Jumat, 22 Januari 2016

Maafkan Aku Ibu
Part 11
-----------------
By. Aby Anggara
=========================

***

- Robi POV -

Setiap bangun pagi ka Raffi pasti sudah bangun lebih awal dariku, selama ka Raffi tinggal di sini ia selalu rajin membangunkanku setiap pagi. Aku bahagia mempunyai seorang kakak seperti dia! walau ada sedikit yang aku tak suka darinya yang suka menasehatiku tentang Agama. Aku akui yang di bicarakan denganku memang benar, tapi aku selalu menyangkal karna aku sampe sekarang belum bisa merelakan kepergian orang tuaku. Maka dari itu aku merasa sangat malas jika harus melaksanakan perintah Tuhan, sedangkan Tuhan tak sayang padaku dan dia juga telah memisahkan aku dan kedua orang tuaku.

Aku memang meminta pada ka Raffi supaya selalu terbuka denganku, tapi aku sendiri tak terbuka denganya. Dua bulan terakhir aku menjalin hubungan dengan Aris teman sekelasku. Dia adalah boy frend pertamaku. Namun aku tak berani terbuka pada ka Raffi. Karna aku yakin kalo sampe ka Raffi tau pasti dia akan melarangku, tau sendiri kan sifatnya ka Raffi seperti seorang Ustad.

Setiap hari Aris selalu menjemput dan mengantarku pulang sekolah, walau dia uke, tapi dia rela mengantar dan menjemput ku, padahal harusnya aku yang mengantar dan menjemputnya. Tapi tidak masalah, lagi pula dia sangat mencintaiku begitupun denganku yang mencintainya juga, hanya saja aku juga menjalin hubungan dengan Ayu adik kelasku dan hubunganku sudah hampir satu tahun denganya.

Setelah mandi aku berganti pakaian seragam sekolahku dan segera ikut sarapan bersama Om Indra dan yang lainya. Dimeja makan sudah terlihat Om Indra, Tante Irma dan ka Raffi. Mereka masih menungguku. Aku yang baru sampai segera duduk di sebelah kanan ka Raffi.

"Maaf Om, Robi sedikit telat"

"Yasudah tidak apa-apa, oya Bi sebentar lagi kan kamu akan menghadapi ujian nasional setelah kamu lulus Om dan Tante memberikan kebebasan kamu mau kuliah di jurusan apa, asal kamu benar-benar serius Om akan membiayaimu sampai kamu wisuda"

"Wah beneran Om?" tanya ku tak percaya. Om Indrapun mengangguk.

"Yasudah ayo makan nanti kamu telat!"

Om Indra dan Tante Irma memang baik, ia akan membiayaiku kuliah bahkan aku boleh memilih mau pilih di jurusan apapun. Aku sangat senang sekali mungkin karna Om Indra dan Tante Irma tak mpunyai anak jadi ia menganggapku seperti anaknya sendiri.

Sarapan pagi telah usai, aku segera berpamitan untuk pergi kesekolah.

"Om, Tante, ka Raffi.. Robi berangakat ke sekolah dulu ya?" ucapku sambil beranjak dari tempat duduku.

"Yasudah kalo gitu, belajar yang benar ya Bi!" ucap Om Indra

"Hati-hati ya Bi"

"Ia Om, dah ka Raffi" ucapku meninggalkan ruang makan. Aku berjalan menuju teras rumah, pagi ini Aris belum terlihat kedatanganya, mungkin ia masih dalam perjalanan.

Sembari menunggu Aris aku memaikan ponselku. Aku membuka galeri melihat foto-foto ku bersama aris. Dalam galeri hp ku hampir penuh dengan foto kami berdua, dari foto biasa hingga foto beradegan yang sangat mesra. Aku tersenyum-senyum sendiri saat melihat kenagan bersama Aris, belum lama berpacaran denganya tapi foto kita sudah lebih dari satu ribu, dasar Aris hobi banget kalo disuruh berfoto sudah gitu selalu ngajakin selfie juga denganku.

Tin....!
Aku tersentak kaget saat Aris membunyikan klakson dengan suara panjang, karna pandanganku masih berkonsentrasi pada layar ponsel. Aku segera memasukan ponselku dan menghampiri Aris.

"Maaf ya sedikit telat?" ucap Aris.

"Iya gak papa kok, yuk brangkat?"

"Yuk"

Dalam percakapan kami memang tak terlihat seperti orang pacaran kan? Kami memang tidak menetapkan panggilan sayang atau apa untuk kami masing-masing, karna aku tak mau kalo sampe suatu hari Aris keceplosan di tempat umum panggilan nama yang aneh-aneh. Hal itu bisa membuat kacau semuanya. Maka dari itu kami panggil nama seperti biasa agar tak satupun orang curiga kalau sebenarnya kami berpacaran.

Di jalan yang sudah jauh dari rumahku, aku memeluk erat pingang Aris. Ah.. Terasa lumayan hangat saat aku memeluknya di pagi hari yang dingin ini.

"Bi kamu ngapain, lepasin gak malu tau diliatin orang!" protes Aris. Aku tak mau menuruti kemauanya bahkan aku lebih erat lagi memeluk tubuhnya.

"Kenapa musti malu, di jalan sini kan tak ada yang mengenali kita?"

"Iya sih tapi tetap saja aku tak mau di perlakukan seperti itu" aku memilih mengalah, melepaskan pelukanku dari pinggangnya dan berpegangan biasa saja.

Tak selang lama kamipun sampai di Sekolah. Aku dan Aris menuju kelas bersama-sama, tapi sayangnya aku tak duduk bersamanya karna waktu dulu aku dan dirinya belum kenal begitu dekat.

Aku membuka kembali buku tugasku memeriksa kembali tugas yang semalam aku kerjakan dengan ala kadarnya, aku harap aku tak mendapatkan nilai yang terlalu buruk.

***

Saat jam istirahat sekolah aku bersama Aris keluar kelas bersama. Kita terlihat sangat akrab dan mereka yang melihat kami pasti tak menduga kalau kami berpacaran. Karna tak satupun orang di sekolah ini tau dengan hubungan kami.

Aku mengajak Aris makan bersama di Kantin, memesan makanan dan duduk berdua di kantin ini. Hubungan kami memang masih seumur jagung, tapi aku berharap hubungan ini akan bertahan lama.

"Ris tar malem aku mau main kerumahmu boleh?" Aris terlihat sedikit berfikir sebelum menjawab pertanyaanku.

"Boleh ko Bi" singkatnya.

"Yes asik" aku sangat senang karna Aris sudah memberiku izin main kerumahnya, aku bakalan meminta jatah dengan uke ku yang cute ini, bila perlu aku akan sekalian menginap dirumahnya.

"Kok keknya seneng banget diizinin datang kerumah Bi?"

"Ya gimana gak senang coba, main kerumah pacarnya sendiri, ya... Siapa tau di kasih jatah" goda ku dengan suara sedikit berbisik.

"Yah kamu tu yah dasar omes!" ucap Aris dengan muka memerah. Keliatanya dia tau dengan apa yang aku maksud, ya walau selama dua bulan kami memeng hanya sekedar berpelukan dan berciuman saja, tapi malam nanti aku akan meminta lebih darinya.

"Biarin sama pacar sendiri ini"

"Eh Bi aku cari kemana-mana ternyata disini, bisa minta tolong gak?" kata Ayu yang baru saja datang.

"Minta tolong apa Yu?"

"Bantuin cari buku di perpustakaan yuk Bi?" ucap Ayu memohon. Aku sangat bingung saat ini harus pilih yang mana. Ayu pacarku dan Aris juga pacarku.

"Ris aku tinggal bentar ya?" ucapku sambil berdiri dari duduku. Tergambah jelas rasa kekecewaan di wajah Aris. Ia tak menjawab perkataanku dan aku yakin dia pasti cemburu melihatku dekat dengan pacarku yang lainya.

***

Jam pelajaran sudah selesai dan waktunya pulang. Mataku mencari sosok Aris yang duduk di belakangku. Aku menunggunya dan kami keluar kelas bersama.

Kami menuju parkiran motor dan akan pulang bersama seperti biasa.

"Yuk Bi buruan naik!" perintah Aris. Aku segera naik di belakangnya.
Aris selalu mebuatku nafsu bila sedang di dekatnya. Wajahnya yang kecil, rambut jabrik dan tubuhnya yang tak terlalu besar membuat aku tak ingin berpaling darinya.

Setelah di luar Sekolah aku kembali meleluk tubuhnya seperti yang aku lakukan tadi pagi, namun lagi-lagi Aris tak menyukai perlakuanku. Dengan tangan kirinya ia berusaha keras melepaskan tanganku dari pingganya.

"Please deh Bi jangan kaya gini malu tau, kalo kamu mau nanti malam saja ya!" protes Aris sembari meyakinkanku. Aku yang sudah mendapat garansi darinya mengikuti kemauanya toh nanti malam dia akan menuruti apa yang aku mau.

"Asik... Beneran ya nanti malam?"

"Idih ngarep!"

"Ye biarin"

Kami sudah sampai di rumahku. Aris mengantarkanku tak tanggung-tanggung sampai didepan pintu rumahku.

"Masuk dulu yuk Ris?"

"Gak lah Bi makasih, mama pasti sudah nungguin aku dari tadi karna sepulang sekolah mama minta di anterin mau belanja bulanan kebutuhan sehari-hari gitu"

"Oh gitu, yasudah hati-hati ya Ris!"

"Siap tuan!" canda Aris dengan tangan kanan ditaruh di atas telinga sebelah kanan seperti hormat bendera.

"Haha kamu bisa saja Ris"

"Yasudah aku pulang dulu ya Bi?" ucap Aris sambil berlalu meninggalkan halaman rumahku.

"Hati-hati Ris!" ulangku dengan sedikit teriak. Aku segera masuk dan berganti pakaian.

***

Aku meliahat ka Raffi yang sedang melamun sendirian di depan sanah. Apa ka Raffi masih memikirkan masalah kemaren hingga terlihat begitu murungnya. Aku sangat kasihan dengan ka Raffi oarang tuanya belum bisa menerima kenyataan pahit tentang hidupnya. Sampai sekarang sudah tiga tahun ka Raffi disini apa keluarganya tidak mencarinya? Entahlah!

Hari ini aku sangat bahagia bahkan nanti malam aku akan lebih bahagia dengan pacarku Aris, tapi kenapa diwajah ka Raffi terukir sejuta kesedihan dan kesusahan. Keadaan kami saat ini sangat kontras, bahkan aku tak tega bila ingin meninggalkanya sendirian di rumah, sedangkan aku mau main dan bersenang-senang.

Perlahan aku berjalan menuju depot isi ulang menghampiri ka Raffi yang sedang melamun.

"Ka Raffi sudah maka?" tanyaku membuka obrolan. Ka Raffi menolehku sebentar kemudian fokus kembali pandanganya menatap lurus ke arah depan.

"Belum Bi, nanti saja" singkatnya.

"Ka Raffi makan dulu ya biar Robi yang jaga!"

"Ka Raffi lagi gak nafsu makan Bi, nanti saja kalo sudah lapar juga pasti makan ko"

"Ka Raffi gak boleh gitu, nanti kalo ka Raffi sakit gimana kak?"

"Sudah Bi gak usah terlalu mencemaskan ka Raffi, semua pasti akan baik-baik saja kok"

Sepertinya ka Raffi sedang memikirkan masalahnya yang begitu berat. Wajahnya terlihat begitu kusut dan tak ada semangat hidup yang terukir di wajahnya. Kalo boleh jujur aku juga pasti bakalan seperti ka Raffi jika mengalami hal yang sama. Hidupnya terlalu berat menurutku bahkan orang tuanya saja tak mua memaafkan kesalahan yang sebenarnya bukan ia buat dengan sengaja.

***

Pukul 20:00 wib

Aku masih berbaring terlentang di ranjangku, sebenarnya malam ini aku sudah janji ingin pergi kerumah Aris tapi aku tak tega meninggalkan ka Raffi yang sedang bersedih.

Aku sambil membaca buku yang sebenarnya tak terlalu konsentrasi. Pikiranku sangat kacau bagai mana cara aku menjelaskan pada Aris kalo aku tak bisa datang kerumahnya? Pasti nanti Aris berfikir yang tidak-tidak, menyangka aku kerumah Ayu lah, sibuk dengan pacar yang lain lah. Pasalnya Aris orangnya sangat pencemburu bahkan beberapa minggu lalu ia meminta aku memutuskan Ayu. Padahalkan jelas-jelas si Ayu itu seorang cewek, tapi kenapa Aris begitu mempermasalahkanya.

"Kok gak belajar Bi memangnya gak ada tugas sekolah?" tanya ka Raffi yang baru saja datang.

"Gak ada kok kak"

Terdengar nada panggilan berdering di hp ku yang ku letakkan di atas meja kecik di sebelah ranjangku. Aku yakin itu pasti Aris yang menelponku. Benar saja ternyata dia sudah tak sabar menunggu kedatanganku. Aku menaruh hp ku kembali di atas meja karna aku juga tak tau harus menjawab apa jika ia menayakan kenapa sampai jam segini aku belum datang kerumahnya.

"Loh kenapa gak di angkat Bi?" tanya ka Raffi

"Em.. Gak papa kok kak lagi melas saja" tak berselang lama hp ku kembali berdering tentu saja membuat mata ka Raffi tertuju kembali pada hpku.

"Angkat saja Bi siapa tau penting!"

"Sebenernya itu dari temen kak aku sudah janji sama dia malam ini mau kerumah nya tapi..."

"Tapi kenapa?"

"Tapi aku gak tega ninggalin ka Raffi sendirian disini, sedangkan ka Raffi lagi sedih"

"Bi.. Janji itu adalah hutang dan kamu harus membayarnya! Ka Raffi gak sendirian kok, kan masih ada Om Indra dan Tante Irma? Yasudah buruan ganti baju dan berangkat ya, kasihan tuh temen kamu sudah nungguin dari tadi"

"Ka Raffi bener ga papa?" Ka Raffi hanya mengguk. Aku segera mengirimkan sms ke Aris dan berganti pakaian. Dengan malas aku bengakit dari tempat tidurku, namun ka Raffi juga memaksaku dan menyuruhku menepati janjiku.

Semua sudah siap, dari tadi aku berganti pakaian juga ka Raffi membantuku mengancingakan lengan baju kemeja panjangku dan merapikan baju yang aku pakai. Sudah sebesar ini aku masih saja suka manja dengan ka Raffi. Padahal usiaku saat ini sudah 18 tahun, tapi entah kenapa terkadang aku sangat manja didepan ka Raffi, aku jadi tersenyum sendiri saat ingat minta dimandikan dengan ka Raffi beberapa tahun lalu, tapi terkadang juga aku bersikap sangat dewasa didepanya. Ah entahlah aku saja masih bingung dengan sifatku, mungkin karna aku masih labil.

Aku menatap sekali lagi kearah ka Raffi seolah meminta izin padanya karna aku sangat tak tega meninggalkanya, ka Raffi menggukan pelan kepalanya tanda menyetujui.

"Aku berangkat dulu ya kak?" izinku ke ka Raffi

"Hati-hati ya Bi!"

***

Aku sudah sampai dirumah Aris, saat ini sudah hampir jam 9 malam.

Ting tong!!!

Aku menekan tombol berwarna putih yang berada di sebelah pintu rumah Aris dan tak lama seorang perempuan membukakan pintu untuku. Dia adalah Tante Tuti mamanya Aris.

"Permisi Tante Arisnya ada?" tanyaku sopan.

"Eh nak Robi mari masuk! Arisnya ada kok langsung kekamarnya saja ya!"

"Ya Tante" aku segera menuju kamar Aris yang berada tak jauh dari pintu tengah. Pintu kamarnya berwarna putih. Aris sedang duduk di meja belajarnya, mungkin ia sedang belajar. Ia juga menyalakan musik di hpnya sedikit keras hingga ia tak menyadari kedatanganku.

Aku segera menutup pintu perlahan aku melangkahkan kakiku dan mendekatinya yang masih membelakangiku. Aku segera menutup kedua matanya dengan kedua tanganku dengan erat. Kedua tanganya langsung memegang tangaku mencoba ingin melepaskanya.

"Coba tebak siapa yang datang!" ucapku masih menutup kedua matanya.

"Ini pasti Robi kan?" aku tak menjawabnya, melainkan aku masih menutup matanya dengan erat.

"Sudah-sudah gak usah becanda gak lucu kali" ucapnya mulai kesal denganku. Aku segera melepaskan tanganku dan membantingkan tubuhku di ranjangnya.

"Maaf ya Ris aku telat datang" ucapku yang masih terbaring diranjangnya.

"Kamu sudah telat dan gak jadi dapat jatah malam ini!" ucapnya sinis. Aku langsung bangkin dari tidurku dan medekatinya. Aku memeluk leher Aris dari belakang.

"Loh kok gitu, kan aku sudah minta maaf Ris?" rayuku sambil mencium pipi sampingnya. Sementara tanganku masih melingkar di lehernya.

"Salah siapa coba buat orang kesal udah telat gak kasih kabar lagi" gerutunya

"Iya deh aku ngaku salah, maafin aku ya?"

"Aku mau maafin kamu dan aku akan memberi apa yang kamu mau tapi ada satu permintaanku yang harus di penuhi!"

"Apa sayaratnya Ris?"

"........" Aris diam dan menghela nafas panjang.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar