbongkar hari ini? Entahlah namun tubuhku sangat bergetar hebat sekali akibat ketakutan.

"Putra ngapain masih di luar? Kan mama udah bilang angin malam sudah gak baik untuk kesehatan kamu. Tadi mama kekamar kamu mau mastiin kamu sudah gak sedih lagi tapi kata Bima kamu barusan keluar"

Huff... Aku menghela nafas panjang, aku pikir mama mendengar dengan perkata yang diucapkan oleh kak Davis barusan. Syukurlah kalo gitu berarti rahasiaku masih aman. Seketika aku memberanikan menatap wajah mama dan tersenyum.

"Ini ma, em.."

"Iya Tan jangan marahin Putra, tadi Davis yang manggil Putra mau ngasih martabak ini" Jelas kak Davis yang memotong pembicaraanku.

"Kenapa gak masuk saja sekalian nak Davis?"

"Em.. Udah malem Tan, lagian Davis juga mau langsung pulang kok, ni Put martabaknya. Kalo begitu Davis pulang dulu ya Tan?"

"Hati-hati ya nak Davis!!"

"Iya Tan" Kak Davis langsung berlalu saat selesai berpamitan dengan mama.

"Putra ayo masuk, kamu kan baru sembuh jadi jangan sering kena angin malam gini gak baik untuk kesehatan kamu loh!"

"Iya ma, maaf"

* * *

"Eh kak aku bawa apaan coba?" Kak Bima menoleh ke kantong plastik yang kubawa. Pasti kak Bima gak tau apa yang kubawa di plastik ini.

"Bawa apaan lo Put?"

"Yee orang Putra tanya kakak suru nebak malah nanya balik, tebak dulu lah kak!!" Kak Bima masih memperhatikan plastik yang aku bawa dan saat ini aku duduk di sebelahnya.

"Em.. Kalo dari baunya kak Bima tau nih"

"Apa coba?"

"Martabak kan? Tapi dari mana kamu dapetnya Put?"

Gak seru ah masa kak Bima bis tau sih, tapi memang iya martabak yang kubawa ini baunya memang wangi sekali. Mungkin kata kak Davis benar ini martabak sangat enak, dari aromanya saja udah menggugah selera, jadj gak sabar mau mencicipinya.

"Dari kak Davis kak, tapi tadi dia langsung pulang, katanya cuma mau anter ini aja"

"Tumben banget tuh anak mau beli yang kaya ginian, biasanya juga gengsian kalo beli-beli makanan di bawa pulang" Kak Bima makin bingung dibuat kak Davis. Tapi entahlah aku saja heran sama kak Davis yang masih belum menyerah untuk mendapatkanku.

"Sudalah kak mending kita makan aja ya?"

Hem.. Semakin kubuka baunya semakin tercium wanginya, Pasti kak Davis belinya gak disembarang tempat nih. Kak Bima langsung tak sabar ingin mengambil martabak yang baru kubuka dan.

"Ets, gak boleh kakak!!" Kak Bima mengerutkan kening keheranan.

"Loh kenapa Put, bukanya tadi kamu yang nawari kakak makan?"

"Iya sih, tapi kan kakak lagi main hp ntar hp kakak berminyak loh jadi mendingan Putra suapin aja ya kak?" Kak Bima sempat mikir sebentar namun akhirnya ia setuju dengan ideku. Aku sangat senang bisa menyuapkan martabak ini ke kak Bima.

"Gimana kak enak gak?" Kak Bima malah menatapku dengan tatapan serius. Ada apa dengan kak Bima ya, apa ada yang salah dengan pertanyaanku? Aku masih bingung sendiri dengan tingkah kak Bima barusan. Ah kak Bima jangan buat aku takut dong masa mandangin Putra serius gitu.

"Hahahaha tawa kak Bima dengan lepas"

Yah ternyata dari tadi aku dikerjain sama kak Bima, dasar ya kak Bima suka banget ngerjain orang.

"Tau ah Putra males ama kakak" Ucapku yang langsung meninggalkan kak Bima. Aku keluar di teras kamarku.

"Yee masak gitu aja ngambek sih, gak seru ah" Kak Bima menyusulku di teras kamar, aku masih berdiri dan kedua tanganku memegang pagar teras.

"Putra?,,, Put? Yaela ngambek beneran ni anak"

Haha rasain tuh kak Bima gantian Putra kerjain, aku mau pura-pura ngambek ah biar kak Bima perhatian ke aku, padahal gak ngambek juga kak Bima udah perhatian ko, tapi ya biarin ah pengen manja-manjaan ama kak Bima. Makanya kak jangan suka ngerjain orang, gak enak kan di kerjain? Gumamku dalam hati.

"Sinih gantian kak Bima yang suapin kamu. Put? Beneran nih gak mau di suapin kak Bima? Yaudah kakak makan sendiri ah.." Aku tak tahan dengan godaanya. Disuapin kak Bima? Kan hal yang langka kalo lagi sehat gini.

"Iya kak Putra mau kok" Aku memutar tubuhku dan tersenyum melihat kak Bima. Ya Tuhan.. Kak Bima sangat tampan, aku sangat menyayanginya. Kak kenapa sih kita gak bisa pacaran? Aku tuh sayang banget sama kakak.

"Yaelah katanya mau di suapin tapi malah bengong" Protes kak Bima mengagetkanku.

"Eh iya kak mau kok" Aku membuka mulutku dan kak Bima mulai meyuapkan martabak ke mulutku.

"Buka mulutnya yang gede kali, ni mulut kok kecil amat ya?"

"Ih kak Bima ngeselin deh, mulut Putra kan emang kecil kali kak! Ah kak Bima boong aku udah buka mulut malah gak jadi disuapin"

"Abisnya buka nya kecil gitu mana muat lah" Tau ah bete sama kak Bima selalu jail sama aku. Aku kembali membelakanginya di posisi semula.

"Put mau gak ni? Kali ini kakak serius loh" Kak Bima dari belakang menyodorkan martabak di depan mulutku. Seketika ku gigit dan

"Kena kan kak?" Rasanya memang manis dan sangat enak. Bener yang dibilang sama kak Davis.

"Iya nih kakak nyerah deh Put, sini kakak suapin lagi" Akhirnya aku dan kak Bima duduk di kursi yang berada di teras. Aku dan kak Bima memakan martabak ditemani indahnya sinar bulan malam ini. Makasih ya Tuhan.. Aku sangat bahagia bersama kak Bima malam ini.

* * *

"Eh ternyata kamu di sini Put? Kak Davis cari kamu sampe kemana-mana tau" Yah.. Kak Davis lagi, kak Davis lagi gak ada kapok-kapoknya ni kakak. Kenapa sih kak Davis selalu ngejar-ngejar aku? Aku capek kali kak perasaan selalu di ikuti sama kak Davis terus, udah gitu semalem hampir ketahuan lagi sama mama huff.

"Eh ini kan kaka yang di rumah sakit pas kita jenguk Putra ya?" Tanya Tio

"Iya bener, gue sahabatnya Bima kakaknya Putra. Boleh gabung sama kalian gak disini?"

"Oh boleh kak silahkan!" Jawab Edo

"Makasih"

Yah malah ikut gabung lagi. Aduh kak Davis please deh kenapa sih selalu ngikuti Putra? Aku tuh masih takut kali kak dengan kejadian tadi malem.

"Oya kalian makan apa nih? Hari ini boleh deh makan sepuasnya biar kak Davis yang traktir" Tio langsung menoleh kearahku sebentar kemudiah kearah kak Davis.

"Beneran ni kak mau traktir kita sepuasnya?" Tanya Tio penasaran.

"Iya nih tar kita udah makan tau-tau gak dibayarin" Sahut Edo

"Iya benerlah masa kakak boong"

"Yee asik!!" Seru Tio dengan semangat. Yee si Tio seneng banget kalo di traktir gak tau akunya yg ketakutan apa. Hey kalian gak tau apa aku takut kalo deket-deket sama kak Davis, kalian malah seneng-seneng. Gak asik banget sih jadi teman.

"Loh Put kenapa diam aja? Kamu masih marah ama kakak ya?" Tio dan Edo serempa menatapku. Ih apaan sih pada liatin aku? Kan jadi malu.

"Ngga papa kok kak lagi males ngomong aja" Jawabku sekenanya. Kak Bima mana sih kok gak kekantin ya? Pasti lagi asik-asikan sama calon pacarnya si Tia yang sok cantik itu. Ah bete banget kan jadinya. Mending aku pergi aja lah.

"Put mau kemana?" Tanya kak Davis yang ikut beranjak

"Iya ni Put mau kemana lo?" Huff aku menghela nafas panjang.

"Aku duluan ya kak, Yo, Do"

"Putra tunggu Put!" Kak Davis lagi-lagi menarik tanganku dan mengajaku ketaman belakang sekolah.

"Apaan sih kak sakit tauk!!"

"Kamu kenapa sih Put akhir-akhir ini jutek gitu sama kakak? Memangnya kita gak bisa seperti dulu lagi apa yang selalu tertawa bersama. Jujur Put waktu awal kita ketemu di apotik kakak sudah suka sama kamu dan semakin hari rasa itu semakin besar dan gak bisa hilang. Kak Davis sayang sama kamu Put dan kak Davis pengen banget bisa selalu ada di samping kamu, makanya waktu kamu kabur dari rumah kak Davis panik dan takut banget kamu kenapa-kenapa. Makanya kakak selalu temenin kamu waktu dirumah sakit karna kakak khawatir dan ingin selalu tau kabar dan keadaan kamu"

Kurasa mataku mulai berkaca-kaca mendengar penjelasan kak Davis. Aku tau kak Davis sangat sayang sama aku, tapi kenapa harus kak Davis? Kenapa bukan Kak Bima yang nyatain perasan ini?

"Putra kenapa nangis Put? Maafin kak Davis ya!"

"Aku tau kok kak, kalo kak Davis sayang sama Putra, tapi-"

"Tapi kenapa Put?"

"Kak maafin Putra" Aku semakin tak bisa menahan air mataku dan akhirnya mengalir dipipiku

"Putra jawab, tapi kenapa Put!!? Kasi kakak penjelasan. Dari kemarin kamu cuma bilang gak bisa balas rasa kakak tanpa ada penjelasan. Kak Davis pengen tau penjelasan langsung dari mulut kamu Put"

Kak Davis menatap mukaku dalam-dalam dan memegang kedua bahuku. Aku semakin terdesak oleh pertanyaan kak Davis. Apa aku harus jujur? Aku bingung.

"Putra gak suka dan gak sayang sama kak Davis, tapi Putra sayang sama kak Bima kak" Aku langsung menundukan kepalaku dan tak berani lagi menatap kak Davis lagi.

"Bima? Putra kamu gila? Bima itu straight Put dan dia gak bakalan balas rasa kamu" Ucap kak Davis dan mengguncang pundakku.

"Aku gak peduli kak, tapi aku sangat nyaman dengan kak Bima dan aku menyukainya" Kak Davis mengusap Air mataku dan memeluku dengan erat.

"Maafin kak Davis ya Put yang sudah maksa kamu. Padahal kamu sebenarnya sayang sama Bima. Kakak janji gak akan ganggu kamu lagi dan kak Davis juga janji akan mengganggap kamu hanya sebatas adek kakak" Kak Davis ikut menangis di pelukanku. Ya Tuhan.. Aku sangat kasihan padanya. Kak Davis perlahan melepas pelukanku.

"Kak maafin Putra.." Aku kembali memeluk kak Davis erat dan dengan rasa bersalah yang amat dalam.

"Iya Put gak papa kok" Kak Davis lalu pergi meninggalkanku disini sendiri. Aku masih diam terpaku melihatnya berjalan yang semakin jauh dariku.

* * *

"Lo kenapa Put? Kok matanya sampe merah gitu?"

"Gak papa kok Yo" Jawabku singkat.

"Put, kalo lo lagi ada masalah mending lo cerita sama gue. Siapa tau gue bisa bantu lo Put!!" Aku masih duduk diam mematung tampa bergerak sedikitpun. Aku masih merasa bersalah sama kak Davis yang telah menolak cintanya tuk kedua kalinya. Tapi mau gimana lagi aku memang benar-benar tak mempunyai rasa dengan kak Davis.

"Gak papa kok Yo, aku baik-baik aja kok" Lagi pula mana mungkin Yo aku cerita sama kamu masalah seperti ini yang ada kamu jauhin aku iya kalo kamu tak bisa menerimanya.

* * *

Bima POV

Putra tumben banget jam segini sudah tidur? Padahal kan masih sore apa dia kelelahan karna pelajaran di sekolah kali ya. Put ? kak Bima kangen tau pengen becandaan sama kamu seperti kemaren malem, tapi kok jam segini kamu udah tidur? Aku menyelimuti tubuhnya dan aku berjalan menuju meja belajarnya.

Aku sudah sangat lama tak pernah lagi melihat nilai Putra, sewaktu dia sebelum kabur dari rumah sih nilainya selalu bagus karna dia memang anak yang pintar. Aku kangen dengan buku yang pernah kulihat waktu aku tiba-tiba berubah menjadi menyayanginya. Ya buku berwarna merah yang bergambar donal bebek, tapi mana kok gak ada? Bukanya biasanya selalu berada di bagian paling atas? Aku ingin melihat buku itu karna setelah melihat buku itu aku jadi berubah sangat menyayangi Putra.

Satu persatu buku yang ada diatas meja ini kupindahi namun masih tak kutemukan. Setelahku obrak abrik ternyata sekarang menjadi diurutan yang paling bawah.

Aku segera membukanya dan langsung kubuka di halaman dua yang ada gambar Aku, mama, papa dan Putra yang di beri nama masing-masing. Aku tersenyum jika teringat hal ini karna cuma gambar sederhana ini dan kalimat ungkapan hatinya lumayan panjang aku bisa luluh yang tadinya sangat benci bisa berubah menjadi sangat sayang dan peduli padanya.

Lagi pula saat ini aku juga nyaman, karna kehadiranya aku jadi tidak merasa kesepian lagi. Makasih tuhan ternyata yang kau beri memang selalu indah walau awalnya dugaanku buruk dengan kehadiran Putra, namun dengan berjalanya waktu aku bisa menerimanya.

Saat akan kututup buku ini aku merasa ada yang mengganjal di lembar sebelahnya dan ternyata masih ada pena yang tertinggal di halaman berikutnya, namun tulisan apa ini?

Kak maafin Putra ya kalo Putra menyayangi kak Bima lebih dari adek dan kakak. Entah kenapa sejak kejadian tadi pagi pas ngasih handuk ke kakak dan membuka pintu tak sengaja aku jadi merasa ada diriku yang aneh, iya aneh banget malah aku mencintai yang tak layak kucintai yaitu kakak.

Stop!! Aku tak melanjutkan lagi membaca tulisan yang masih sangat panjang itu. Putra gay? Ya Tuhan kenapa harus terjadi dengan adikku Putra? Aku masih tak percaya akan hal ini tapi ini memang tulisan dia.

Aku menoleh kearahnya yang sudah tertidur pulas. Berarti waktu yang ia curhat tak bisa mengungkapkan rasa sayangnya itu rasa sayang ke aku dong? Astaga Putra kenapa ini terjadi sama kamu? Pantas saja waktu aku ngobrol di Apotik dengan Tia dia keliatan gak suka dan buru-buru ngajakin pulang ternyata...

Jujur aku paling benci dan gak suka sama cowok yang namanya cowok gay atau apa namanya. Tapi apa aku harus membencinya juga? Gak!! itu gak boleh karna Putra menjadi gay juga gara-gara aku beberapa hari lalu dan lagi pula aku juga sudah janji kalau sampe dia sembuh dari sakitnya aku juga akan selalu jaga dia dan selalu sayang dia.

Put kenapa ini harus terjadi sama kamu? Dadaku sangat terasa sesak dan hatiku menangis tak terima atas kejadian yang menimpa adiku....

* * *

--BIMA POV--

Aku masih benar-benar belum bisa menerima kenyataan kalo Putra gay. Kenapa harus Putra coba? Hey dia adiku yang paling kusayang dan aku tak mau kehilangan dia untuk kedua kalinya. Apalagi jelas-jels dia jadi gay gara-gara aku, mana bisa aku membencinya, yang ada saat ini adalah rasa bersalahku yang mendalam terhadapnya.

Aku berjalan menghampirinya yang masih tertidur di ranjang. Kusapu lembut rambut di keningnya dan kutatap dalam-dalam wajahnya. Put maafin kak Bima ya, gara-gara kak Bima kamu jadi seperti ini. Kakak gak bermaksud buat kamu gini Put. Dan andai saja kak Bima tau kejadianya bakalan seperti ini, pasti kak Bima gak bakalan nyuruh kamu Put.

"Kak, kok kak Bima nangis ada apa kak?" Tanya Putra yang baru saja bangun dan mengagetkanku. Dengan segera aku menghapus air mata di pipiku.

"Gak kok Put, kakak gak papa. Kamu sudah bangun?" Putra kini beranjak dan duduk di sebelahku.

"Kak Bima bohong ya, tuh buktinya mata kakak merah. Kak cerita dong ke Putra kenapa kak Bima sampe nangis gitu, kakak lagi ada masalah sama Tia? Atau lagi berantem?" Putra kini menatapku dalam-dalam, ia masih menantikan jawaban dariku. Kenapa dia bisa menduga aku ada masalah sama Tia, padahal aku tau kalo aku bercerita tentang Tia hanya akan menyakiti hatinya.

"Kak Bima beneran gak papa kok, oya kamu mau tidur lagi Put?"

"Gak kak Putra laper, temenin Putra makan yuk kak?"

"Yuk"

* * *

"Eh den Bima, den Putra ada apa atuh malam-malam gini kadapur?" Tanya bi Tati saat kami baru saja sampai dapur.

"Ini bik kan tadi Putra belum makan jadi lapar mau makan"

"Oh iya atuh tumben den Putra tadi gak ikut makan bareng sama Tuan dan Nyonya, tunggu nya den biar bibi siapin dulu makanya!" Aku dan Putra masih duduk di meja makan, sedangkan bi Tati masih sibuk dengan tugasnya.

"Kak gimana hubungan kak Bima dengan Tia?"

Deg!! Kenapa Putra nanya gini kagi ya? Padahak aku yakin banget kalo aku jujur baru jadian tadi siang pasti dia kecewa dan sakit hati banget. Ya Tuhan.. Aku harus bagaimana aku gak mau buat adeku Putra sedih.

"Kak kok gak di jawab?"

"Eh iya, masih temenan aja kok Put, kakak masih mau jomlo dulu aja lah pusing pacaran banyak aturan" Putra hanya manggut-manggut. Ya Tuhan aku berbohong dengan Putra, tapi mau gimana lagi aku tak mau melihat hatinya hancur kalo tau aku baru jadian dengan Tia pacarku.

"Kak kapan memangnya kakak mau nembak Tia?" Lagi-lagi aku diberi pertanyaan yang sangat sulit kujawab.

"Em.. Put kita jangan ngomongin ini ya, kak Bima lagi males bahasnya"

"Silahkan Den, sudah siap makananya!!"

"Iya Bik makasih ya"

"Sinih Put kak Bima ambilin ya nasinya?" Ia mengangguk dan tersenyum. Aku sangat sangat senang jika melihatnya tersenyum seperti itu, mulutnya yang mungil membuat senyumnya terlihat sangat manis.

"Kak kok liatin Putra kaya gitu sih kan Putra malu, tuh nasinya banyak amat siapa yang mau makan coba?" Seketika aku melihat nasi yang kuambil memang banyak sekali dan Putra gak bakalan bisa makan sebanyak ini.

"Eh ia maaf Put"

"Ye kakak kenapa sih aneh banget malam ini gak seperti biasanya"

"Sudah ah lupakan makan yuk!!"

Kami sangat menikmati makan malam ini, ya walau sebenarnya aku belum lapar si tapi gak papa lah nemenin Putra makan.

"Put makanya yang banyak ya biar cepet gede" Dengan cepat ia menoleh kearahku.

"Eh kak masa biar cepet gede? Kan Putra udah gede kali"

"Hah? Gede apanya coba?" Ia terdiam dan memikir sejenak. Amat sangat kelihatan kalau dia sedang memikirkan sesuatu. Mungkin ia masih mencari jawaban atas pertanyaanku barusan.

"Gede... Tangannya kak hahaha" Tawanya lepas. Akhirnya aku bisa juga menghilangkan rasa canggung dan menjadi seperti biasa.

"Haha ada-ada saja kamu Put, sudah ah buruan tuh habiskan makananya!"

"Iya kak"

* * *

"Woi kenapa lo Bim pagi-pagi gini sudah bengong kek orang gak punya duit aja?"

"Apaan si lo Ren datang-datang rese lo" Reno hanya tersenyum melihat tingkahku.

"Lo mikirin apaan si Bim sampe serius amat gitu? Gue aja ni ya yang selalu di kekang ama Eyang gue yang sangat bawel sedunia biasa-biasa aja Bim, awalnya emang ngeluh tapi lama-kelamaan juga pasti biasa kok. Pasti lo ada masalah baru kan jadi makanya lo belum bisa terbiasa bawainya"

Apaan si Reno jadi anak sotoy amat ya, tapi emang bener sih aku memang sedang mikirkan nasip adiku Putra. Aku takut dengan masa depanya kalo sampe gak bisa suka sama cewek gimana coba.

"Eh Ren lo jadi anak sok tau banget deh keknya, gue gak gitu juga kali"

"Alah sudah lah Bim, gue itu udah kenal lo lama jadi gue tau banget gimana sikap lo kalo lagi ada masalah. Cerita aja sama gue, siapa tau gue bisa bantu!!" What, Cerita sama lo? Bisa bantu? Keknya gue gak bisa cerita sama lo deh Ren ini masalah privasi adek gue dan gue gak mau sampe ada yang tau.

"Makasih tawaranya Ren, tapi maaf gue gak bisa cerita ke lo"

"Key gak papa kalo gitu Bim"

"Eh Bim ada yang mau gue omongin sama lo" Ucap Davis yang baru saja datang menghampiriku.

"Ngomong apa Vis?"

"Gue tunggu lo di belakang sekolah ya!!" Davis langsung berlalu meninggalkanku. Aku masih bingun hal apa ya yang mau di omongin sama Davis, kenapa gak di omongin di sini saja? Keknya ini masalah serius makanya Davis gak mau berbicara disini.

Dengan rasa penuh penasaran aku berjalan kebelakang sekolah yang sudah di janjikan oleh Davis. Aku sudah melihat Davis di sana dengan keadaan berdiri membelakangiku dan kedua tanganya di masukkan ke saku celananya masing-masing.

"Mau ngomong apa sih Vis keknya serius amat sampe musti kesini segala?" Davis masih diam tak menjawab pertanyaanku dan dia masih terlihat sangat santai.

"Vis? Lo denger gue kan?"

"Bima lo ngerasa gak kalo kelakuan Putra itu beda?" Maksud ucapan Davis barusan apaan sih gue masih gak ngerti maksudnya.

"Maksud lo apa Vis, gue gak ngerti" Davis memutarkan tubuhnya dan saat ini ia menghadap kearahku.

"Lo tau gak Bim kalo Putra gay?"

Seketika aku terkejut nendengar pengakuan Davis barusan, dari mana dia tau kalau Putra gay?

"Lo ngomong apaan sih Vis mana mungkin adek gue gay, dia normal kok dan lo kalo ngomong jangan sembarangan ya!!" Emosiku mulai naik saat Davis bilang Putra gay. Walau memang kenyataan tapi aku tetap saja tak terima jika ada orang yang bilang adek gua dengan sebutan 'gay'

"Haha Bima-bima kasian yah nasip lo punya adik angkat seorang gay gak jijik apa lo?" Ucapan Davis benar-benar membuat ku naik darah.

"Lo kenapa sih Vis tiba-tiba lo jelek-jelekin Putra gini? Bukanya lo waktu Putra masuk rumah sakit lo perhatian banget sama dia?"

"Lo mau tau kenapa gue sekarang benci sama Putra? Karna dia gak nerima cinta gue, dan gue sengaja bongkar rahasia ini ke lo Bin biar lo tau kalo Putra itu gay!"

Aku sangat terkejut nendengar pengakuan Davis barusan, ternyata di gay? "Jadi lo gay Vis?" Tanyaku penasaran.

"Ya, kenapa kaget lo? Dan gue akan bongkar rahasia Putra ke publik biar semua orang tau kalau dia gay" Aku semakin gak tahan dengan ucapan Davis, aku mendekatinya dan memegang kedua kera bajunya dengan erat.

"Lo jangan macem-macem ya Vis, kalo lo berani ngelakuin itu gue bakalan habisin lo dan gue gak akan pernah rugi kehilangan sahabat modus kaya lo"

"Bima...!" Suara Reno memanggilku dari kejauhan. Aku segera melepaskan tanganku dari baju Davis. Ternyata Reno mengikuti aku dan Davis. Ren berjalan mendekat kearah kami.

"Untung ada Reno, kalo nggak udah gue tonjok lo Vis!"

Aku kembali mengatur nafasku agar terlihat lebih terstur dan santai di depan Reno.

"Lo lagi ada masalah sama Davis Bim? Ngapiain sih pake acara kek tadi? Kan bisa di bilangin baik-baik kali. Kalian ini kan sahabat gak boleh kaya gitu lah" Ucap Reno yang baru sampai.

"Sahabat? Kalo dia sahabat gue gak mungkin dia buat gue emosi Ren" Davis hanya diam mematung tak ada kata yang keluar dari mulutnya, ntah memang dia merasa bersalah atau memang gak mau melibatkan Reno.

"Gue capek Ren" Aku pergi meninggalkan Davis dan Reno. Ternyata selama ini Davis ada main di belakang gue dan yang dia ganggu adek kesayangan gue si Putra. Gimana aku gaj marah coba. Awas saja kalo sampe Davis beneran bongkar rahasia Putra bakal tau apa akibatnya.

(Bersambung...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar