Rabu, 27 Januari 2016

Karena Dirimu
Part 01
-----------------
By. Aby Anggara ( Aby ILham Anggara )
================================

Aku adalah aku. Bukan dia, bukan dirimu dan juga bukan dirinya. Menulis memang bukan hobiku, tapi untuk mengisi waktu luangku aku menulis sesuatu yang aku bisa. Aku menulis sebuah cerita menyampaikan sebuah cerita yang ada di otakku. Tanpa permintaan dan juga tanpa paksaan. Terkadang aku tak peduli kiranya karyaku nanti tak banyak diminati karna tak sesuai dengan selera pembaca, namun aku tetap akan menulis apa yang aku mau, apa yang aku suka dan apa yang membuat aku nyaman dengan apa yang aku tulis. Karna ini lah diriku yang sebenarnya...

       ====== Aby ILham Anggar ======

***

Denis duduk melamun di kursi yang berada di ruang tengah. Ia meratapi nasip cintanya yang baru saja di putuskan oleh kekasihnya yang bernama Sherly. Ia masih belum mengerti apa penyebab Sherly yang tiba-tiba meminta putus darinya. Walau Denis sudah menolak permintaan Sherly, tapi sepertinya Sherly memang sudah benar-benar enggan menjalin hubungan cinta lagi dengannya.

Walau Denis mempunyai paras tampan, jujur dan anak orang kaya, hal itu tak membuat Sherly mempertahankan hubungan cinta mereka. Kini kepedihan mendalam di rasakan oleh Denis, karna cintanya harus kandas saat ia sudah benar-benar mencintai Sherly dengan sepenuh hatinya.

Denis Arya, begitulah nama lengkap anak berambut lurus dan berwajah tampan itu. Ia terlahir dari keluarga yang sangat kaya di sebuah kota besar. Ia anak bungsu dari dua bersaudara. Denis masih menempuh pelajaran disalah satu SMA ternama di kotanya dan duduk di kelas 3 SMA. kakak perempuanya bernama Rara yang masih kuliah.

Denis tak pernah mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Karna Wiguna dan Melinda selaku orang tuanya hanya mencukupi kebutuhan materi anak-anaknya saja, tanpa memberi rasa kasih sayang yang sebenarnya di butuhkan oleh anaknya. Bagi mereka mencari uang lebih penting untuk kebutuhan keluarganya di masa depan tanpa memikirkan jika anaknya juga memerlukan kasih sayang darinya. Mereka selalu pergi pagi dan pulang hingga larut malam.

Walau Denis bukan anak manja, tapi bukan berarti ia tak butuh kasih sayang dari orang tuanya. Rasa ingin makan malam bersama dan liburan bersama selalu menjadi impian dalam dirinya. Tragis bukan? Hanya ingin makan malam bersama Mama dan Papanya saja menjadi suatu keinginan yang sangat ia inginkan bagai seseorang yang mencita-citakan sesuatu? Orang tua yang sangat keterlaluan!

Brukk!!!

"Au.. sakit" keluh seorang perempuan. Itu adalah suara Rara yang terjatuh saat ia baru saja pulang dari kuliahnya. Mulutnya meringis menahan rasa sakit dan tanganya memegang kaki yang sedikit tertekuk saat terjatuh.

"Ya ampun non kok bisa jatuh gitu sih?" cemas seorang perempuan paru baya berbaju jubah berwarna hijau muda itu. Ia segera menghampiri Rara dan mencoba ingin membantunya berdiri.

"Lo bisa kerja gak sih, kalo ngepel yang kering dong, sakit tau!" gerutu Rara pada wanita itu. Wanita paru baya itu hanya bisa menundukkan kepalanya meratapi kesalahanya dengan rasa menyesal.

"Iya non maaf" kata perempuan itu dengan wajah bersalahnya.

"Maaf-maaf, awas saja kalau kaki gue keseleo kamu yang harus ngobatinya!" Perempuan itu hanya mengangguk pelan sembari melihat Rara yang sedang berjalan pincang meninggalkanya. Denis yang sejak tadi melihat kakanya memarahi pembantu rumahnya itu hanya diam saja seolah tak mau ikut campur.

Perempuan paru baya itu bernama Supina, namun ia kerap di sapa dengan panggilan 'Ina'. Ia adalah seorang pembantu di rumah yang besar ini. Ia mempunyai dua orang anak bernama Ardi dan si bungsunya adalah bernama Rama. Ardi kebetulan satu kelas dengan Denis, sedangkan Rama masih duduk di kelas 3 SMP. Sejak Ardi usia lima tahun Ina dan juga suaminya bernama Mamat bekerja di rumah keluarga Handika Wiguna ini.

Ina yang masih tercengah melihat Rara pergi meninggalkanya masih diam mematung dengan rasa bersalahnya. Saat sadar dari lamunanya Ina dengan cepat menyelesaikan pekerjaan mengepel lantai itu, lalu ia kembali kebelakang untuk mengerjakan tugas yang lainya. Setiap hari pekerjaan Ina sangatlah banyak. Dari mengepel lantai, mencuci baju, mencuci piring, memasak, menyetrika baju dan masih banyak yang lainya. Sedangkan Mamat suami Ina adalah seorang pekerja kebun di rumah mewah ini.

Kehidupan di Desa tempat tinggal Mamat sangatlah susah mendapatkan pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya, maka dari itu ia lebih memilih bekerja merantau di kota walau hanya menjadi seorang tukang kebun. Di usia Ardi anak sulungnya yang sudah hampir berusia 18 tahun itu Mamat masih setia mengabdi pada keluarga Wiguna. Ia sudah 13 tahun mengabdikan dirinya yang berprofesi sebagai tukang kebun.

Mamat beserta keluarganya hanya satu tahun sekali pulang kekampung halamanya pada saat Hari Raya saja, namun saat Hari Raya usai, tak lama ia beserta keluarganya kembali lagi kerumah Wiguna. Dirinya sangat bersyukur sudah bertahun-tahun di terima dan masih di percaya oleh keluarga Wiguna, walau seringkali mendapat perkataan yang kurang enak didengar oleh Melinda nyonya besar di rumah ini.

***

Denis yang merasa jenuh dengan keadaanya berjalan kebelakang rumahnya untuk sekedar bersantai di dekat kolam renang rumahnya. Ia berjalan penuh keputus asaan dan sesampainya di dekat kolam ia duduk di dekat tangga dengan merangkulkan kedua tanganya di kedua kakinya. Tatapanya kosong menatap air kolam yang sangat jernih dan sedikit bergelombang saat terkena hembusan angin ringan.

Terasa amat sesak yang ia rasakan akibat ulah kekasihnya. Padahal Denis adalah salah satu cowok idaman di Sekolahnya. Walau ia tak terlalu pintar dalam setiap mata pelajaran, tapi ketampanan, kebaikan dan juga karna dia anak orang kaya sehingga banyak kaum hawa yang tertarik padanya. Sangat jarang ditemui anak remaja lain yang bisa seperti Denis, yang tak terlihat nakal sedikitpun walau semua krikteria sangat memungkinkan bagi diriya.

"Maaf Den mengganggu sebentar, ini aku kembalikan buku yang Ardi pinjam kemari, makasih ya Den?" kata Ardi dengan menyodorkan sebuah buku itu ke arah Denis. Denis tersenyum dan mengambil buku itu.

"Iya sama-sama Ar, oya kamu sudah selesai menyalin nya?"

"Sudah kok Den"

"Eh.. Ngapain lo dekat-dekat dengan Denis?" kata Rara dengan sedikit teriak. Rara yang masih berada di teras belakang rumah perlahan berjalan dengan kaki sedikit pincang menghampiri Ardi dan Denis yang masih berada di dekat kolam renang itu. Ardi yang merasa ketakutan dengan sikap Rara yang seperti srigala yang akan kehilangan anaknya itu hanya diam dan menundukan kepalanya.

"Ma-maaf non, Ardi cuma-"

"Cuma apa? Cuma mau deket-deket Denis? Iya kan?" serga Rara memotong pembicaraanya. Ardi yang semakin ketakutan hanya bisa diam tak berkutik didepan Rara.

"Ka Rara apa-apaan sih? Ardi cuma mengembalikan buku doang kok" jelas Denis.

"Alah dia itu cuma alesan doang mengembalikan buku, padahal cuma pengen deket sama kamu Nis. Awas ya kalo sampe lo berani deket-deket Denis lagi! Sadar diri dong lo itu cuma anak pembantu dan gak selevel bergaul dengan Denis!"

"Iya Non maaf, permisi" Ardi kemudian berjalan meningalkan Denis dan Rara. Ia mengakui kesalahanya karna bukan hanya kali ini saja Rara beserta Mamanya mengingatkan dirinya agar tak bergaul dengan Denis. Ia masuk kekamarnya yang kecil dan menutup pintu kamarnya itu. Ardi menangis karna ucapan Rara tadi, dirinya merasa hanya sebagai sampah yang tak akan pernah bisa dihargai oleh Rara.

"Apa orang miskin tak pantas berteman dengan anak orang kaya?"

Ardi memang anak yang sangat baik dan juga penurut. Sangking baiknya ia sering dimanfaatkan oleh teman sekelasnya di sekolah. Ardi juga sering menjadi bahan olokan oleh teman-temanya, karna hanya dirinya satu-satunya anak orang miskin yang bersekolah disana. Awalnya Ardi sudah menolak suruhan Ibunya untuk bersekolah di sekolah itu, karna Ardi tau akan ekonomi keluaganya, tapi Ibunya tetap saja memaksanya agar dirinya mendapat pelajaran dan tempat yang nyaman disana. Namun karna teman sekelasnya hampir semuanya tak selevel dengan dirinya, justru bukan kenyamanan yang Ardi dapatkan malahan sering mendapatkan hinaan yang sangat menyakitkan.

Namun karna Ardi tak mau mengecewakan orang tuanya yang sudah membiayai mahal di sekolah itu, ia tak pernah mengeluh didepan Ibu dan Ayahnya. Ia selalu bersikap seperti tidak pernah ada masalah dengan sekolahnya. Di sekolahnya ia hanya mempunyai satu sahabat yang tak pernah melihat dari segi materinya dan ia benama Igo. Bahkan Igo sangat sering membantu Ardi saat Ardi dalam masalah disekolahnya. Kedekatan mereka bisa di bilang sudah hampir seperti saudara sendiri, bahkan Igo setiap pergi sekolah selalu menjemput Ardi untuk berangkat kesekolah bersama.

***

Suasana malam begitu sunyi dirumah besar ini. Denis dan Rara selalu makan malam berdua. Di pukul 19:00 seperti ini kedua orang tua Denis belum juga pulang, mereka biasa pulang hingga larut malam. Denis yang saat ini merasa tidak lapar hanya menaruh kepalanya di atas tangan kirinya yang ia letakan di atas meja. Kepalanya memiring dan tangan kananya memaikan sendok di piring yang masih kosong.

Berbeda dengan Rara yang sedang menyantap makan malamnya dengan lahap. Seperti orang yang sangat lapar.

"Mama sama Papa kemana sih kak, kok jam segini belum pulang?" tanya Denis dengan nada malas. Rara segera mengambil gelas yang sudah berisi air putih dan meminumnya.

"Mama sama Papa kerja lah Nis, kenapa memangnya?"

"Kerja apaan sih kak sampai jam segini belum pulang? Denis pengen makan malam bareng dengan Mama dan Papa"

"Mereka mana punya waktu buat kita Nis"

"Tapi kak kan Denis pengen-"

 "Udahlah Nis jangan kaya anak kecil deh, lagian kan Mama sama Papa juga kerja cari uang buat kita?" serga Rara dengan nada kesal. Dinis yang merasa kesal dengan Rara seketika terdiam dan tak melanjutkan percakapanya lagi. Rara memang tergolong anak yang sangat cerewet dan juga galak.

Denis berdiri dan perlahan melangkahkan kaki meninggalkan kursi tempat duduknya. Ia berjalan menuju dapur yang paling belakang yang letaknya sangat dekat dengan tempat memasak. Denis berdiri di depan pintu melihat kehangatan dan keakraban keluarga Mamat dan Ina yang juga sedang melakukan makan malam di meja bundar yang ukuranya bisa dibilang lumayan kecil.

Denis sangat iri melihat Ardi yang begitu diperhatikan oleh Ibu dan Ayahnya, sedangkan dirinya tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu dari kedua orang tuanya.

"Sini le.. Nasinya biar Ibu ambilin ya?" kata Ibu Ardi. Ardi mengangguk dan Ibunyapun mengisi piring kosong yang berada di depan Ardi. Walau terlahir dalam keluarga sederhana tapi Ardi sangat bahagia karna orang tuanya yang begitu sayang dan juga selalu memberi perhatian penuh padanya.

"Buk kok cuma ka Ardi sih yang di ambilin, Rama juga mau Buk" kata Rama iri. Rama memang selalu begitu, ia tak mau kalah mendapat perhatian juga dari Ibunya.

"Iya-iya, ya mbok sabar to le.. sinih Ibu ambilin juga ya" Bu Inapun bergantian mengisi nasi ke piring milik Rama. Melihat kehangatan keluarga Ardi yang begitu hangat Denis tersenyum, iya sangat ingin mendapat perhatian dan kehangatan dari keluarganya. Denis yang tak ingin semakin cemburu dengan keluarga Ardi lalu pergi meninggalkan ruangan itu.

Ia masuk kedalam kamarnya lalu duduk memeluk bantal dan menyandarkan punggung di kepala ranjangnya.

"Kenapa Mama dan Papa selalu tak punya waktu buat aku? Apa Mama dan Papa tak pernah sayang denganku?" ucapnya lirih. Ia dilema dengan sikap kedua orang tuanya. Kalau dikatakan tak sayang tapi Denis sadar kalau orang tuanya memang sangat mencukupinya dalam segi materi, bahkan bisa di bilang ia selalu di beri uang berlebihan. Tapi layaknya seoarang anak ia bukan hanya butuh materi saja, tapi juga butuh perhatian dan juga kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Tubuhnya terasa sangat lemas, sebenarnya ia sangat lapar namun tak ada selara untuk makan malam kali ini apa lagi setelah sergaan Rara di meja makan tadi. Denis membaringkan tubuhnya dan perlahan matanyapun terpejam.

***

Hari sudah menjelang pagi, sudah tugas Ina selalu membangunkan Denis jika ia bangun terlambat di pagi hari. Sudah beberapa kali Ina mengetuk pintu kamar Denis untuk memastikan Denis sudah bangun atau belum, namun karna tak mendapatkan jawaban Ina pun perlahan mendorong gagang pintu yang tak terkunci. Ina berjalan menuju jendela dan membuka tirai berwarna putih itu. Seketika cahaya dari luar masuk dan memberi penerang di dalam ruangan kamar Denis. Denis yang merasa silau dan sangat mengganggu tidurnya karna cahaya dari luar, perlahan ia membuka matanya. Ia merenggangka otot-ototnya. Melihat cahaya yang sudah terang dari balik jendela kamarnya dengan cepat ia bangkit dari tempat tidurnya dan duduk di tepi ranjangnya.

"Eh udah bangun ya Den? Baru saja mau bibi bangunkan"

"Em.. Iya bik, oya Mama sama Papa sudah berangkat ya Bik?" tanya Denis. Sebenarnya ini pertanyaan bodoh yang Denis ajukan. Padahal jelas-jelas tiap hari orang tuanya selalu saja pergi sangat pagi. Namun karna ia ingin melihat Mama dan Papanya saat ia bangun dari tidurnya, makanya ia bertanya seperti itu. Seketika sang bibi menundukan kepalanya tak bersemangat, karna ia tau jawaban yang akan ia sampaikan pasti akan membuat Denis kecewa.

"Maaf Den Tuan dan Nyonyah sudah berangkat, katanya ada yang harus di kerjakan pagi ini"

Denis menghela nafas panjang dan perlahan membuangnya kembali. Sebelum ia bertanya ia sudah yakin pasti jawabanya akan seperti ini.

"Yasudah kalo gitu Denis mandi dulu ya bik?"

"Iya Den"

Denis melangkah kan kakinya dengan sangat malas. Apalagi saat ia teringat masalahnya dengan Sherly yang belum jelas permasalahan yang sebenarnya, hal itu membuat dirinya mempunyai beban baru dalam hidupnya.

Sarapan pagi sudah terhidang di meja makan, namun Rara yang sudah duduk dari tadi sama sekali belum menyentuhnya. Ia masih menunggu Denis agar bisa sarapan bersama.

"Kemana saja sih Nis lama amat?" tanya Rara kesal. Denis yang sedang berlalu seketika menghentikan langkahnya ketika mendengar sapaan Rara. Mata Rara masih saja menatap Denis tajam. Ia kesal dengan tingkah Denis yang sering telat dan membuat Rara sering menunggunya di meja makan untuk makan bersama.

"Maaf kak aku sudah telat, aku duluan ya?" ujar Denis sambil menoleh Rara yang masih duduk di kursinya. Rara hanya mengeluh semakin kesal, sedangkan Denis melanjutkan langkahnya keluar rumah. Denis menoleh kanan dan kiri di halaman rumahnya yang begitu luas dan tatapan matanya yang tajam tak mendapati kehadiran seseorang. Ia kembali berjalan dan menuju sepeda motor lalu mengendarai dan berangkat kesekolahnya.

***

Denis berjalan pelan menuju kelasnya, matanya menyapu semua sudut mencari sosok Sherly. Ia belum bisa tenang kalau belum mendapat jawaban kenapa Sherly memutuskan hubungan secara tiba-tiba. Dari kejauhan Denis sudah menangkap sosok Sherly yang sedang bersama temanya yang sedang bahagia dan terlihat tertawa ria. Denis melajukan langkah kakinya semakin cepat menuju Sherly dan teman-temanya.

Saat Denis tiba didepan mereka, tiba-tiba suasana hening seketika tanpa ada yang berbicara sepatah katapun. Denis berdiri mematung didepan mereka, sedangkan Sherly dan teman-temanya menatap Denis dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

"Aku duluan ya Sher?" kata perempuan berambut ikal itu.

"Aku juga duluan Sher"

Sekarang Denis hanya berdua dengan Sherly, dan perlahan Denis meraih tangan Sherly.

"Tolong jelasin Sher, kenapa kamu mutusin aku?" dengan muka sinis Sherly mengibaskan tangan Denis dengan kasar.

"Maafin aku Nis aku sudah membuatmu kecewa, tapi semua ini demi kebaikan kita"

"Kebaikan kita? Bukan ini yang aku harepin Sher"

"Saat ini aku tidak bisa bercerita sama kamu Nis, tapi keputusan inilah yang saat ini terbaik untuk kita"

Sherly menangis dan ia berlari meninggalkan Denis. Denis yang merasa bingung dan sama sekali tak mengerti maksud Sherly hanya diam mematung masih mencerna kata-kata yang baru saja di ucapkan oleh Sherly.

"Hey Nis pagi-pagi sudah melamun, mikirin apaan? Em.. Pasti mikirin Sherly lagi ya?" tanya Fran sambil menepuk bahunya. Fran adalah sahabat Denis mereka sama-sama terlahir dari keluarga yang berada.

"Gak papa kok Fran, yuk kekelas?" Fran mengengguk dan mereka berjalan bersama menuju kelasnya. Selama di kelas Denis lebih banyak diam. Otaknya masih dipenuhi tanda tanya yang belum terjawab.

Jam pelajaran sudah dimulai, Pak Rudi juga sudan duduk di kursinya dan siap memberi pelajaran untuk hari ini.

"Oke, sebelum kita mulai pelajaran hari ini, silahkan kumpulkan tugas kalian yang kemarin!" ujar Pak Rudi. Seketika semua siswa mengeluarkan buku dari tasnya masing-masing.

"Mampus deh, aku lupa ngerjain tugasku" gumam Denis. Disaat yang lain mengumpulkan tugas mereka, namun Denis hanya duduk di kursinya. Ia mengaku salah dan ia pasrah dengan hukuman yang akan diberikan padanya. Wajahnya tertunduk tak berani menatap Pak Rudi yang berada di depan sana.

"Denis apa kamu tidak mengerjakan tugas dari bapak?" seketika suasana hening dan semua pandangan mata tertuju pada Denis. Ia semakin salah tingkah saat semua orang di kelas itu memperhatikanya.

"Ma... Maaf Pak, aku-"

"Maaf Pak sebenernya Denis sudah mengerjakan tugasnya, tapi kemarin bukunya aku pinjam dan aku lupa membawanya" sahut Ardi memotong pembicaraan Denis.

"Ardi? Kamu lagi, Gara-gara kamu Denis tidak mengumpulkan tugasnya, kamu yang harus dapat hukuman dari Bapak!"

"Tapi Pak, Ardi gak salah Pak" kata Denis.

"Sudah, tidak ada tapi-tapian. Sekarang Ardi keluar dan berdiri dilapangan sampai jam istirahat!" Ardi tak melakukan protes sedikitpun, ia hanya pasrah menerima hukuman yang tak seharusnya ia terima. Denis yang merasa bingung dengan ulah Ardi masih menatap Ardi hingga Ardi menghilang di balik pintu.

***

Dari kejauhan terlihat Ardi berdiri di bawah panasnya terik matahari. Ia berdiri mematung sendirian disana karna menjalani hukuman dari pak Rudi. Saat jam istirahat tiba Denis segera menghampiri Ardi yang masih berdiri disana. Cucuran keringatpun mengalir dari atas kepalanya. Denis berjalan dan menghampiri Ardi yang masih berdiri sendirian di sana.

"Kamu pasti haus, nih buat kamu Ar" kata Denis menyodorkan sebotol air putih pada Ardi. Ardi tersenyum dan menerimanya.

"Makasih ya Den?"

"Kamu tak perlu berterima kasih Ar, harusnya aku yang berterima kasih sama kamu. Kenapa kamu mengakui kesalahan yang tidak kamu lakukan Ar?"

"Maaf Den kalo sikap aku tadi lancang, tapi jujur aku tak tega jika melihat Aden di hukum sama Pak Rudi"

"Lain kali kamu tak perlu seperti itu, karna itu kesalahan ku, jadi akulah yang seharusnya menjalani hukuman ini. Sekarang sudah jam istirahat dan hukuman kamu sudah selesai. Kita ke Kantin yuk, kamu pasti lapar kan Ar?" Ardi mengangguk dan tersenyum. Ia sangat bahagia untuk pertama kalinya ia bisa seakrab ini dengan Denis, dan untuk pertama kalinya juga ia akan makan bersama dengan Denis seseorang yang paling ia sayangi.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar