Kamis, 14 Januari 2016

KAKA ANGKATKU
Part END
By: Aby ILham Anggara

--

--PUTRA POV--

"Bik" panggilku padanya. Kulihat ia sedang mencuci piring dan bernyanyi ria. Is kebiasaan banget deh kalo di panggil gak kedengeran, pasti tuh kuping lagi ada sumpelnya. Gumamku

Aku menepuk pundak Bik Susi, sontak ia menoleh kearahku. Segera ia mematikan musik di hp nya yang masih mem play.

"Ealah den Putra ada apa ini?" Dasar kelakuan Bik Susi seperti anak ABG saja.

"Bik tau gak ini foto siapa?" Tanyaku dan menyodorkan foto yang berbingkai itu. Bik Susi yang tadinya raut mukanya biasa saja mendadak malah tersenyum.

"Hem.. Brani bayar berapa?" Katanya.

"Yaelah bibik gak asik banget masa cuma mau nanya gini aja musti bayar?" Gerutuku kesal.

"Eh den jaman sekarang ini mana ada informasi yang gratis, lah wong bibik kan juga butuh duit buat beli bedak, lipstik, minyak wangi dan lain-lain toh? Kalo aden ndak mau ya sudah toh bibik juga ndak maksa kok" Ia malah membalikan tubuhnya dan kembali mencuci piring. Dari pada aku penasaran mendingan bayar aja deh

"Iya bik iya, nih putra kasih uangnya" Aku memberi bik Susi selembar uang seratus ribu, dengan cepat ia menyambarnya.

"Nah gitu dong den, baru kerja sama yang baik. Jadi gini, itu fotonya Den Erlangga anak semata wayang nya Tuan besar Subroto dan Nyonya besar Erlinda. Den Erlangga meninggal kecelakaan sama Nyonya besar Erlinda satu tahun lalu, begitu den ceritanya"

"Erlangga? Tuan Subroto? Nyonya Erlindan?" Kataku mengulangi kalimat bik Susi. "Trus kenapa foto ini ada di kamar Putra bik? Apa hubunganya?" Tanyaku dengan penuh penasaran.

"Ealah den kok nanya apa hubunganya, ya jelaslah ada hubunganya, Kan kamar yang den Putra pakai saat ini dulunya kamarnya den Erlangga!" Aku kaget mendengar perkataan bibik barusan

"Jadi rumah ini dulunya-"

"Iya den, rumah ini dulunya rumah Tuan besar Subroto, Tuan subroto itu anak tunggal kedua orang tuanya sudah meninggal dan Nyonya Erlinda itu sudah gak di anggap dengan keluarganya karna Nyonya Erlinda masuk agama islam ikut Tuan Subroto, jadi pas Tuan Subroto mau meninggal dan gak ada yang mewarisi hartanya jadi di wariskan dengan ayahnya den Putra gitu"

"Loh kok bisa tiba-tiba di wariskan ke ayah bik, memangnya Tuan Subroto kenal sama ayah dari mana?" Tanyaku lagi.

"Pas beberapa bulan lalu Tuan Subroto mengendarai mobil dan menabrak ayahnya den Putra, makanya diajak berobat kerumah sakit dan dibawa pulang kesini, tak lama dari itu sakit jantung Tuan Subroto kambuh dan ayahnya den Putra lah yang merawat dan mengurusnya selama Tuan Subroto sakit, jadi surat wasiatnya di atas namakan ayahnya den Putra dan sampe sekarang rumah dan semua perusahaan di wariskan kepada ayahnya den Putra"

"Oh.., jadi gitu cerita nya? Pantes ayah tiba-tiba jadi kaya raya ternyata dapat warisan dari Tuan Subroto" Bik Susi hanya manggut-manggut. "Oh yasudah bik makasih ya informasinya"

"Iya den"

Aku berlalu meninggalkan bik Susi dan kembali kekamarku. Ku pandangi foto Den Erlangga yang sangat tampan, kasihan dia harus meninggal bersama ibunya saat kecelakaan. Aku melihat sekeliling kamar ini dengan putaran kepala pelan, memperhatikan setiap sudut ruang ini.

"Selamat jalan ya Den Erlanga!" Aku memeluk erat bingkai foto Erlangga.

***

Tak terasa hari begitu cepat berlalu, aku berdiri diam di jendela kamarku dan menatap keluar dengan tatapan kosong. Aku teringat dengan kejadian tadi malam saat kak Bima membukakan pintu mobil untukku dan ia membelikan aku baju yang sama denganya, hanya berbeda warna dan ukuran. kapan ya kak Bima datang kesini lagi? Sebenarnya aku masih ingin berjalan denganya dan melewati hari-hari indah bersamanya, namun rasanya sudah tak mungkin, karna saat ini aku dan kak Bima terpisah jarak yang sangat jauh.

"Kakak?" Sepertinya suara Riko memnggilku. Aku membalikan tubuhku seketika. Ia membawa beberapa buku dan alat tulis di tanganya.

"Ya dek kenapa?"

"Bantuin ngerjain PR kak?" Pintanya dengan muka melas. Aku tersenyum melihat ekspresi wajahnya, ia sangat pandai kalo disuru merayu bahkan ia tak akan segan memperlihatkan muka melasnya.

Aku berjalan mengjampirinya yang masih berdiri didepan pintu kamar, aku mengambil buku yang masih ia pegang dan membuka pelajaran yang di jadikan pekerjaan rumah (PR) hari ini.

"Yasudah yuk ke meja belajar kak Putra aja!" Ia mengangguk dan mengikuti perintahku. Dengan telitih aku memberinya contoh untuk cara menjawab pertanyaan yang ada di tugasnya, aku sengaja enggan mengerjakanya karna itu akan membuat ia semakin malas dan tak mau berfikir dan dampaknya pasti ia akan selalu ketergantungan pada orang lain dan tak akan bisa mandiri.

Aku merasa ponselku bergetar di saku celanaku, serasa ada panggilan masuk yang sedang berlangsung.
Benar saja kak Davis menelponku? Ada apa ya? Dengan ragu kutekan tombol untuk menjawab panggilan.

"Hai Put apa kabar?" Suara kak Davis membuka obrolan.

"Baik, ada perlu apa kak?" Tanyaku datar.

"Wih jutek amat Put ama kak Davis? Tar malem kita jalan yuk?" Jalan? Aku diam sejenak teringat dengan pesan kak Bima kemarin malam dan aku tak boleh dekat dengan kak Davis lagi.

"Maaf kak, Putra gak bisa"
"Loh kenapa gak bisa? atau gak mau? Kalo kamu gak mau, kak Davis akan bongkar rahasia kamu ke orang tua kamu kalau kamu gay, dan kak Bima yakin kamu pasti bakalan di usir dari rumah" Ancam kak Davis. Wah keknya kak Davis gak main-main nih, aku segera menjauh dari Riko karna takut pembicaraanku di dengarnya.

"Eh kak denger ya kak, kak Davis gak ada bukti yang mau di tunjukin ke ayah atau ibuk kalo Putra gay, jadi mana mungkin mereka percaya. Uda deh kak Davis gak usah sok-sok an ngancam Putra segala!" Aku semakin kesal dengan tingkahnya, apalagi main ancam seperti yang barusan ia lakukan.

"Oya? Denger ya Put, kak Davis punya teman studio foto terkenal dan dia bisa buat foto kamu sedang berciuman dengan cowok lain, dan itu hal yang sangat mudah ia lakukan!" Gawat kak Davis benar-benar nekat kali ini kalo aku tak menurutinya bakalan terbongkar rahasiaku ke ayah dan ibuk.

"Baik lah, kak kalo gitu Putra mau kok jalan sama kak Davis"

"Nah gitu dong, jam tujuh malam Kakak jumput kamu dan kamu harus sudah siap!"

"Iya kak"

Kak Davis pasti saat ini tertawa penuh kemenangan, kanapa sih kak Davis jahat banget dengan Putra. Aku sangat takut bakalan terjadi sesuatu denganku. Tuhan.. Apalagi yang akan aku lewati?

"Kak Putra kenapa kakak nangis?" Tanya Riko. Aku segera menghapus air mataku dan menghampirinya.

"Gak papa kok Dek, yuk kerjakan lagi soal selanjutnya!"

"Yuk kak"

***

Aku senang sekali kemarin malam bisa berjalan dengan Putra, ya walau cuma sebentar tapi aku masih mengingat setiap kejadian di malam itu.

Kapan ya aku bisa bertemu lagi dengan Putra? Hah.. Ntah kapan bisa kesana lagi, paling juga nunggu liburan sekolah.

Kring..!!
Kudengar ponselku berdering.
Putra? Pasti dia masih kangen makanya dia menelfonku. Segera kujawab panggilanya.

"Iya Put ada apa?"
"Kak, Kak Davis mengancamku kak"
"Mengancam gimana?" tanyaku panik dan segera bangkit dari ranjangku.

"Dia ngajakin jalan tar mlem kak dan kalo Putra gak mau Putra mau di kasi tau ke ayah dan ibuk kalo putra gay"

"Sialan si Davis, tenang saja Put nanti Kak Bima yang akan urus tuh boca"

"Iya kak"

Ternyata Davis nekat juga ya brani-braninya di ngancem Putra, bener-bener gak bisa diampuni tuh boca. Aku segera berganti pakaian dan akan segera memberi pelajaran ke Davis.

***

Saat ini aku berdiri di depan gerbang rumahnya Davis dan kulihat dari sini rumah Davis sangat sepi. Ya sepilah orang tuanya kanselalu sibuk kerja.

"Eh den Bima ya? Sudah lama tak pernah main kesini" Kata satpam yang menghampiriku.

"Iya Bang, biasa sibuk dengan tugas sekolah. Oya Davis nya ada bang?"

"Wah den Davis lagi keluar sekitar 30 menit yang lalu den, ada perlu apa ya?" Tanyanya lagi

"Oh gak papa kok bang, yasudah kalo gitu Bima pamit dulu ya bang" dengan segera aku menyalakan kembali motorku, aku yakin Davis pasti sedang menuju rumah Putra. Aku pun akan langsung kerumah Putra, tak peduli hanya menggunakan sepeda motor yang penting aku bisa sampai disana.

Aku melajukan kendaraanku dengan kencang, di otaku hanya ada rasa takut akan terjadi sesuatu dengan Putra. Davis sialan!! Ternyata ancaman beberapa hari lalu gak main-main.

Arrrrgghh... Sialan aku terjebak macet. Bawa motor saja macet apa lagi bawa mobil. Pikiranku sangat kacau saat ini, mana macetnya masih panjang lagi. Ah....!! Kalo begini terus yang ada Davis akan sampai lebih dulu.

Rasa letih dan pegalnya pinggangku tak kuhiraukan lagi, yang ku ingin hanyalah cepat sampai di rumah Putra dan menghajar Davis sialan itu.

Setelah beberapa jam, akhirnya sampai juga di rumah Putra, terasa sangat sepi. Aku segera masuk karna pintu gerbangnyapun tak di kunci.

"Assalamu'alaikum.. Om, tante?" Panggilku panik. Aku sudah tak sabar menunggu penghuni rumah ini keluar dan menemuiku.

"Eh nak Bima kok sudah sampai sini lagi? Bukanya baru pulang kemarim malam?" Tanya Ayahnya Putra.

"Bima sengaja datang kesini dadakan Om, oya Putra nya ada Om?" Tanyaku tak sabar.

"Wah Putra baru saja pergi dengan nak Davis sekitar 20 menit yang lalu, memangnya ada apa Bim?"

"What? Sudah pergi dengan Davis? 20 menit yang lalu Om?" Ayahnya Putra mengannguk

"Om ayo kita cari Putra, dia dalam bahaya Om karna si Davis itu ada niat jahat sama Putra Om" Kataku panik.

"Davis ada niat jahat? Tapi Davis anaknya baik ko Bim, tadi saja izin baik-baik sama Om dan Tante kalo dia mau ngajakin Putra jalan"

"Om percaya deh sama Bima, si Davis memng gitu anaknya dia hanya baik didepan saja. Ayo om buruan sebelum mereka jauh om"

"I-iya nak Bima, tunggu ya Om ambil kunci mobilnya"

Aku dan ayahnya Putra mulai mencari Putra dan saat ku telfon hp nya Putra sudah tak aktif lagi, ini pasti ulah si Davis sialan itu. Arrrgghhh...!! Awas saja kalau sampe terjadi sesuatu dengan adekku Putra gue bakalan hancurin hidup lo Vis.

"Gimana Bim, apa Putra sudah bisa di hubungi?" Aku menggeleng lemah, serasa tubuhku saat ini tak bertulang dan rapuh.

"Hp Putra dan Davis sudah gak aktif lagi Om" Kataku lirih.

"Trus kita mau cari Putra kemana Bim?" Tanyanya lagi. Aku menggeleng, karna saat ini aku juga tak tau Davis membawa Putra kemana.

Aku dan Ayahnya Putra masih mengelilingi jalan raya dikota ini, berharap dapat menemukan jejak Putra yang saat ini menghilang entah kemana. Saat ini pikiranku tak karuan. Cemas, gelisah, khawati semua menjadi satu. Put kamu dimana sih? Kak Bima khawatir sama kamu Put.

Kulihat Ayahnya Putra juga sangat cemas saat ini, kasihan pasti beliau juga sangat khwatir dengan keadaan Putra, anak sulungnya itu. Tuhan... Lindungilah adik ku Putra!

"Bim, kita sudah keliling disini, kita mau cari kemana lagi?" Tanya Ayahnya Putra dengan nada cemas.

"Bima juga bingung Om, dan gak tau musti cari kemana lagi" jawabku. Aku hampir frustasi dibuatnya, karna aku tak tau apa yang akan dilakukan oleh Davis. Dan aku sungguh tak menyangka, ternyata Davis senekat ini. Dasar keras kepala!

Tung!!!
Terdengar nada BBM. Dengan cepat aku membukanya berharap ada petunjuk yang masuk. Ternyata benar, barusan Putra bbm ke Bima memberi tahu kalau saat ini dia dan Davis sedang berada di Hotel lengkap nama Hotel beserta nomor kamarnya.

"Om ada kabar dari Putra Om!" Kataku antusias.

"Hah, kamu serius Bim?"

"Iya Om, Putra dan Davis sedang di Hotel dan ini ada nomor kamarnya"

"Di hotel? Mau ngapain mereka?" Tanya Om penasaran.

"Sudah Om gak ada waktu untuk menjelaskan, ayo Om buruan kesana!"

"Iya-iya nak Bima" Dengan segera kami menuju Hotel yang diberitahu oleh Putra dan aku sangat senang akhirnya dapat petunjuk dari Putra. Terima kasih Tuhan...

Tak berapa lama kami sampai di Hotel, aku dan Ayahnya Putra langsung menuju nomor kamar yang di maksud dan meminta pertolongan pada petugas hotel untuk membuka pintu menggunakan kunci gandanya, karna aku sangat yakin pasti pintu kamar mereka di kunci.

Kami berjalan sangat hati-hati, saat sudah sampai didepan pintu kamar yang di sewa Davis, terdengar isak tangis suara Putra, tapi sangat lirih. Aku semakin tak sabar ingin tau apa yang sedang terjadi didalam sana. Petugas hotel segera membuka pintu menggunakan kunci gandanya.

Davis sangat kaget dan matanya terbelalak saat melihat kedatangan kami disini. Davis sudah membuka bajunya hanya menggunakan kaos singlet dan celana boxer saja.

"Ayah..!" Ucap Putra berlari memeluk erat dan menangis di pundak ayahnya.

"Kamu gimana Putra, gak papa kan?" Tanya ayahnya panik.

"Iya Putra gak papa yah, kak Davis gak ngapa-ngapain Putra kok" jelasnya. Syukurlah kalo gitu akupun ikut senang mendengarnya

"Dasar sialan lo Vis, brani-braninya lo nyulik adek gue!" Aku sangat geram dan akhirnya brukk. Aku memukul dengan kuat dibagian mukanya Davis

"Maafin gue Bim!" Aku sama sekali tak menggubris ucapanya dan aku kembali memukulnya sekali lagi.

"Sudah nak Bima, mendingan kita serahkan dia kekantor polisi!" Kata ayah Putra dengan tatapan benci dan sumpah serapa.

"Om jangan om, maafin Davis om Davis nyesel banget om" ucapnya dengan memeluk kaki ayahnya Putra, namun sepertinya ayahnya Putra pun tak mendengar perkataanya dan ia segera menelfon kantor polosi terdekat.

Tak lamapun beberapa polisi datang dan membawa Davis atas tuduhan kasus penculikan. Ayahnya Putra akan membawa kasus ini ke jalur hukum.

Kami berterima kasih kepada petugas Hotel yang telah mau membantu kami dan kami berpamitan pergi meninggalkan Hotel itu.

***

Didalam mobil aku dan Putra duduk di belakang sedangkan ayahnya mengendarai mobil di depan. Putra masih sesegukan walau ia sudah tak menangis lagi. Kasihan Putra, tapi aku sudah tenang karna Davis saat ini sudah dalam tahanan.

"Kak Putra takut" Katnya di sela seseguk isaknya. Saai ini ia bersandar di pundak kiriku dan aku menyapu keningnya yang lembab.

"Putra gak usah takut ya, kan sudah ada ayah dan kak Bima disini!"

"Kak Bima makasih ya atas bantuanya, kalo gak ada kak Bima Putra gak tau gimana nasipnya Putra sekarang" Aku tersenyum dan sekali lagi mengusap keningnya secara berulang.

***

"Putra kamu gak papa sayang?" Tanya Ibunya Putra panik saat kami baru tiba di Rumah. Ibunya Putra sangat sibuk memeriksa fisik Putra dari ujung kepala sampai ujung kaki

"Putra gak papa kok Buk, buk Putra capek Putra mau istirahat dulu ya Buk?"

"Iya sayang"

Aku mengikuti Putra berjalan menuju kamarnya.

***

 --PUTRA POV--

Aku sangat lelah malam ini karna ulah kak Davis. Sekarang aku melihat jam diding di kamarku menunjukak Pukul. 21:35 wib. Aku berbaring di kamarku dan kak Bima duduk di sebelahku.

Pikiranku masih teringat sangat jelas saat ka Davis ingin berbuat seperti itu padaku dan aku berusaha dengan sekuat tenagaku menolaknya.

"Put kak Bima tinggal keluar bentar ya?"

"Iya kak" Jawabku singkat. Kak Bima lalu bangkit dan berjalan membuka daun pintu, lalu ia keluar kamar. Aku masih diam dan masih memikirkan hal yang tadi hampir saja terjadi. Kak Davis mau menyodomiku di Hotel. Aku sangat takut pada saat itu dan untung saja ayah dan kak Bima segera datang, kalau tidak pasti kak Davis tertawa penuh kemenangan karna dia telah berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan.

Tapi aku sangat bersyukur karna Tuhan masih sayang padaku dan aku masih dalam lindunganya.

"Kak Bima kemana sih kok lama? Katanya keluar bentar?" Gumamku. Aku berjalan dan berada di teras kamar. Angin malam memang sangat dingin kurasakan. Dari sini aku melihat Kak Bima ada di taman sampaing rumah sendirian. Ngapain kak Bima berdiri di sana sendirian? Apa kak Bima lagi ada masalah? Dia berdiri mematung dan kedua tanganya bersedekap.

Kasihan kak Bima, aku langsung turun dan menyusulnya di sana. Aku berjalan pelan menghampirinya dan saat ini aku sudah berada dibelakang kak Bima. Ia masih diposisi semula tanpa bergeming sedikitpun, sedangkan angin malam disini sangat kencang berhembus hingga membuat baju yang ia pakai sedikit torombang-ambing.

"Kalo kakak lama-lama disini, kak Bima bisa sakit loh" Kataku memulai membuka obrolan. Ia masih saja diam membelakangiku dan tak menimpali perkataanku. "Kak Bima?" Tambahku.

"Ya Put ada apa?" Sahutnya, namun ia tak berpaling melihatku. Aku jadi bingung dengan kak Bima, sebenarnya apa yang sedang ia lihat didepan sana?

"Kak Bima lagi ada masalah?" Kali ini aku memberanikan bertanya yang lainya, karna aku sangat bingung dengan sikapnya saat ini.

"Gak ada kok Put" Ucapnya parau. Ka Bima lalu membalikan tubuhnya dan berjalan menghampiriku. Saat jarak kami sudah berdekatan ka Bima menatapku dengan tatapan tajam.

"Put kak Bima boleh membaca sesuatu?" Tanyanya padaku. Aku semakin bingung di buatnya, memangnya ka Bima mau baca apa? namun akupun mengangguk tanda menyetujuinya.

Kak Bima membuka selembar kertas putih yang ia lipat sangat kecil namun rapi. Lalu ia mulai membacanya.

--- Puisi ---

Di malam yang sepi ini aku merenungi arti sebuah cinta yang sedang menghampiriku...

Di setiap denyut jangtungku selalu berirama mengukir namamu dan selalu ternaung di benaku.

Hari-hariku menjadi indah saat kau hadir dalam hidupku.

walaupun angin berhembus kencang, ombak menerjang keras dan kilauwan insan datang menggoda, namun tak sedikitpun cintaku akan goyah.

Aku mencintaimu bagaikan mentari yang tak akan pernah lelah dan menyerah menyinari alam, meskipun awan tebal akan selalu menghalanginya.

Karna dirimu ibarat jantung didadaku, meski kau jauh dan tak terlihat oleh mata, namun tanpamu aku takkan mampu hidup.

Aku akan mencintaimu sampai akhir hidupku, sampai hembusan nafas terakhirku....
-* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*

Aku diam mematung saat mendengar Puisi yang baru saja selesai dibacakan oleh Kak Bima, darahku serasa diam tak mengalir lagi dibuatnya dan aku tak dapat berkata-kata saat ini karna lidahku kelu dan mulutku terasa terkunci.

Dalam hatiku hanya bertanya-tanya, apakah kak Bima benar-benar membalas cintaku? Kini kak Bima melangkah satu langkah hingga membuat kami berjarak semakin dekat. Aku semakin tak kuasa menghindarinya karna kakikupun terasa kaku dan tak dapat digerakkan.

Kini ia semakin mendekat denganku hingga wajah kami saling bertatapan sangat dekat. Nafas kak Bima terdengar jelas dan sangat tak beraturan. Kak Bima seperti memberi isyarat padaku dan akupun memejamkan mata. Tak lama kurasakan lembut dan hangat bibirnya menyentuh bibirku, kak Bima menciumku dan ini adalah ciuman pertamaku. Aku sangat menikmati dan kubalas perlakuanya yang ia lakukan padaku.

Saat ini kak Bima memegang kedua pundakku dengan tangnya masing-masing dan menatapku dalam-dalam.

"Put?" ucapnya. Aku masih diam menunggu apa yang akan dikatakanya. Suasana malam ini begitu hening dan hembusan anginpun semakin menerpa kehadiran kami disini.

"Put, kak Bima sayang sama kamu dan kak Bima suka sama kamu" Aku sangat senang mendengar perkataan itu keluar dari mulut kak Bima dan cintaku yang selama ini bertepuk sebelah tangan akhirnya terbalaskan...

"Iya kak, Putra juga sayang dan cinta dengan kakak" Kak Bima seketika memeluk tubuhku dengan erat...

"I love you Putra" Bisiknya di telingaku. Aku tersenyum bahagia. Terimakasih Tuhan.. Akhirnya semua kebahagiaan menjadi miliku, walau ku tau cinta ini cinta terlarang.

-- T A M A T--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar