Rabu, 27 Januari 2016

Karena Dirimu
Part 03
---------------
By. Aby Anggara
========================

***

Di jam istirahat Ardi sangat gelisah karna sejak tadi pagi ia tak melihat sosok Denis disekolah. Padahal kemarin sore ia masih bersama Denis di taman belakang, bahkan Denis sempat membantunya walau akhirnya ia lagi-lagi dapat peringatan dari Rara. Ardi sangat khawatir dengan keadaan Denis, karna tak biasa-biasanya ia seperti ini. Ardi tak tau ingin menanyakan tentang Denis pada siapa, sedangkan ia sendiri yang tinggal satu rumah dengan Denis saja tak mengetahui kabar Denis.

"Hey Ar?" panggil Sherly yang baru saja menghampirinya.

"Iya Sher kenapa?"

"Denis kemana ya kok hari ini gak masuk sekolah?"

"Aku juga gak tau Sher, kan kamu pacarnya Denis kenapa gak di telfon aja?"

Sherly seketika menundukan kepalanya dan berjalan menuju kursi yang ada di sebelahnya tak jauh dari tempat ia berdiri. Ardipun berjalan mengikuti Sherly dan duduk di sebelah Sherly.

"Aku sudah putus sama Denis Ar" jawabnya tak bersemangat. Terukir sebuah kekecewaan di wajah Sherly, padahal sebenarnya ia juga masih sangat menyayangi Denis.

"Loh kok putus Sher, memangnya kenapa?"

"Orang tua Denis memenangkan proyek besar yang sangat di inginkan oleh Papaku Ar, maka dari itu Papa sangat membenci keluarga Denis dan juga termasuk hubungan kami. Aku juga menyesal sudah terbuka dengan Papa"

"Oh.. Sabar ya Sher, semua pasti ada pembelajaranya kok"

"Woi Ar dicariin kemana-mana malah mojok disini" kata Igo yang baru saja datang.

"Sembarangan mojok. Memangnya ada apa Go?"

"Laper ni, Kantin yuk?"

"Em.. Sher aku mau kekantin dulu sama Igo, kamu mau ikut?"

"Gak Ar makasih"

"Yaudah aku duluan ya?"

Sherly hanya mengangguk. Sedangkan Ardi dan Igo dengan senyum ceria berjalan menuju kantin yang tak jauh dari posisi mereka.

"Hus minggir-minggir ada orang kismin mau lewat jangan deket-deket tar ketularan loh" ledek Dendi yang masih duduk santai di kursi Kantin.

Walau sering mendapat hinaan seperti itu Ardi hanya diam tak membalasnya, bahkan ia masih saja selalu baik kepada orang yang telah berulang kali mencemooh dirinya.

"Ngomong apa lo barusan Den?" kata Igo sambil menarik kerah baju Dendi, Dendi yang anak bandel itu bukan malah takut dengan kata-kata Igo, ia malah bertepuk tangan santai.

Puk.. Puk.. Puk! Suara tepuk tangan Dendi.

"Hebat-hebat, ternyata anak miskin juga punya pengawal ya?"

Mendengar perkataan itu Igo semakin geram dan emosi, ia mengankat tangan kananya yang sudah mengepal keras dan ingin segera menonjok muka Dendi.

"Sudah Go, orang seperti dia jangan di layani" kata Ardi sembari menahan tangan kanan Igo. Seketika Igo melepaskan tanganya dari kerah baju Dendi.

"Awas ya lo brani ngehina Ardi lagi!" Igo mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah Dendi.

Igo dan Denis kemudian melanjutkan langkahnya mencari kursi yang masih kosong untuk mereka duduki di sana. Ardi sangat bahagia mempunyai sahabat seperti Igo. Walau ia keturunan dari orang kaya, tapi selama ia bersahabat dengan Igo, Igo tak pernah mempermasalahkan ekonomi keluarga Ardi. Bagi Igo, Ardi adalah lain dari pada yang lain.

Sudah sejak lama Igo memendam perasaan dengan Ardi dan ia sangat ingin mengungkapkan rasa itu, tapi Igo takut jika Ardi tak bisa menerimanya karna mereka bersahabat dan Igo juga takut persahabatan mereka menjadi rusak.

"Eh Go kenapa bengong?"

"Eh gak papa kok Ar, oya nanti sore ada waktu ga? Kita jalan yuk?"

Ardi seketika berfikir mengingat-ingat apakah dirinya sedang ada janji apa tidak pada seseorang. Namun Ardi merasa hari ini ia mempunya cukup banyak waktu dan seketika ia tersenyum manis.

"Ye.. Di tanya bukanya jawab malah senyum"

"Hehe maaf Go, bisa kok memangnya mau jalan kemana Go?"

"Ada aja, rahasia dong. Nanti aku jemput kamu deh"

"Oke"

Igo tersenyum bahagia karna sore nanti ia akan menghabiskan waktu bersama Ardi orang yang ia sayangi selama ini. Walau ia sangat tersiksa dengan keadaan yang selalu tak berpihak padanya, namun ia merasa bahagia saat ia selalu berada di dekat Ardi.

***

Ardi duduk melamun di kursi yang ada di bawah pohon. Ia duduk bersandar dan melamun sendirian. Ia sangat cemas memikirkan Denis yang seharian ini tak ada kabar dan ia sangat takut terjadi sesuatu dengan Denis. Siang itu jam istirahat masih lumayan panjang, ia sangat gelisah dan rasanya ia sangat ingin cepat-cepat pulang dan segera mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Denis hingga ia tak masuk sekolah hari ini.

Walau Rara selalu meralangnya untuk bergaul dengan Denis, tapi bukan berarti Ardi menyerah begitu saja. Ia tetap pada pendirianya, mencintai anak majikanya yaitu Denis. Ardi tau Denis seorang straight yang hanya mencintai seorang wanita dan tak akan pernah mungkin membalas rasa cintanya, tapi hal itu juga tak membuatnya putus asa. Ia bisa selalu dekat dengan Denis dan tau kabar Denis baik-baik saja, hal itu sudah membuatnya sangat bahagia.

Karna Ardi sadar akan dirinya yang bukan keturunan dari orang yang berada, sekalipun Denis sama seperti dirinya yang menyukai sesamanya belum tentu juga Denis akan menyukainya.

"Tuhan... Apa aku tak pantas mencintai seorang wanita hingga kau buat rasaku hanya menyukai laki-laki? Tapi bukankah mencintai seorang laki-laki adalah suatu dosa?"

Matanya mulai berkaca-kaca, Ardi yang selalu terlihat tegar dan ceriapun matanya mulai digenangi air mata. Rasa sesak selalu menghampiri dirinya. Mencinta seorang Denis bagaikan orang yang ingin memetik sebuah bintang di angkasa yang begitu tinggi dan sangat tak mungkin untuk bisa di jangkau. Begitulah yang ia rasakan, namun dirinya hanya bisa bersabar, tetap mengagumi sosok Denis dan melakukan yang terbaik untuk orang yang ia sayangi.

"Hei Ar kenapa kamu menangis?" kata Igo yang baru saja datang menghampirinya. Igo melangkahkan kakinya, lalu duduk di sebelah kanan Ardi. Seketika Ardi menghapus sedikit air mata yang mengalir dipipinya.

"Gak papa ko Go" singkatnya. Igo mengerutkan keningnya, tak mempercayai ucapan Ardi barusan.

"Kalo gak ada apa-apa kamu gak bakalan nagis seperti ini Ar. Kalo kamu sedang dalam masalah, ceritalah padaku! Kita sudah bersahabat bertahun-tahun jadi tak ada alasan untukmu tak mempercayai ku!"

".........." hening. Ardi tak menjawab perkataan Igo. Dirinya sangat ingin bercerita dengan Igo, tapi Ardi masih menunggu waktu yang tepat.

"Ar... Kamu percaya kan sama aku?" ujar Igo dengan memegang kedua bahu Ardi. Ardi yang saat itu sedang tertunduk perlahan mendongakan kepalany dan menatap wajah Igo yang sudah menatapnya sejak tadi.

"Kamu gak perlu bertanya seperti itu Go, kamu pasti tau jawabnya. Mana mungkin aku tak percaya padamu, kamu adalah satu-satunya orang yang peduli padaku di sekolah ini"

"Yasudah sekarang kamu cerita ya Ar!"

Tiba-tiba terdengar bel tanda waktu istirahat telah usai, Ardi dan Igo segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju kelasnya.

***

Ardi turun dari motor Igo saat sudah sampai di depan gerbang rumah Denis. Ardi tersenyum kemudian Igopun membalasnya. Tak lama Igopun melanjutkan langkah kakinya yang tinggal sebentar lagi sampai, karna rumah Igo berada tepat di sebelah rumah Denis. Ardi kemudin membuka pintu gerbang yang tak di kunci itu, sejenak ia diam mematung menatap rumah besar dan mewah yang ada di depanya saat ini.

Tatapanya tepat berada di jendela kamar Denis. Perlahan ia melangkahkan kakinya dan langkahnya kali ini di penuhi segudang tanda tanya lantaran Denis yang tak masuk sekolah, padahal hal ini sangat jarang terjadi di kehidupan Denis.

Ayunan langkah kaki Ardi berjeda sangat lama, karna ia berjalan sangat lamban. Siang itu matahari bersinar sangat terik hingga membuat dirinya merasa sedikit silau saat memandang kearah kedepan. Ayunan kaki Ardi langsung tertuju kearah belakang, karna disanalah tempat tinggal Ardi dan keluarganya. Ya Ardi dan keluarganya memang tinggal di rumah bagian belakang, namun tak terpisah dari rumah utama itu.

"Pulang sekolah kok mukanya kusut gitu, ada apa to le? Apa ada masalah di sekolahmu ha?" tanya Ibunya pada saat ia baru saja sampai. Sebagai anak yang baik, Ardi selalu mencium tangan kedua orang tuanya saat berangkat dan pulang sekolah.

"Ardi gak papa kok buk. Oya buk Den Denis ko hari ini gak masuk sekolah? Dia kemana buk?" tanya Ardi yang tak menoleh ibunya. Ia masih sibuk melepas sepatunya saat duduk di kursi meja makan.

"Masya Allah Ibu lupa memberitahumu, dari tadi pagi Den Denis ndak enak badan dan sampai sekarang masih terkulai lemas di kamarnya. Oya tolongin ibuk ya le, anterin makan siang buat Den Denis, soalnya ibu ndak sempat, kamu tau kan kerjaan Ibu masih sangat numpuk?"

"Iya buk gak papa biar Ardi saja yang anterinya"

Ardi tersenyum lebar saat mendapat perintah dari Ibunya untuk mengantarkan makan siang Denis. Bagaimana tidak, ia akan menemui orang istimewa di hatinya, walau ia tau akan mendapat masalah saat berhadapan dengan Rara yang selalu melarang dirinya bedekatan dengan Denis.

Kini Ibu nya Ardi segera menyiapkan bubur untuk Denis, tak lupa dengan segelas air putihnya. Dengan wajah ceria dan penuh semangat, Ardi membawa sebuah nampan hitam kecil yang berisi makan siang untuk Denis.

Tok tok tok!!!

"Ya masuk!" kata Denis dengan nada suara lemas. Ardi mendorong gagang pintu kamar Denis dan seketika ia bisa melihat Denis yang tidur terkulai lemas di kamarnya.

"Maaf Den aku yang nganterin makan siang buat Aden, karna ibu masih banyak kerjaan" ujar Ardi menjelaskan. Seketika Denis tersenyum. Walau wajah Denis masih pucat, namun senyuman itu selalu bisa membuat hati Ardi bahagia.

"Gak papa kok Ar, makasih ya?"

"Iya Den sama-sama. Di makan ya Den dan jangan lupa obatnya di minum!" kata Ardi perhatian. Ardi segera menaruhkan makanan itu di meja kecil di sebelah ranjang Denis, kemudian ia melangkahkan kakinya keluar kamar Denis.

"Jangan pergi Ar! Temenin aku di sini ya, aku kesepian" Kata Denis sambil memegang pergelangan tangan Ardi. Ardi memutar tubuhnya kembali dan menata wajah Denis yang terlihat sedu. Mata mereka saling bertatapan dan Ardi melihat sebuah kesedihan di mata indah seseorang yang sangat istimewa di hatinya.

"Tapi Den nanti kalo ketahuan Non Rara gimana?" kata Ardi cemas.

"Tenang saja Ar, tadi pagi ka Rara bilang ia pulangnya rada sorean karna sepulang kuliah ia ada urusan sama temennya"

Ardi tersenyum legah mendengarnya, karna ia tak akan mendapat cacian dari Rara saat berdekatan dengan Denis kali ini, ia berjalan pelan dan duduk di tepi ranjang Denis. Bisa selalu dekat dengan orang yang ia sayangi membuat dirinya bahagia, bahkan tak ada rasa lapar baginya walau ia belum makan siang ini. Baginya kesehatan Denis sangat penting bagi dirinya.

"Sekarang Den Denis makan ya?" perintah Ardi. Denis mengangguk dan ia segera membenarkan posisinya duduk bersandar di ranjangnya. "Aku suapin ya Den?" Denis terlihat memikir untuk beberapa detik, namun akhirnya ia menganggukan kepalanya di barengi dengan senyuman.

Perlahan Ardi mengambil sedikit bubur dengan sendoknya lalu mengarahkan kemulut Denis. Meski saat ini Denis tak ada nafsu makan, namun saat ia berada bersama Ardi setidaknya membuat suasana sedikit berbeda. Denis merasa bahagia saat Ardi dekat denganya. Bahkan perhatian Ardi telah membuatnya lupa kalau saat ini dirinya sedang kecewa dengan sikap Sherly.

"Buka lagi mulutnya den!" kata Ardi tiba-tiba dengan sebuah sendok berisi bubur yang sudah siap di depan mulut Denis. Seketika lamunan Denis buyar oleh perlakuan Ardi barusan.

"Eh iya maaf ya Ar?"

"Gak papa ko Den"

Ardi kembali menyuapkan bubur kemulut Denis hingga beberapa suap lagi dan alhirnya Denispun menyerah karna dirinya merasa sudah kenyang. Ardi menaruh piring bubur itu di atas meja, lalu ia mengambilkan beberapa butir obat yang telah tersedia di meja itu dan memberikanya pada Denis.

"Di minum ya Den!" ujar Ardi.

"........'" Denis hanya diam dan terlihat tak menyukai obat itu, namun sedikit bujukan oleh Ardi akhirnya ia mau untuk meminumnya.

"Oya Den tadi ada tugas sekolah loh, tapi tenang saja karna aden sedang sakit, jadi biar aku saja ya yang mengerjakanya?"

"Tapi Ar, tulisan kita beda nanti kalau ketahuan bukan aku yang mengerjakanya gimana?" kata Denis khawatir.

"Tenang Den, aku bisa kok nulis ngikutin yang sama persis sama punya Aden, aku gak mau kalau sampe Aden kena hukuman gara-gara tak mengerjakan tugas sekolah" ujar Ardi. Belum sempat Denis mengiyakan Ardi langsung saja melepaskan tas sekolahnya yang dari tadi masih menempel di bahunya, kemudian Ardi berjalan menuju meja belajar yang ada di sebelah ranjang tempat Denis berbaring saat ini.

Ardi seketika melirik kesana-kemari entah apa yang ia cari di meja belajar Denis, tapi akhirnya ia menemukan juga yang ia cari. Ia mencari buku Denis. Ardi duduk di meja belajar membelakangi Denis. Dengan senang hati dan sangat hati-hati Ardi mengerjakan satu-persatu tugas sekolah itu hingga membuat Denis tersenyum-senyum sendiri kearah Ardi.

"Sebegitu pedulinya kah Ardi denganku? Yaampun dia baik banget" gumam Denis dalam hati.

Rasa sedih, kecewa dan putus asa karna orang tuanya semuaya hilang dan berganti dengan kebahagiaan. Ternyata perhatian Ardi mampu membuat hati Denis nyaman dan merasa disayangi oleh sosok Ardi yang sangat sederhana. Hingga akhirnya tibul pertanyaan-pertanyaan besar dalam dirinya sendiri.

"Kenapa saat ini aku begitu nyaman saat berada di dekat Ardi? Kenapa aku selalu ingin bersamanya? Dan kenapa aku selalu merindukan dirinya saat ia tak berada didekatku? Sebenarnya ini rasa apa? Apa aku mencintainya? Gak, itu sangat gak mungkin. Dia laki-laki dan akupun laki-laki mana mungkin aku mencintainya. Cinta hanya bisa dirasakan oleh dua insan, yaitu laki-laki dan perempuan. Tapi kenapa rasa ini begitu aneh? Arrrghhht! Rasa ini membuat aku bingung"

Sekuat tenaga Denis menolak rasa yang mulai menyukai sosok Ardi yang mulai menggejolak di benaknya, karna ia anggap rasa itu sangat tak wajar dan tak mungkin baginya seorang laki-laki mencintai seiorang laki-laki. Ia menarik rambutnya sendiri mencoba mengusir rasa itu dan berharap tak semakin membesar.

Tok tot tok! Suara pintu kamar Denis terdengar ada yang mengetuknya.

Deg!

Denis dan Ardi saling bertatapan cemas untuk beberapa detik! Ardi terlihat sangat takut, wajahnya panik dan ia memandangi pintu kamar Denis yang tidak terkunci itu. Begitupun dengan Denis, matanya terbelalak melihat pintu kamarnya, ia juga sangat takut jika yang mengetuk pintu kamarnya adalah Rara. Karna kalau sampai Rara yang mengetuk pintu kamar itu dan mengetahui mereka sedang berdua di kamarnya, maka Denis tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan oleh Rara pada Ardi dan dirinya.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar