Rabu, 27 Januari 2016

Karena Dirimu
Part 04
---------------
By. Aby Anggara
========================

***

"Ma-masuk!" kata Denis gagap karna menahan rasa takut. Denis dan Ardi menatap kearah pintu dengan wajah yang sangat tegang, tak lama pintu kamar itu terbuka dan muncul sosok Igo dengan penampilan yang sudah sangat rapi.

Huf.. Seketika Ardi dan Denis menghela nafas legah secara bersamaan, ketegangan di wajah mereka tampak hilang dengan tiba-tiba.

Igo yang sudah membuat Ardi mengeluarkan keringat dingin tampak senyum bagai orang tanpa dosa. Ia berjalan menuju Ardi yang sedang duduk di kursi belajar Denis.

"Igo... Kamu ngagetin aja tau" kata Ardi geram.

"Em.. Aku tau pasti kamu takut yang ngetuk pintu tadi Rara? Yakan?" Igo menundukkan tubuhnya dan menopang dagu dengan kedua telapak tanganya di meja belajar Denis.

"Ah kamu sok tau jadi anak"

"Alah ngaku aja deh, iya kan? Kan?" Igo mencolek-colek hidung Ardi. Ardi semakin kesah dengan tingkah Igo yang sok tau dan ia mengacungkan mata pulpen di depan wajah Igo dengan wajah geram.

"Sudah ah aku masih ngerjain tugas Den Denis nih" Ardi kembali serius menatap buku yang masih ada di depannya. Sedangkan Igo masih dalam posisi semula, menopang dagunya sambil melihat Ardi yang sedang mengerjakan tugas untuk Denis.

"Kenapa Denis gak ngerjain sendiri Ar?"

"Kan Den Denis lagi sakit Go dia masih sangat lemas, kasian kan kalo sampai dia kena hukuman karna gak ngerjain tugasnya?" kata Ardi tanpa menatap kearah Igo, ia masih fokus mengerjakan tugas sekolah itu.

"O.. Gitu, jadi gimana kita jadi jalan gak Ar?" seketika Ardi sangat bingung dan menghentikan menulisnya pada buku Denis. Ia menoleh kebelakang, melihat Denis sebentar, lalu menoleh Igo dengan tatapan bingung. Suasana terasa hening sejenak karna Ardi masih tampak berfikir. Disatu sisi ia sudah berjanji pada Igo, tapi disisi lain ia tak mau meninggalkan Denis sendirian disini.

"Keknya gak jadi deh Go, aku kasihan sama Den Denis dan aku gak tega ninggalinya sendirian" kata Ardi. Igo berusaha tersenyum dan menganggap seolah dirinya baik-baik saja, walau yang ia tampilkan adalah senyuman palsu. Padahal di dalam hatinya ia sangat kecewa dengan Ardi yang lebih mementingkan Denis ketimbang dirinya.

"Kalau kalian mau jalan gak papa jalan saja, aku disini masih ada Bi Ina ko" sahut Denis ikut angkat bicara. Igo menoleh kearah Denis, lalu wajah Ardi.

"Em.. Gak ko Nis gak papa. Ardi bener ko, kamu kan masih lemah dan Ardi harus nemenin kamu. Oya kalo gitu aku pulang ya Ar, Nis?" tanpa menunggu jawaban persetujuan dari Ardi dan Denis, Igo berjalan menuju pintu kamar Denis dengan wajah sedih dan penuh kekecewaan, karna orang yang ia sayangi lebih memilih orang lain dari pada dirinya.

"Go tunggu!" seru Ardi tiba-tiba. Reflek igo menghentikan langkah kakinya namun tak menoleh. Ardi segera menghampiri Igo yang sudah hampir sampai di pintu kamar Denis. "Aku anterin sampai depan ya Go?" Igo mengangguk pelan lalu melanjutkan langkahnya, membuka pintu kamar itu lalu berjalan menuju pintu belakang. Sedangkan Ardi hanya mengekor di belakang Igo.

Saat sampai di ruang tengah Igo berhenti berjalan, perlahan ia memutar tubuhnya menghadap Ardi yang ada di belakangnya.

"Ar aku mau ngomong sama kamu" Igo menatap Ardi dengan tatapan tajam, dan tatapan itu sangat terlihat seperti dipenuhi tanda tanya.

"Mau tanya apa Go?"

"Apa kamu suka dengan Denis?"

Deg!

Ardi terdiam tak bisa menjawab pertanyaan Igo yang sangat sulit untuk ia jawabnya. Ardi menundukan kepalanya masih dalam diam.

"Ardi jawab!" tegas Igo sambil memegang kedua bahu Ardi sambil mengguncangnya. Ardi masih diam, menundukan kepalanya menatap lanta. Suasana begitu hening, hingga menunggu Ardi berbicara saja seperti waktu yang tak berjalan.

"I-iya Go" singkatnya. Ia masih menunduk, karna ia tau Igo pasti sedang menatapnya tajam.

Perlahan dengan tangan yang gemetar Igo melepaskan kedua tanganya dari bahu Ardi, tanpa sepatah kata Igo melanjutkan langkah kakinya dan meninggalkan Ardi yang masih berdiri mematung diruangan itu. Ardi baru mendongakkan kepalanya saat ia tau kalau kaki Igo sudah berjalan meninggalkanya. Mata Ardi sedikit basah dan kini ia hanya memandangi Igo yang berjalan membelakanginya.

Saat Igo sampai di pintu terakhir antara ruang tengah dan ruang belakang Igo berhenti, ia menoleh Ardi yang masih diam disana. Tatapan Igo sangat tajam. Rasa kecewa menghampiri Igo saat ini, karna ia merasa harapan untuk memiliki Ardi pupus sudah saat ia mengetahui Ardi lebih memilih Denis. Mereka masih bertatapan, namun tatapan Ardi memancarkan tatapan rasa bersalah pada Igo. Hanya beberapa detik Igo malanjutkan langkahnya keluar rumah Denis dari pintu belakang.

"Loh kok cepet amat udah mau pulang nak Igo?" tanya Ibu Ardi yang sedang sibuk mengangkat pakaian.

"Ah gak papa buk, Igo pulang dulu ya buk?" kata Igo ramah. Ia berusaha tegar di depan Mamanya Ardi walau saat ini ia sangat rapuh.

"Yasudah kalo gitu, hati-hati nak Igo!"

"Ya buk"

Dengan cepat Igo masuk kedalam mobilnya, lalu keluar dari halaman rumah Denis yang mewah itu.

Dengan rasa bersalah Ardi kembali kekamar Denis dengan wajah tak bersemangat. Ia menutup pintu kamar itu lalu kembali kemeja belajar Denis untuk melanjutkan tugas yang ia kerjakan belum selesai. Sesaat suasana kamar Denis terasa begitu sunyi dan sangat caggung bagi Denis untuk mengawali percakapan mereka. Untuk sementara waktu Ardi masih fokus mengerjakan tugasnya di meja belajar itu, sedangkan Denis masih sibuk mencari kalimat yang pas untuk memecahkan suasana yang secara tiba-tiba terasa beku.

"Em.. Maaf ya Ar, kalian gak jadi jalan gara-gara aku" ujar Denis tiba-tiba. Ia merasa sangat bersalah pada Ardi.

"Udah gak papa ko Den, lagian kan masih ada hari esok?"

"Tapi tadi aku lihat Igo sangat kecewa dengan keputusan kamu yang membatalkan janji kalian Ar?"

"Sudah gak usah di fikirin ya Den, tadi di luar Ardi udah jelasin ke Igo agar dia ngertiin posisi ku kok" Ardi melempar senyum berusaha meyakinkan Denis, kemudian ia kembali fokus pada buku yang ada di depannya.

Denis hanya manggut-manggut tanda mengerti dengan apa yang di ucapkan oleh Ardi. Namun tetap saja rasa bersalah itu masih bersemayan di hati Denis. "Ardi terlalu baik buat aku, sampai-sampai ia rela membatalkan janjinya pada Igo demi aku"

"Sudah selesai Den, aku ganti baju dulu ya?"

"Iya Ar kamu pasti belum makan kan? Jangan lupa makan ya!"

Deg!

Jantung Ardi berdetak sangat cepat secara tiba-tiba setelah mendengar ucapan seperti itu dari Denis, karna ini baru pertama kalinya Denis perhatian pada dirinya.

"I-iya Den nanti juga mau makan ko" Ardi lalu bangkit dari tempat duduknya, mengambil tas yang berada di ranjang Denis lalu berjalan menuju pintu kamar itu.

"Ar?.." panggil Denis saat Ardi baru saja memegang gagang pintu kamar itu. Seketika Ardi menoleh Denis yang sedang duduk di ranjangnya.

"Iya Den ada apa?"

"Makasih ya Ar?"

"Makasih buat apa Den?"

"Buat semuanya Ar, kamu udah nemenin aku dan juga udah buatin tugas buat Aku"

"Iya Den sama-sama" dengan senyuman Ardi segera keluar kamar Denis dengan penuh semangat. Hari ini ia sangat bahagia bisa membuat Denis tersenyum tanpa ada Rara yang menghalanginya. Ia berjalan menuju kamarnya yang berada di sebelah ruang makan keluarganya, berganti pakaian lalu kembali menuju dapur untuk makan siang.

"Wah-wah anak Ibu sepertinya sedang bahagia sekali, ada apa to le?" tanya Ibu yang sambil berlalu mengantarkan air putih untuk Ardi. Begitulah Bu Ina, ia selalu perhatian pada anak-anaknya.

"Gak papa kok Buk, ya.. Ardi lagi senang aja" kata Ardi sambil melanjutkan makanya.

"Tapi kok beda dengan Igo, tadi Ibu liat dia seperti sangat kecewa gitu. Sebenarnya ada apa le? Ibu kok kasihan lihat nak Igo tadi, dan Ibu ndak tega melihatnya seperti itu karna kalian kan selama ini ndak pernah berantem toh? Apa kalian lagi ada masalah?" Tiba-tiba Ardi menghentikan mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya, ia baru teringat kalau keputusannya tadi telah membuat Igo kecewa padanya.

"Gak kok Buk, Ardi gak ada masalah sama Igo, nanti Ardi mau kerumah Igo buat menjelaskan tentang salah paham tadi"

"Yasudah kalo gitu Ibu tinggal dulu ya le? Ibu masih banyak pekerjaan"

"Ya buk" Bu Ina lalu bangkit dari tempat duduknya dan berlalu meninggalkan Ardi sendirian di meja makan itu. Ardi segera menyelesaikan makan siangnya lalu berniat kerumah Igo untuk mengajaknya mengerjakan tugas sekolah bersama.

***

Ardi menekan tombol bel yang ada di kanan atas pintu gerbang itu, kemudian salah seorang satpam membukakan pintu untuknya.

"Eh Den Ardi, masuk atuh pasti cari Den Igo ya?"

"Iya ni Mang, Igonya ada?"

"Aduh maaf atuh Den, Den Igo sejak tadi sudah pergi entah kemana gitu"

"Pergi? Sama siapa Mang?"

"Sendirian atuh Den, ada apa gitu?"

"Yasudah kalo gitu Ardi pamit dulu ya Mang?"

"Ele-ele segitu wae eta teh? hati-hati atuh!" ujar mang Didin sedikit berteriak.

Ardi sangat tau Igo pergi kemana saat ia sedang kecewa seperti ini, ia pasti pergi ke Danau. Karna kalau Igo sedang sedih ia sering mengajak Ardi kesana. Ardi menghadang sebuah bis merah yang akan mengantarnya kearah Danau yang tak terlalu jauh dari rumahnya itu. Ia duduk gelisah tak sabar ingin segera menjelaskan pada Igo.

Benar saja, saat Ardi sampai di Danau itu ia melihat sosok Igo yang membelakanginya dan sesekali Igo melempar batu-batu kecil kearah Danau itu. Perlahan Ardi berjalan mendekati Igo dan duduk di sebelahnya.

"Coba kau lihat! Matahari itu tak akan selalu memberikan sinarnya ke bumi. Terkadang ia tertutup awan yang menghalagi sinarnya untuk tembus ke bumi, padahal ia masih sangat ingin memberi penerangan pada bumi, tapi apa daya ia tak mampu menembus mendung hitam yang sangat tebal itu dan akhirnya ia hanya bisa pasrah dan menunggu gumpalan mendung itu pergi meninggalkanya, baru ia akan kembali memberi penerangan kembali pada bumi"

"Tapi sehelai kain basah akan selalu merindukan sinar matahari untuk mengeringkan dirinya, karna tanpa ada sinar mentari ia tak akan bisa kering Ar" seketika Ardi tersenyum dan bangkit dari duduknya. Ia berjalan beberapa langkah membelakangi Igo.
"Sehelai kain basah masih bisa kering kok walau tanpa sinar matahari, ia akan kering jika selalu terkena terpaan angin, ya.. walau akan sedikit lebih lama"

Igo ikut bangkit dan menatap punggung Ardi. "Kau benar Ar, tapi aku lebih suka sinar mentari, karna sinarnya akan menghangatkan tubuhku dan sekali gus akan membuat aku sangat nyaman bila berada di dekatnya"

Ardi membalikan tubuhnya menghadap kearah Igo. "Tapi terlalu lama di bawah sinar matahari juga tak akan baik untukmu Go, ia bisa merubah warna kulitmu menjadi gelap"

 "Aku tak peduli akan kesehatan kulitku Ar, yang penting aku bisa selalu berada di bawah sang mentariku"

Ardi tersenyum. "Sekarang kita pulang ya Go?"

Igo mengangguk dan mengacungkan jari kelingkingnya. Ardi mendekat dan menyambut dengan jari kelingkingnya lalu mereka tersenyum bersama, berjalan bersama dan bergandengan tangan bersama menuju mobil Igo yang terletak tak jauh dari Danau itu.

Ardi memang selalu pandai mengambil hati seseorang, bahkan Igo yang tadinya merasa sangat kecewa dan terpuruk saja bisa ia buat kembali ceria hanya dalam hitungan menit. Begitulah Ardi, sosok sederhana yang selalu bisa membuat bahagia orang-orang yang berada didekatnya.

***

Malampun tiba, Ardi baru saja di sibukan dengan tugas sekolahnya yang belum selesai ia kerjakan. Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka dan Igo yang muncul dari balik pintu kamar yang kecil itu.

"belum selesai ni Ar?"

"Iya ni Go, aku baru saja mulai mengerjakanya"

"Oh kalo gitu kita kerjakan sama-sama yuk?"

"Oke"

Igo pun ikut membaringkan tubuhnya bertengkurap di sebelah Ardi di ranjang kecil yang hanya beralaskan kasur lantai tipis yang sudah sedikit usang. mereka mengerjakan tugas sekolahnya bersama-sama. Beginilah keseharian Igo, selalu datang ketempat Ardi karna ia dirumahnya selalu merasa kesepian tanpa adanya saudara.

Igo bukanya fokus memperhatikan tugas yang sedang ia kerjakan, terkadang ia malah memandangi wajah Ardi yang sedang menjelaskan soal dalam tugasnya. Igo memang sangat mengagumi sosok kesederhanaan Ardi. Baginya hanya Ardilah yang selalu ada untuknya baik ia dalam keadaan susah maupun senang tanpa ada pamri seperti orang kebanyakan.

Satu jam telah berlalu, merekapun telah usah mengerjakan tugas sekolah mereka. Ardi dan Igo kemudian bersantai di teras belakang rumah Denis yang mewah itu. Mereka memandangi langit yang begitu gelap, tapi hadirnya jutaan bintang membuat langit tampak begitu indah malam itu.

"Coba lihat bintang yang ada si sebelah sana Ar!" kata Igo sambil menunjuk kearah salah satu bintang itu. Ardipun menolehnya dan memperhatikan bintang itu secara baik-baik.

"Kenapa dengan bintang itu Go?" tanya Ardi tak mengerti.

"Aku sangat mengaguminya Ar, walau ia lebih kecil di bandingkan dengan bintang-bintang lain, tapi ia tak pernah patah semangat. Ia tak mau kalah peran dalam hal itu, bahkan ia selalu menari-nari bahagia dengan kelipannya walau ia sadar sinar yang ia pancarkan tak seterang seperti bintang-bintang besar"

"Iya Go, begitulah nasib bintang kecil itu. Iya tak akan pernah menyerah walau terkadang manusia tak akan melihatnya karna sinarnya yang terlalu kecil, tapi hal itu tak akan membuatnya malas untuk menghiasi indahnya pemandangan langit di malam hari. Ia tetap semangat karna terkadang ia merasa paling berbeda dengan bintang lain dan ia merasa bangga dengan keadaan itu"

Igo tersenyum memandangi wajah Ardi yang masih mengamati bintang itu, walau ia tak tau apakah Ardi memahami atau tidak kata perumpamaan itu. Kata yang Igo katakan adalah mengibaratkan Ardi, namun sepertinya Ardi tidak peka dengan kalimat itu.

Ardi dan Igo tak bosan-bosan memandangi langit malam itu, mereka sangat bahagia hanya dengan hal-hal kecil seperti itu. Bahkan mereka bisa mengambil pelajaran dari bintang kecil itu, walau seseorang diciptakan berbeda dengan yang lainya, bukan berarti Tuhan itu tak sayang dengan orang itu. Tapi percayalah apa yang Tuhan takdirkan untuk kita, itulah yang sebenarnya baik untuk kita walau terkadang kita tak menyukai hal itu.

Denis yang berada di teras kamarnya sejak tadi melihat Ardi dan Igo yang ada di bawahnya pun ikut merasakan kebahagiaan itu, sebenarnya ia sangat ingin turun dan ikut bermain bersama mereka, tapi ia tau kalau kehadiranya hanya akan merusak kebahagiaan mereka saat Rara melihat kebersamaa mereka.

Hari semakin larut malam, Igo segera berpamitan untuk pulang kerumahnya.

"Sudah malam Ar, aku pulang dulu ya?"

"Iya Go, sampai besok ya?"

"Oke"

Igo kemudian berjalan meninggalakan teras belakang rumah Denis dengan senyum mereka indah di wajahnya. Karna Ardilah hari-harinya selalu indah. Ia menoleh kebelakang sekali lagi melihat Ardi yang ternyata masih memperhatikan dirinya. Igo kembali melempar senyum indahnya pada Ardi kemudian mengankat tangan kananya.

Ardipun ikut tersenyum dan mambalas dengan ikut mengangkat tangan kanannya. Igo kemudian kembali memutar tubuhnya dan menghilang di balik pintu gerbang itu. Hatinya begitu bahagia saat berada didekat Ardi, baginya hanya Ardilah sosok malaikat dalam hidupnya yang selalu mampu menolong dirinya dalam keadaan apapun dan juga sekaligus membut hari-harinya selalu berwarna dan juga bahagia.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar