Rabu, 27 Januari 2016

Percintaan Sedarah
Epesode 06
-------------------
By. Aby Anggara
======================

*-*-*

Mata Alfin membulat melihat Alfan yang kini berjalan ke arahnya, ia terlihat sangat kaget dan gugup. Dengan tanpa sebuah kata, Alfan menarik tangan Alfin keluar dari ruangan itu, dengan Andre yang langsung mengikuti langkah mereka di belakangnya. Alfan terus menarik tangan Alfin dengan sangat kencang hingga membuat Alfin meringis menahan sakit dan memilih menuruti kemana langkah kaki Alfan.

"Kamu apa-apaan sih Fin, ngapain coba di tempat seperti ini?" wajah Alfan menatap Alfin dengan tajam, raut wajahnya penuh kekecewaan dan amarah yang masih berkejolak di dadanya.

"Ma- maaf Kak, Alfin... Alfin terpaksa ngelakuin ini" wajah Alfin tertunduk ketakutan melihat wajah Alfan yang terlihat penuh amarah.

"Terpaksa? Karna apa? Karna uang, iya?" suara Alfan terdengar sangat lantang.

"Woi-woi ngapain lagi sih lo ganggu aja, lagian Alfin siapa lo sampai lo sebegitu kecewanya dengan sikap dia. Lo rugi liat Alfin kaya gini?" Andre yang berada di sebelah mereka ikut bicara berusaha membela Alfin.

"Diam kamu! Gak usah ikut campur!!! Ternyata dugaanku benar, kamu memang bukan anak baik-baik. Kalian tuh murahan!"

"Eh jaga ya mulut lo!" tukas Andre tak terima.

"Sudah-sudah stop! sekarang Ka Al udah tau kan tentang Alfin yang sebenarnya? Sekarang terserah Kakak kalo mau benci sama Alfin, atau bahkan mungkin malah jijik liat Alfin yang murahan. Tapi Ka Al harus tau, ini bukan kemauan Alfin Kak.. Alfin ngelakuin ini karna suatu keadaan. Maaf Kak, Alfin masuk dulu ya? Sekarang Kak Al pulang saja! Yuk Ndre!" Alfin dan Andre lalu meninggalkan Alfan.

Alfan masih diam tak bergeming dari posisinya, ia masih terpaku menatap Alfin yang berjalan di sebelah Andre. Didalah hatinya terasa ingin berteriak dengan keras, tapi saat ini sebisa mingkin ia menahanya. Kaki Alfan saat ini terasa sangat lemas tak bisa melangkah, terasa seperti tak bertulang. Perlahan Alfan terkulai hingga kini ia berdiri dengan kedua lututnya. Matanya mulai di basahi dengan air mata, kekecewaan terasa menghantam tubuhnya bagai hancur tanpa harapan.

"Kenapa ini terjadi sama kamu Fin, sungguh aku tak pernah rela. Kita memang belum lama kenal, tapi aku... Aku merasa kita begitu dekat. Aku juga tak tau ini rasa apa, tapi yang pasti aku tak pernah rela sesuatu yang buruk menimpamu seperti ini"

Entah sudah berapa lama Alfan berdiri dengan kedua lututnya hingga pipinya basah kuyup karna deraian air matanya, ia mulai bangkit dan menuju sepeda motornya. Sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu, Alfan sekali lagi menoleh ke arah gedung itu, tatapanya sayu, namun penuh arti.

*-*-*

Waktu sudah menunjukan pukul dua belas malam, Alfin dan Andre segera menuju rumah sakit untuk menjenguk Ibunya. Didalam mobil, Alfin sudah terasa tak sabar ingin tau keadaan Ibunya.

"Ndre kita bisa lebih cepat kan? Aku gak sabar pengen liat Ibuk!"

"Iya Fin sabar ya, ini juga aku tambah kecepatannya kok" perlahan Andre menambah kecepatan kendaraanya hingga tak lama mereka tiba di area parkir rumah sakit. Alfin yang sudah terlihat tak sabar turun lebih dulu, kemudia di ikuti oleh Andre. Alfin berjalan tergesah-gesah hingga Andre tertinggal di belakangnya.

"Fin tungguin dong!"

"Ih... Makanya buruan!!"

Andre yang tak ingin tertinggalpun ikut mempetcepat langkahnya, hingga kini mereka jalan bersebelahan. Alfin dengan cepat memutar gagang pintu dan seketika Nenek dan Ibunya menoleh pada mereka berdua.

"Yaampun Alfin kemana saja jam segini baru datang?" tanya Ibunya khawatir. Alfin menyalami tangan Ibunya yang masih berbaring lalu memeluk Ibunya dengan manja.

"Maafin Alfin Buk, Alfin kan musti kerja buat biaya rumah sakit ini. Syukurlah Ibuk sudah sadar"

Ibunya tersenyum bangga pada Alfin, tangan nya mengusap punggung Alfin dengan penuh kasih sayang. Andre pun ikut tersenyum legah karna Ibu nya Alfin sudah tampak lebih baik dari hari kemarin. Alfin melepas pelukanya lalu berdiri disebelah kanan Ibunya. Ia tersenyum melihat Ibunya yang sudah siuman paska operasi kemarin. Mata sang Nenek terlihat berkaca-kaca terharu sekaligus bahagia melihat cucu dan anaknya yang kini bisa tersenyum bahagia kembali.

"Alfin seneng banget liat Ibuk sudah baikan, Ibuk cepet sembuh ya biar bisa cepat pulang!" ujar Alfin menatap wajah Ibunya. Ibunya tersenyum bangga pada anaknya yang terlihat berbakti pada orang tuanya.

"Iya sayang... Doain Ibuk, ya!"

Alfin mengangguk lalu kembali memeluk Ibunya dan menenggelamkan kepalanya di dada Ibunya.

.

                       = = =

.

Alfan pagi itu sudah tiba di rumah Alfin, setelah beberapa hari ia sengaja tak menjemput Alfin, pagi ini ia ingin seprti biasa yang mengajak Alfin berangkat sekolah sama-sama. Alfan membuka helm nya lalu berjalan menuju pintu rumah Alfin. Rumah itu terlihat sangat sepi seperti tak ada penghuninya. Alfan mencoba mengetuknya, tapi sampai beberapa kali ia sama sekali tak mendapatkan jawaban dari dalam sana.

Alfan melirik ke jam tanganya. "Apa Alfin sudah berangkat sekolah ya? Padahal masih sangat pagi. Apa Alfin sudah di jemput sama anak sok gaul itu? Tapi kalo iya Ibu dan Neneknya kemana?"

Alfan tampak bingung yang tak mengetahui kejadian yang sebenarnya, didalam hatinya dipenuhi tanda tanya yang belum mendapatkan jawaban, bahkan sekalipun ia melihat Ibunya Alfin ia tak akan pernah mengenalnya, karna ia memang belum pernah melihat sosok Ibunya Alfin. Alfan kemudia kembali memakai helm nya dan melanjutkan perjalanan kesekolahnya. Saat ia baru saja sampai di pintu gerbang sekolahnya, ia melihat mobil yang baru saja berhenti didepan sekolahnya pula, Alfan merasa sudah tak asing lagi melihat mobil itu, karna Alfin sering terlihat keluar dari dalam sana.

Alfan segera behenti dan menatap mobil itu dengan seksama, ternyata benar itu adalah mobil Andre yang mengantarkan Alfin kesekolahnya. Seketika Alfan terlihat sangat tak suka dengan Andre yang lagi-lagi masih saja berhubungan dengan Alfin. Alfan mendengus kesal, ia menyandarkan sepeda motornya lalu medekat kearah mereka. Alafan terlihat sangat emosi, wajahnya semringah seprti srigala yang ingin menelan mangsanya. Tatapan Alfan sangat tajam kearah Andre dengan kedua tanganya menggenggam sangat keras.

"Ka Al aku mohon jangan buat keributan disini, aku tau Kakak pasti mau marah sama Andre kan? Andre gak salah Kak, kalo mau marah silahkan marah sama Alfin sepuas Kakak!" Alfin terlihat sangat memohon pada Alfan, namun Alfan masih dia tampak sedang mencerna kata-kata Alfin. "Andre sudah sangat baik Kak, bahkan dia yang sudah bantuin Alfin selama ini"

Alfan terlihat luluh, tatapanya kini perlahan berubah menjadi datar. Kedua tangan nya pun perlahan melepaskan genggamanya. Namun ia masih diam dengan seribu bahasa.

"Ndre aku masuk dulu ya? Dan makasih sudah mau repot-repot anterin aku kesekolah" Andre mengangguk diberengi dengan senyuman lalu Alfin perlahan memegang tangan Alfan mengajaknya masuk kesekolah.

Entah kenapa Alfan masih saja terdiam tanpa kata, ia masih melangkahkan kakinya disebelah Alfin. Setelah sampai di pintu gerbang sekolahnya, ia melepaskan tangan Alfin dan kembali menghampiri sepeda motornya. Alfan masih tampak diam, sepertinya dia memang sedang enggan berbicara untuk saat ini.

Saat Alfan sudah duduk di atas sepeda motornya, ia menatap Alfin yang kini berjalan membelakanginya, tampak kesedihan terlihat di wajah Alfan saat teringat tentang apa yang ia lihat secara langsung tadi malam.

"Kenapa dadaku terasa sesak saat aku melihat Alfin sedang berada dijalan yang penuh berduri itu? Semakin hari aku semakin menyayanginya. Ada apa dengan diriku? Aku sungguh tak akan pernah rela jika ia membagi tubuhnya dengan gadun-gadun mesum seperti tadi malam. Tuhan... Beri aku kekuatan untuk menuntun nya agar ia selamat dari pekerjaan yang sangat murahan itu. Sungguh hatiku ikut menangis merasakan penderitaanya"

Tanpa sadar bola mata Alfan terlihat memerah dan berkaca-kaca, sungguh ia tak pernah rela jika Alfin sudah melangkah sampai sejauh itu.

"Woi.. Pagi-pagi sudah bengong" Alfan tersadar dari lamunanya saat Arlan yang baru saja datang mengagetkanya.

"Eh kamu Lan?" dengan cepar Alfan lalu menghapus air matanya.

"Kamu kenapa, Fan?" tanya Arlan yang mengetahui Alfan baru saja menghapus air matanya.

"Gak kok Ar, gak papa. Yuk kekelas" Arlan tersenyum lalu ikut duduk di belakang Alfan.

.

*-*-*

.

Siang itu jam dinding menunjukan jam dua siang, Reza dan Mamanya kini terlihat sedang menyantap makan siang bersama. Ke akraban di antara keduanya begitu terasa, apalagi Melinda yang memang selalu menyayangi anak-anaknya.

"Ma, nanti sehabis ini Reza mau kerumah sakit ya, temen Reza Ibunya lagi dirawat di rumah sakit Ma, kasihan dan Reza pengen jenguk bole ya, Ma?" pinta Reza pada Mamanya. Melinda sejenak terdiam terlihat sedang berfikir.

"Em.. Gini sayang.. Bukan Mama gak izinin, tapi Mama khawatir sama kamu takut terjadi apa-apa. Kamu masih terlalu kecil untuk berkeliaran di luar rumah sendirian"

"Yah Mama... Please deh Ma, siang ini Reza udah janji sama temen Reza bakalan jenguk Ibunya yang sedang sakit"

"Yasudah kalo gitu nanti Mama suruh Kakak mu yang bakalan antar kamu kerumah sakit, karna Mama gak bakalan izinin kalo kamu pergi sendirian"

"Mama yakin Kak Alfan bakalan mau?"

Melinda tersenyum lalu mengusap kepala Reza dengan penuh kasih sayang. "Tunggu sebentar ya Za!" Melinda kemudia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamar Alfan. Dengan beberapa ketukan Alfan lalu membukakan pintu kamarnya.

"Ada apa, Ma?" tanya Alfan yang lalu meninggalkan pintu kamarnya dan kembali duduk di tepi ranjangnya. Melinda pun mengikuti Alfan dan duduk di sebelahnya.

"Gini Fan, Adik mu mau jenguk Ibu temen sekolahnya di rumah sakit, tapi Mama gak tega ngebiarin dia sendirian kesana, kamu mau kan nemenin Adik kamu?" pinta Mamanya menatap Alfan penuh harap, Alfan menghembuskan nafas nya dengan kasar, lalu membenarkan posisi duduknya. Dari tatapan wajahnya, tampak terlihat Alfan sudah pasti akan menolaknya.

"Kenapa harus Alfan sih Ma? Orang dia yang mau jenguk kok aku yang ikutan repot?" Alfan tak menoleh Mamanya, pandanganya kembali pada layar ponsel yang sudah sejak tadi ia mainkan.

Mamanya menggelengkan kepala heran. "Fan.... Kenapa sih kamu selalu dingin sama Adik kamu? Dia saudara kamu dan kamu gak boleh terus-terusan membenci Reza"

"Alfan tau Ma kalo Reza Adeknya Alfan, tapi.." ucapan Alfan seketika terhenti dan ia menatap wajah Mamanya yang masih memperhatikanya. Melinda masih tampak diam, ia masih berharap Alfan akan melanjutkan perkatataanya lagi, namun sudah beberapa saat Alfan tak kunjung melanjutkanya.

"Tapi kenapa, Fan..?"

"Enggak kok Ma, gak papa" ujar Alfan cengengesan.

"Kalo ngak papa berarti mau dong?" ujar Melindan. Alfan memutar kedua bola matanya, dengan mulut yang terlihat bergerutu kesal ia akhirnya mengalah dan memilih mengikuti perintah Mamanya.

Alfan sudah siap di depan rumahnya, ia menyalakan sepeda motornya dan menunggu kedatangan Reza yang masih bersiap-siap di dalam kamarnya. Saat baru saja Reza keluar dari pintu rumahnya, ia terlihat sangat canggung dengan Alfan, karna mereka memang sangat jarang terlihat bersama seperti saat ini.

"Kita berangkat sekarang ya, Kak?" tanya Reza penuh hati-hati. Sangking takutnya berhadapan dengan Alfan saja Reza seperti berada di depan induk srigala yang siap menerkamnya.

"Ya sekarang lah masa iya tahun depan" Serga Alfan dengan suara lantang. Reza seketika hanya tertunduk diam tanpa kata lalu segera naik dibelakang Alfan.

"Kak nanti kita beli buah dulu ya?" ujar Reza memberanikan diri untuk berkata lagi, karna ia tak mungkin menjenguk orang sakit tanpa membawa buah tangan. Alfan yang mendengar ucapan Reza hanya diam tak menimpalinya, namun Reza pun tak berani untuk berkata dua kali. Didalam hati Reza bertanya-tanya, Alfan yang hanya diam sengaja tak menjawab perkataanya atau memang tak mendengar perkataanya. Namun tak lama Reza tersenyum saat Alfan berhenti disebuah toko buah.

Dengan sigap Reza memilih buah yang sudah di rangkai dalam keranjang dan terbungkus dengan rapi, lalu ia membayarnya. Alfan dan Reza kemudian melanjutkan perjalananya hingga tak lama mereka sampai di sebuah rumah sakit swasta yang sangat besar dan tempat parkir kendaraanya juga sangat luas.

Mereka segera memasuki rumah sakit itu, pagi tadi saat di sekolah Alfin sudah memberi tahu pada Reza di kamar mana Ibunya dirawat. Namun Reza yang masih bingung arah kamar itu akhirnya mengahampiri resepsionis untuk menanyakan arah kamar yang di maksud. Setelah mendapatkan petunjuk, Reza dan Alfan segera menuju kamar rawat Ibunya Alfin. Sesampai di depan pintu kamar itu Reza langsung memutar gagang pintu dan masuk, namun Alfan berhenti sejenak. Matanya tertuju pada sosok wanita paru baya yang sedang terbaring memejamkan matanya. Maryam hanya terlihat sendirian, tanpa terlihat sang Nenek yang biasa menjaga wanita itu.

Perlahan Alfan ikut masuk kedalam ruangan itu, wajahnya menatap sosok wanita yang terlihat sangat menyejukan hatinya. Ia memang tak mengenali wajah Maryam yang sedang terpejam itu, tapi baginya wajah itu sangat tak asing di matanya.

Reza meletakan buah yang di belinya tadi diatas meja kecil di sebelah ranjang Ibunya Alfin, wajanhnya tersenyum sambil memandangi wajah Maryam yang masih terlelap dalam tidurnya. Reza kemudian memegang tangan wanita itu.

"Aku Reza temenya anak Tante, dia satu kelas denganku, bahkan kita satu meja" ujar Reza bercerita sendiri. "Soga cepat sembuh ya Tante!" Reza tersenyum lalu melepaskan tanganya dari wanita itu.

*-*-*

"Gila Ndre, Om Dodi mainya kasar banget. Aku sampai kewalahan, mana masih terasa sakit" ujar Alfin yang baru saja keluar dari kamar mandi. Alfin meringis menahan sakit akibat perlakuan Om Dodi tadi.

"Iya kah?" Andre terkekeh mendengar keluhan Alfin, lalu pandanganya kembali fokus pada layar ponselnya.

"Is kamu kek nya seneng amat sih Ndre liat aku menderita" ujar Alfin kesal. Ia lalu mengusap rambutnya dengan handuk.

"Yedeh-yadeh maaf"

"Ndre sekarang kita kerumah sakit dulu ya? Please... Ada temen ku yang mau jenguk Ibuk, kan gak enak kalo dia datang aku nya malah ga ada"

"Hem..."

"Ayolah Ndre, aku mohon sekali ini saja. Besok-besok aku janji deh setelah pulang kerja malem baru kerumah sakitnya. Boleh ya Ndre, ya ya ya?" ujar Alfin penuh harap. Ia menguncang-guncang bahu Andre. Andre masih diam tampak berfikir beberapa saat, sedangkan Alfin masih memandangi wajah Andre tak sabar menanti jawaban.

"Oke gue izinin, tapi sekali ini saja ya?"

"Makasih banyak, Ndre" Alfin yang merasa kegirangan tanpa sadar memeluk tubuh Andre, setelah sadar dengan perlakuanya, dengan cepat Alfin melepaskan pelukanya. Di wajah Alfin terlihat tampak menahan rasa malu, tapi berbeda dengan Andre yang merasa tampak bahagia sambil tersenyum-senyum yang Alfin sendiri tak bisa mengartikanya.

Setelah semuanya siap, mereka lalu segera pergi menuju rumah sakit. Hanya beberapa menit mereka sudah sampai di rumah sakit dimana Ibunya Alfin dirawat. Mereka segera menuju kamar rawat Ibunya Alfin, dan saat sampai di pintu kamar itu Alfin segera membuka pintu kamarnya. Terdengan suara pintu yang terbuka, pandangan Alfan dan Reza langsung tertuju pada sosok yang muncul dari balik pintu itu. Mata Alfan membulat terbelalak saat melihat Alfin dan Andre yang baru saja tiba, lalu pandangan Alfan berpindah pada wanita yang saat ini sudah membuka matanya sejak beberapa waktu lalu. Alfan masih terlihat bingung dan tak mengetahui kenapa Alfin dan Andre bisa berada di ruangan ini, begitu juga dengan Alfin yang juga merasa bingung atas kehadiran Alfan yang saat ini berada di sebelah Reza.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar