Rabu, 27 Januari 2016

Percintaan sedarah
Epesode 05
-------------------
By. Aby Anggara
=====================

*-*-*

Andre pun ikut turun dari mobilnya, membuat Alfan terlihat sangat kecewa pada Alfin. Andre dan Alfin berjalan menuju rumah Alfin, sedangnkan Alfan yang masih diam terpaku tampak tak berkedip memandangi Alfin yang terlihat begitu akrab dengan Andre. Saat mereka sudah sampai di teras rumah itu, Alfin terlihat sangat gugup, karna Alfan pasti akan menanyakan atas kepulangannya.

"Ka Al udah dari tadi ya?" tanya Alfin penuh rasa bersalah. Alfan tak menjawabnya, tatapan matanya menatap tajam pada Andre kemudia tatapannya berpindah pada Alfin yang terlihat sedikit tertunduk. Tatapan itu seolah menanyakan siapa orang yang berada di sebalahnya, tapi Alfan tak mampu untuk mengatakannya.

"Jadi ini alasanya kenapa gak mau di ajak jalan sama Kakak? Ternyata jalan sama cowok lain?" Alfin menggelengkan kepalanya seolah membela dirinya.

"Nggak kok Kak, ini cuma salah paham" Alfin terlihat gugup, sedangkan Andre hanya diam saja seolah tak mau ikut campur urusan mereka.

"Sudahlah Fin, aku tau kok dan aku sudah liat sendiri"

"Ka Alfin, tunggu Kak!" ucap Alfin setengah berteriak, Alfin berusaha mengejar Alfan yang masih berjalan meninggalkan mereka berdua, tapi Andre manahan tangan Alfin lalu menggelengkan kepalanya. Alfinpun terhenti dan kini hanya menyaksikan kepergian Alfan yang penuh kekecewaan.

"Kamu kenapa tarik tangan aku Ndre?"

"Husssttt!!!" Andre menaruh satu jarinya di bibir Alfin agar terlihat lebih tenang. "Gak usah urusin cowok kayak dia, ingat Fin lo masih ada urusan yang lebih penting. Kita pulang mau ambil baju Ibu mu dan kerumah sakit kan?" ujar Andre mengingatkan. Alfin mengangguk dan kini mereka segera masuk kedalam rumahnya dan membawa beberapa helai baju, setelah selesai mereka segera kembali ke mobil Andre dan segera berangkat kerumah sakit.

Selama perjalanan kerumah sakit, Alfin terlihat tampak diam tak bersuara, ia masih teringat pada kejadian barusan yang membuat kedekatan mereka sudah pasti akan terancam. Sebenarnya ia ingin menjelaskan agar Alfan tak salah paham padanya, tapi Alfan tak memberikan kesempatan pada Alfin.

"Baru saja ada orang yang perhatian padaku dan aku sangat senang dan merasa nyaman, tapi lagi-lagi cobaan selalu datang mengujiku" ujar Alfin dalam hati. Ia mengeluarkan ponselnya, dengan rasa penuh ragu ia menekan gagang telepon berwarna hijau pada nomor telepon Alfan, sejenak terdengar nada tunggu, namun sampai nada berakhir panggilannya pun tak ada respon. Ia mengulanginya lagi, dan kembali menaruh ponselnya di telinganya.

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar service area, cobalah beberapa saat lagi"

Alfin terlihat putus asa saat mendengar nomor Alfan yang baru saja dinonaktifkan, padahal baru saja ia menelponnya masih tersambung. Dengan punuh rasa malas ia menaruhkan kemabali ponsenya kedalan saku celananya.

"Lo kenapa Fin? Kok kek yang lagi frustasi gitu? Wajah lo kusut banget tau"

"Maaf Ndre, aku lagi males ngomong, kita lanjut nanti aja ya, aku pengen cepat sampai rumah sakit Ndre, pengen tau perkembangan Ibuk"

"Oke-oke" ujar Andre santai, kemudian ia menambah kecepatan laju mobilnya.

*-*-*

Di jam istirahat sekolah Alfin berusah mencari Alfan yang tak biasa-biasanya tak memberi kabar padanya, bahkan pagi tadi pun berangkat ke Sekolah ia tak menjemput Alfin seperti biasanya. Alfin tersenyum saat menemukan Alfan yang sedang duduk sendirian membelakanginya. Dengan perlahan ia melangkahkan kakinya mendekati Alfan dan duduk di sebalahnya. Alfan yang baru menyadari kedatangan Alfin sepertinya tak keberatan Alfin duduk disebelahnya, tapi ia tampak acuh seperti tak menganggap kedatangan Alfin yang tak pernah di undang.

"Ka Al kok tumben tadi pagi gak jemput aku? Kakak masih marah ya?" Alfin menoleh wajah Alfan yang terlihat datar namun tak bisa diartikan. Alfan masih tampak diam tak berusik dari posisinya, pandanganya tampak kosong menatap lurus kearah depan. "Kak jawab, aku lagi ngomong sama Kakak" lanjut Alfin yang tak terima diacuhkan. Perlahan Alfan menoleh wajah Alfin sebentar, lalu pandanganya keposisi semula.

"Memangnya aku pernah penting buat kamu, enggak kan?"

"Kak.. Aku tau aku salah, tapi aku ada alasan unt-..."

"Cukup!" jawab Alfan cepat. Alfan lalu bangkit dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Alfin. Alfin hanya bisa pasrah atas kelakuan Alfan barusan, ia menyadari ini kesalahannya, tapi sebenarnya Alfin mau menjelaskan pada Alfan, namun Alfan tak sedikitpun memberi waktu untuknya.

Nomor yang Anda tuju sedang tidak Aktif atau berada di luar service area, cobalah beberapa saat lagi. Terdengar suara operator yang khas dan tak asing lagi bagi Alfin, dengan wajah penuh putus asa Alfi menjaukan ponsel dari telinganya, mungkin Alfan memang benar-benar sedang marah padanya hingga ia bener-bener memutus jalur komunikasinya.

"Kamu kelihatan lagi sedih Fin, ada apa?" ujar laki-laki yang baru saja duduk disebelahnya, Alfin tampak menoleh pada sosok itu, dan ternyata dia adalah Reza.

"Iya Za, bahkan banget. Disekolah ini cuma kamu sama dia yang peduli sama aku, tapi sekarang dia sedang marah gara-gara salah paham. Aku ngerasa kehilangan banget, dia yang selalu perhatian Za, tapi.... Sekarang entahlah, aku bisa baikan lagi atau nggak sama dia"

Reza tersenyum lalu memegang bahu Alfin dengan lembut. "Sabar ya Fin, semua itu cuma unjian doang kok, pasti dengan berjalannya waktu dia bakalan ngerti kok aku yakin itu, karna aku juga sama Fin, aku sama Kakak ku juga sedang tidak baik, tapi aku sabar dan aku yakin suatu saat dia bakalan bisa berubah dan gak bersikap dingin lagi sama aku"

"Iya Za semoga saja, entahlah aku juga gak tau kenapa aku ngerasa nyaman banget sama dia, mungkin karna dia baik kali, kayak kamu" ujar Alfin sambil sedikit senyum.

"Ah kamu ada-ada saja Fin, oya kita ke Kantin yuk, aku laper"

"Yuk Za, kebetulan nih" ujar Alfin penuh semangat, mereka segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju Kantin sekolah.

.

                  = = =

.

"Kamu...?" Alfan terlihat kaget saat ia mendapati Andre berada di seberang jalan Area sekolahnya, tatapannya tajam penuh kebencian. Andre menyambut Alfan dengan senyuman indah yang sangat bersahabat, ia bersandar di pintu mobilnya sembari melipatkan kedua tanganya.

"Kenapa kaget? Santai saja Men!"

"Kamu ngapain disini?" tanya Alfan ingin tau, karna ia yakin kehadirannya di sini pasti ada hubunganya dengan Alfin. Andre tampak senyum sambil menggelengkan kepalanya heran.

"Santai bro... Jangan emosi gitu dong"

"Gak usah sok baik deh, aku tau kok kamu bukan orang baik-baik kan?" serga Alfan yang tak mau di ajak bicara baik-baik.

"Eh kalo ngomong hati-hati ya, jaga tuh mulut. Gue udah berusaha baik tapi lo malah nyolot. Lagian ini tempat umum kan? Jadi bebas dong gue mau ngapain aja. Memangnya ini sekolah milik Bokap lo? Nggak kan?" Andre tampaknya mulai emosi dengan sikap Alfan yang tak mau bersahabat denganya.

"Iya aku tau ini tempat umum. Tapi cuma satu yang aku minta sama kamu, awas ya kalo kamu berani-berani buat Alfin celaka, karna dari tampang kamu aku yakin banget kalo kamu bukan anak baik-baik"

"Lo ngancem gue? Memangnya dia siapa lo? Hah..? Oh... Gue tau, lo cemburu liat gue deket-deket sama Alfin, iya?"

"Hah cemburu? Eh denger ya, aku masih normal dan aku masih suka sama cewek" ujar Alfan yang lalu pergi meninggalkan Andre. Entah kenapa Alfan sangat tak suka jika Alfin dekat-dekat dengan Andre.

Andre masih terlihat tampak kesal dengan Alfan yang melarangnya berdekatan dengan Alfin, entah kenapa ia sangat tak suka dilarang seperti itu, mungkin karna Alfin bisa menjadi sumber penambahan kemasukan keuangannya hingga ia tak akan pernah takut dengan ancaman Alfan.

Alfin yang berjalan diantara beberapa siswa lainya terlihat melambaikan tangan pada Andre, ternyata mereka sudah membuat janji. Andre yang melihat Alfin pun ikut tersenyum tak sabar Alfin agar segera menghampirinya.

"Udah nunggu lama ya, Ndre?"

"Nggak kok Fin, gue belum lama sampai kok"

"Oh syukur deh kalo gitu, oya kita langsung ke rumah sakit dulu ya Ndre?"

"Sebaiknya kita masuk kemobil dulu Fin, kita bicara di dalem saja" Alfin menuruti perintah Andre yang langsung masuk kedalam mobil Andre kemudian di ikuti oleh Andre. "Em... Sebenernya sih jadwal lo hari ini banyak Fin, yang udah boking lewat ponsel gue aja udah numpuk banget, keknya mulai sore sampai malem lo harus siap mental, karna lo pasti akan di gilir" ujar Andre. wajah Alfin tertunduk lesu, ia terlihat tampak tak ikhlas jika tubuhnya bakalan di nikmati oleh gadun-gadun secara bergantian.

"Kenapa lo terlihat sedih Fin, bukannya bagus karna lo bakalan dapet uang banyak?" Alfin membuang nafas dengan berat, lalu menyandarkan tubuhnya di kursi mobil Andre dengan penuh.

"Asal kamu tau Ndre, sebenarnya aku melakukan ini sangat terpakasa, kalo saja Ibuku tak memerlukan uang banyak, aku tak akan rela tubuhku di nikmati oleh Om-om secara bergantian, belum lagi aku harus merasakan sakit sesudah itu"

Andre tersenyum lalu memegang bahu Alfin dengan sangat penuh hati-hati. "Fin... Lo itu masih baru didunia pelangi, makanya masih belum bisa menikmati pekerjaan ini, tapi gue yakin suatu saat lo bakalan nyaman dengan pekerjaan lo ini" Andre berusaha meyakinkan Alfin, biar bagaimanapun Alfin sudah terlanjur terjun di dunia pelangi yang penuh warna, karna disamping itu juga peran Alfin sangat menguntungkan bagi Andre, makanya ia tak akan melepaskan Alfin begitu saja.

"Tapi Ndre ak-"

"Hussst!!! Om Ridwan sudah nunggu di rumah gue, kita langsung pulang ya, dan lo harus layani Om Ridwan dengan baik, dia udah bayar mahal loh"

"Tapi aku mau kerumas sakit dulu Ndre, mau lihat keadaan Ibuk"

"Fin... Bisa perofesional gak? Jenguk Ibu bisa nanti malam selepas pulang kerja kan? Lagian yang udah nungguin lo itu banyak, bahkan gue ampe pusing ngatur jamnya. Oke sekarang gini deh, lo pilih jenguk Ibu lo sekarang atau lo gak bakalan dapet duit dan kehilangan kerjaan lo selamanya?" Ucap Andre dengan sedikit kesal, pandanganya menatap wajah Alfin yang saat ini berada disebelahnya.

"Baiklah Ndre, aku nurut aja deh sama kamu" dengan berat hati Alfin harus mengalah, tak lain ini ia lakukan demi kesembuhan Ibunya.

"Bagus! Nah kalo gini gue suka dengan sikap lo Fin, oya ingat ya Fin, nanti dirumah gue lo harus ramah sama Om Ridwan, gue gak mau ada kesan ketidak puasan dari dia" Alfin mengangguk pelan menandakan ia mengerti dengan ucapan Andre, setelah itu Andre melajukan mobilnya menuju ke rumahnya.

Suasana di dalam mobil Andre kini terdengar sunyi, nampaknya Alfin lebih memilih untuk diam. Sesekali Andre menoleh pada Alfin yang dari tadi tampak menatap kearah jendela pintu yang ada disebelahnya hingga tubuhnya membelakangi Andre.

"Lo sudah masuk perangkap gue Fin, dan gue gak akan lepasin lo begitu saja" ucap Andre dalam hati, ia tersenyum licik penuh kemenangan.

Tak berselang lama mobil Andre sampai di depan rumah yang sangat besar, berlantai dua dengan halaman rumah yang sangat luas. Andre segera membuka pintu mobilnya dan keluar, tak berselang lama pun Alfin mengikutinya. Pandangan Alfin tampak terkagum-kagum saat melihat rumah yang sangat besar, ditambah tanaman bunga yang tertata rapi membuat suasana rumah itu menjadi terkasan sangat indah.

Andre berjalan menuju pintu rumahnya, dan Alfin tampak berjalan di belakangnya. Saat sampai di pintu masuk Alfin dengan sigap menujukan matanya pada semua yang ada didalamnya, terlihat yang ada di dalamnya barang-barang yang sangat mahal. Andre tetap melanjutkan langkahnya menaiki tangga menuju lantai atas, dengan Alfin yang masih setia berjalan di belakangnya. Alfin masih belum puas dengan melihat semua isi rumah itu, hingga kakinya hapir saja terpeleset saat mengijak tangga yang belum sampai.

"Sekarang lo ganti baju dulu!" Andre membuka almarinya, memberikan celana boxer dan baju kaos tanpa lengan. Kebetulan tubuh mereka sama hingga ukuran baju mereka juga sama.

"Pake baju ini Ndre?" tanya Alfin sedikit risih.

"Iya memangnya kenapa?"

"Aku gak biasa Ndre pake baju yang tanpa lengan, jadi kesannya aneh aja"

"Udah.. Jangan bawel, justru dengan baju ini lo bakalan terlihat lebih sexi"

Alfin menerima baju itu, ia tak mau membuat Andre mulai emosi lagi seperti tadi. Hanya dengan handuk ia melepas celana seragam sekolahnya, kemudian mengantinya dengan boxer mini yang tampak terlihat sedikit ketat. Tentu saja membuat sebuah tonjolan di selakangan Alfin tak bisa di sembunyikan lagi.

"Aku boleh tanya sesuatu?" Alfin menoleh pada Andre yang yang sedang bersandar pada tempat tidurnya dengan kedua tangan yang sedang sibuk memainkan smartphone mahalnya.

"Tanya apa?"

"Kok rumah mu sepi Ndre, memangnya Mama sama Papa kamu pada kemana?"

"Mereka sudah meninggal Fin. Mama meninggal setelah melahirkan adik kandung gue, dan selang beberapa jam Adik kandung gue juga raib"

"Trus Papa kamu?"

Andre tampak menghela nafas panjang, lalu membenarkan posisi duduknya. "Dulu.. Gue orang yang sangat miskin Fin, Papa gue terkena serangan jantung, dan gue gak punya uang buat berobat Papa, hingga gue rela jual diri lalu setelah gue udah punya uang, gue bawa Papa kerumah sakit, tapi kata Dokter sayangnya gue terlambat bawa Papa hingga tak bisa di selamatkan lagi"

Seketika cerita Andre mengingatkan Alfin pada Ibunya, ia tak mau jika Ibunya bernasip sama dengan Papanya Andre yang tak bisa dirawat hanya gara-gara ia tak mempunyai uang untuk membayar biaya pihak rumah sakit.

"Msaf ya Ndre aku gak bermaksud membuat kamu sedih karna teringat masa lalu mu"

"Sudahlah lupakan saja, semua sudah menjadi masalalu gue yang amat pedih"

"Trus kamu dirumah sebesar ini tinggal sama siapa Ndre?"

"Gue, Mang Somat dan Bik Darmi. Mereka sudah lama kerja di rumah gue"

"Oh..." kata Alfin ber O panjang.

"Sudah siap?"

"Sudah Ndre"

"Ayo ikut gue!"

Andre berjalan keluar dari kamarnya, lalu ia menuju pintu belakang yang langsung terpampang kolam renang yang cukup luas. Airnya tampak terlihat sangat jernih hingga lantai bawahnya terlihat dengan jelas. Di sudut kolam terlihat orang dewasa yang sedang terbaring santai dengan kaca mata hitam, tubuhnya telanjang dada dan celana renang merah yang sangat ketat. Di atas meja sudah ada tiga orange jus yang tampak seperti sudah di siapkan.

"Halo... Om.." sapa Andre ramah.

"Hei Andre" Om Ridwan lalu bangkit dari tempat santainya.

"Sorry ya Om kalo sampe nunggu lama, biasa jalanan macet Om" ujar Andre berbohong. Andre lalu duduk di kursi bermeja bundar dengan payung diatasnya, namun Alfin yang tampak canggung masih berdiri disebalah Andre.

"Ini yang namanya Alfin, ya Ndre?"

"Iya, Om"

"Hei Alfin, duduk sini doang!" seru Om Ridwan ramah, seulas senyuman paksa tergambar di wajah Alfin.

"I.. Iya, Om" Alfin lalu duduk di antara Andre dan Om Ridwan.

"Wah ternyata benar yang dikatakan Andre" Om Ridwan melirik paha Alfin, ia menggigit bibir bawahnya dan terlihat senyum mesum di wajahnya. Alfin yang tampak risih oleh tatapan Om Ridwan menarik celana boxernya berharap bisa menutupi pahanya, namun harapannya tak terkabul, berulang kali ia menarik celana boxer itu pun masih saja kembali seperti semula saat ia melepaskan tanganya.

"Jangan takut anak manis" Om Ridwan memagang dagu Alfin, seketika membuat Alfin deg-degan tak menentu. "Sini duduk di pangkuan Om!" perinta Om Ridwan. Alfin menoleh Andre, Andre pun mengangguk. Alfin memejamkan matanya menghilangkan ketakutan di hatinya. Didalam hatinya berdoa agar dia baik-baik saja. Alfin lalu berdiri dari tempat duduknya dan berusaha menuruti pesan Andre yang tak boleh mengecewakan pelangganya. Didalam dadanya denyut jantungnya semakin kuat penuh ketakutan, ia belum terbiasa dengan hal seperti ini karna ini baru yang kedua kalinya.

*-*-*

Tok tok tok . . . !!!

"Masuk!" jawab Alfan dari dalam kamarnya, seketika pintu kamar Alfan terbuka dan sosok Reza muncul dari balik pintu. Reza perlahan berjalan dan tanpa mendapat perintah ia duduk di tepi ranjang tempat tidur Alfan. Alfan tampaknya tak menganggap kedatangan Reza, ia masih tampak sibuk bermain dengan ponselnya.

"Kak..." sapa Reza pelan. Reza menatap wajah Alfan yang masih tertuju pada ponselnya. "Reza tau Ka Alfan benci sama Reza gara-gara Papa selalu manjain Reza kan?" Alfan masih terdiam, sampai detik ini ia menganggap Reza tak pernah ada disebelahnya.

"Kak jawab Reza dong!" ujar Reza penuh harap, Alfan menoleh Reza, tatapannya sungguh tak bisa diartikan.

"Puas kan Za kamu sudah mendapatkan perhatian dari semuanya, termasuk Papa? Oke sekarang aku ngaku aku kalah, karna Papa lebih sayang sama kamu ketimbang sama aku. Enak ya pengen ini dibeliin, pengen itu dituruti udah kayak anak raja. Ingat ya Za, dirumah ini tuh anak mereka bukan cuma kamu, tapi masih ada aku, tapi aku heran kenapa Papa lebih sayang sa kamu. Apa... Karna nilai mu lebih bagus?"

"Kak sumpah Reza gapernah minta ini dan itu dari Papa, oke Reza akan balikin ke Papa semua barang yang sudah di kasih ke Reza, tapi Reza mohon Kak kita bisa akur kan? Kita itu saudara gak baik kalo terus-terusan berantem hanya gara-gar-"

"Cukup! Mendingan sekarang kamu keluar, Za!"

"Tapi Kak?"

"Keluar!!!"

Alfan berkata dengan lantang hingga membuat Reza tersentak kaget. Dengan mata berkaca-kaca Reza bangkit dari tempat duduknya dan perlahan meninggalkan kamar Alfan.

"Arrrghhhht..." Alfan mengerang kesal sambil kedua tangannya menarik rambunya dengan keras.

"Kenapa sih aku gak bisa terima kalo Papa lebih sayang sama Reza? Dan kenapa juga Papa gak pernah adil denganku? Aku juga pengen di perhatiin sama Papa, tapi... Ah brengsek!! Semuanya menyebalkan"

Alfan segera bangkit dari ranjangnya dan menuju almari mengambil sebuah jaket levis tebal lalu berjalan menuju keluar rumah. Keadaan dirumahnya membuatnya bosan hingga ia memilih keluar untuk mencari hiburan agar bisa mengobati rasa sakit hati yang menyusup di hatinya.

Laju kendaraanya yang santai hingga matanya bisa mendapati Alfin dan Andre yang baru saja keluar dari mini market. Alfan membuka kaca helm nya memastikan ia tak salah lihat, namun yang di lihatnya memang benar-benar Alfin dan sosok disebelahnya adalah orang yang ia ancam siang tadi di depan sekolah.

Alfan lalu meminggirkan sepeda motornya dan berhenti. Ia menutup kembali kaca helm nya menunggu mobil yang di tumpangi oleh Alfin berlalu. Tak lama mobil yang ia tunggu-tunggu pun melintas di sebalhnya, dengan cepat Alfan mengikutinya dan tak mau kehilangan jejak, walau ia sedang kesal dan marah dengan Alfin, namun ia diam-diam Alfan masih peduli dengan Alfin.

Mobil itu berhenti di salah satu gedung dengan parkiran yang luas, Alfin dan Andre segera masuk kedalam.

"Alfin ngapain disini? Ini kan tempat...? Jangan-jangan.....?" pikiran Alfan sudah menjuru ke hal yang tidak-tidak, ia sangat khawatir jika yang ia perkirakan ternyata benar. Dengan cepat Alfan membuka belm nya dan berjalan menuju pintu masuk, pandanganya langsung menyusuri semua orang-orang yang berada di dalamnya, tak lama pandangan matanya mendapati Alfin yang sedang bergelayutan manja di pangkuan Om-om. Hati Alfan terasa sangat perih, dadanya terasa sesak melihatnya, matanya berkaca-kaca tak percaya dengan apa yang sedang ia lihat didepan matanya. Dengan penuh amarah Alfan mendekati Alfin yang sedang minum secangkir minuman keras dengan gelas yang di pegang oleh orang dewasa yang memangkunya.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar