Rabu, 27 Januari 2016

Karena Dirimu
Part 18
--------------
By. Aby Anggara
=========================

***

Hari ini Ardi sudah diizinkan pulang oleh Dekter, ia terlihat sedang bersandar di ranjangnya dan terlihat tak bersemangat. Matanya sayu dan pandannya kosong menatap lurus kedepan.

Pintu kamarnya terbuka dan Igo tampak tersenyum karna akan memberi kabar baik ini pada Ardi. Perlagan Ia berjalan dan duduk di ranjang sebelah kiri Ardi.

"Loh kok wajahnya murung gitu Ar? Harusnya kamu itu senang karna kamu hari ini sudah boleh pulang" Igo mengatakannya dengan senyuman tampak tulus di wajah Igo, ia ikut bahagia karna akhirnya Ardi sudah di izinkan pulang oleh pihak rumah sakit. Namun senyuman Igo memudar saat Ardi tetap murung tak bersemangat. Ia seprti tak mendengarkan perkataan Igo yang baru saja ia ucapkan. "Ar..?" sambung Igo dengab menaik turunkan tangannya di depan mata Ardi. Ardi menoleh pelan kearah Igo, lalu pandangannya kembali nenatap lurus kedepan.

"Percuma aku pulang Go, aku pasti hanya akan selalu nyusain Ayah, Ibu dan juga Rama" Ardi berkata pelan, wajahnya mulai menitihkan air matanya.

"Sungguh kalo semua ini bisa di tukar aku pasti akan menggantikan posisi yang sedang Ardi alami saat ini, hatiku sangat sedih dan terasa menitihkan air mata yang tak terlihat. Tapi sungguh hatiku lebih perih saat melihat Ardi meneteskan air mata karna keputus asaanya"

"Ar... Kamu gak boleh ngomong gitu, semua sayang sama kamu dan kamu gak akan pernah kok nyusain siapapun" Igo berusaha meyakinkan Ardi seolah ia terasa kuat, padahal hatinya terasa sangat rapuh.

"Aku gak tau Ar, liat saja nanti"

Ayah dan Ibunya Ardi yang baru datang tampak tersenyum saat baru memasuki kamar rawat Ardi, mereka berusaha tampak bahagia walau kesedihan masih menyelimuti hati mereka.

"Ar.. Hari ini kamu sudah boleh pulang, Ibu seneng banget dengernya Le, kamu ndak boleh sedih terus ya, senyum dong!" Ibunya duduk di sebelah Ardi dan membelai rambut Ardi dengan lembut.

"Iya Ar, kamu harus semangat ya, Ayah dan Ibu gak mau kamu selalu murung" Ayah Ardi tampak ikut memberi semangat pada anaknya, ia juga tak mau jika anaknya patah semangat dan selalu murung.

"Iya Yah, Ardi janji gak akan murung lagi" Ardi yang enggan memperpanjang percakapan akhirnya ia pura-pura kuat dengan apa yang ia alami saat ini.

Mereka lalu bersiap-siap untuk pulang kerumah dan Igo yang akan mengantarkan mereka pulang.

***

Denis sangat bahagia pagi ini, karna ia bisa sarapan pagi bersama Mama dan Papanya.

"Sinih Nis, Mama ambilin?" Denis tersenyum dan lalu memberikan piringnya pada Melinda. Rarapun ikut bahagia saat melihat Denis kini tersenyum bahagia. Mereka sarapan pagi bersama dan hari ini adalah awal yang sangat membahagiakan untuk Denis.

Setelah selesai sarapan Denis berangkat sekolah dengan senyum bahagia yang selalu terpancar di wajahnya. Ia dengan cepat menyandarkan sepeda motornya saat pandanganya melihat Igo.

"Go tunggu!" Denis berlari kecil menghampiri Igo. Wajahnya tanpak di penuhi senyum yang berbinar.

"Ada apa Nis?" kata Igo datar, kedua tangannya terbungkus santai di saku celanya masing-masing.

"Go aku mohon, aku minta alamat Ardi karna ada yang mau aku bicarakan pada Ardi. Aku.. Aku kangen Go sama Ardi dan aku sangat ingin minta maaf atas perlakuan Mama kemarin" tatapan Denis sangat sayu dan penuh harap.

"Maaf Nis aku gak bisa, aku gak percaya lagi sama kamu" Igo lalu pergi melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti.

"Go, tunggu Go!" Denis mengangkat tangan kanannya, lalu menggenggam tanpa semangat saat Igo tak menggubris panggilannya. Ia berjalan tak bersemangat nenuju kelasnya, yang ada di fikirannya saat ini hanyalah Ardi seorang yang sangat ia rindukan selama ini.

Di kelasnya Denis tak bisa berkonsentrasi mengerjakan tugas-tugasnya, ia belum bisa tenang kalau belum menyanpaikan maaf pada Ardi. Namun ia juga tak tau harus mencari Ardi kemana karna sedikitpun ia tak mengetahui jejak Ardi.

Pulang sekolah Igo tak langsung pulang kerumahnya, tujuan utamanya adalah berkunjung kerumah Ardi memastikan Ardi baik-baik saja. Ia menyandarkan sepeda motornya lalu sambil tersenyum berjalan menuju pintu masuk. Ia menekan tombol bel rumah Ardi, lalu mundur beberapa langkah menunggu pintu di buka. Namun beberapa detik pintu rumah pun tak di buka, Igo mengulanginya lagi hingga beberapa kali namun masih tak ada yang membukakan pintu untuknya.

Igo perlahan mendorong gagang pintu dan ternyata pintu rumahnya itu tak di kunci.

"Assalamu'alaikum? Pak.... Buk?" Igo mendengokkan kepalanya saat pintu sedikit terbuka, namun salamnya pun tak ada yang menjawabnya, rumah tampak begitu sepi. Ia berjalan menuju kamar Ardi dan perlahan membuka pintu kamar itu, namun masih saja ia tak menemukan sosok orang yang ia cari-cari sejak tadi.

"Ardi kemana ya? Kok seperti gak ada orang?"

Igo berjalan menuju arah belakang, dan matanya membulat saat melihat Ardi yang sedang duduk di kursi roda dan membentus-bentuskan kepalanya di dinding kramik di sebelah kolam renang. Dengan segera Igo berlari menghampiri Ardi.

"Apa yang kamu lakukan Ar?" Igo menarik kursi roda Ardi agar menjauh dari dinding, terlihat sedikit darah di kening Ardi. Dengan cepat Igo memeluk Ardi dengan sangat erat seolah tak mau kehilangan orang terpenting dalam hidupnya. "Kenapa kamu lakuin ini Ar?" ujar Igo sambil menangis tiba-tiba, Ardi tak menjawab hanya suara isak yang terdengar dari mulutnya.

"Go..?" panggil Ardi lirih, Igo melepaskan pelukannya dan menatap Ardi khawatir.

"Kenapa kamu lakuin ini Ar?" suara Igo terdengat penuh isak, wajahnya basah dan di penuhi air mata. Ardi memejamkan kedua matanya terlihat air mata mengalir lebih cepat. Perlahan Igo menghapus air mata Ardi dengan kedua ibu jarinya.

"Percuma aku hidup Go, aku hanya akan selalu merepotkan orang-orang di rumah ini" kata-kata Ardi terdengar begitu menyayat hati Igo, membuat kaki Igo terasa begitu lemas tiba-tiba, dan perlahan Igo berjongkok di depan Ardi seolah ia ikut merasakan keputus asaan atas semua ini.

"Kamu gak boleh ngomong gitu Ar, aku gak mau kamu kenapa-kenapa dan aku... Aku gak mau kehilangan kamu" Igo menatap Ardi dari bawah penuh harap dan Ardi pun ikut menatap Igo. Pandangan Ardi terlihat sangat sayu.

"Go..?" Ardi mengulurkan tangannya dan Igo menyambut tangan Ardi dan membuat Igo bangkit dari duduknya.

"Aku gak mau Ar,... Aku gak mau kamu selalu sedih. Kalau memang bisa, aku mau Ar, aku mau menukar kakiku agar kamu bisa berjalan kembali agar kamu tak merasakan kesedihan seperti ini lagi"

Ardi menggeleng pelan, memejamkan mata dan menelan ludah. "Sekali pun hal itu bisa di lakukan, aku gak mau Go, biarkan aku yang tetap seperti ini karna ini sudah takdirku" Igo memeluk Ardi sekali lagi, namun kali ini pelukannya lebih singkat.

"Kamu gak mau buat aku sedih kan Ar? Sekarang kamu makan ya, kamu belum makan siang kan?" ujar Igo kembali menyapu air mata Ardi. Ardi mengguk.

Igo mendorong kursi roda masuk kedalam menuju ruang makan dan Igo berhenti saat kursi roda Ardi sampai di dekat meja makan. Igo berjalan mangambil piring dan menuju meja makan kembali. Ia mengambilkan makan siang untuk Ardi dan ia duduk di kursi meja makan yang berada di sebelah Ardi.

Igo menyendok nasi dan sayurnya, perlahan menyodorkan pada mulut Ardi. Igo membuka mulutnya memberi isyarat pada Ardi. Ardi pun membuka mulutnya namun pandangannya masih menatap wajah Igo. Igo tersenyum saat sesuap nasi sudah masuk di mulut Ardi.

Dengan sangat sabar Igo menyuap kan nasi untuk Ardi hingga beberapa suap, dan Ardi pun menyudahinya karna ia merasa sudah terasa kenyang. Igo menaruh piring itu di atas meja makan dan menyodorkan air minum untuk Ardi.

"Sekarang kamu istirahat ya Ar!" ujar Igo dengan senyuman di wajahnya, Ardi menundukan kepalanya, terlihat seperti mengalami kesedihan kembali. Igo mendakat Ardi dan memegang kedua bahu Ardi. "Kamu kenapa Ar?" sambung Igo. Ardi mengangkat kepalanya dan menatap Igo yang ada di depannya, jarak wajah mereka sangat dekat hingga Igo bisa melihat ada raut kesedihan di bola mata Ardi.

"Go, aku... Aku boleh meminta sesuatu?" Ardi menatap Igo penuh harap, pandangannyapun masih tak bergeming menunggu jawaban dari Igo.

Igo tersenyum lembut dan mengangguk pelan. "Iya Ar, apapun yang kamu minta, aku pasti akan memenuhinya"

"Aku kangen dengan Denis Ar, aku ingin sekali bertemu dengan Denis" kata Ardi ragu, seketika senyuman di wajah Igo menghilang saat ia mendengar permintaan yang sering Ardi ajukan padanya dan tak pernah ia kabulkan. Tapi kali ini Igo tak ada alasan lagi untuk menolak permintaan Ardi, karna apa yang akan membuat Ardi bahagia pasti akan ia lakukan walau hatinya akan merasa tersakiti.

"Iya Ar nanti aku kasi tau Denis, sekarang kamu istirahat ya!" Ardi tersenyum dan mengangguk. Igo mendorong kursi roda menuju kamar Ardi. Igo membantu membaringkan tubuh Ardi di ranjangnya lalu ia berpamitan pada Ardi untuk pulang.

***

Malam begitu terlihat sepi, Igo terlihat sedang meratapi nasib cintanya yang tak pernah terbalas. Ia duduk di teras kamarnya, menumpuk kedua telapak tangannya di atas pagar besi dan manaruh dagu di atas tumpukan tangannya. Pandangannya tepat mengarah kearah taman belakang rumah Denis, dimana hatinya begitu hancur saat pertama kali ia melihat Denis dan Ardi berpelukan.

Tanpa sadar air matanya mengalir di pipinya, namun ia masih tak bergeming dari posisinya.

"Kenapa kisah cintaku begitu sulit? Kenapa aku hanya bisa mencintai sahabtatku sendiri yang jelas-jelas kini sudah menjadi milik orang lain? Apa aku tak layak bahagia seperti orang lain? Ar.. Kenapa kamu tak pernah menerima cintaku, apa aku memang tak pernah pantas untukmu? Sampai kapanpun aku akan menunggumu Ar, dan aku tak akan pernah lelah untuk mencintaimu"

Igo memejamkan kedua matanya, menarik nafas panjang berusaha menghirup udara segar di malam yang sangat pekat agar rasa sesak di dadanya sedikit terobati.

Seketika terlintas di otaknya kalau ia belum menyampaikan permintaan Ardi pada Denis, ia segera bangkit dari tempat duduknya dan menuruni anak tangga dengan sedikit berlari. Ia berjalan menuju rumah Denis yang berada di sebelah rumahnya.

Igo mengirim pesan singkat pada Denis dan ia menunggu di depan pintu rumah Denis. Tak lama pintu rumah itu terbuka dan sosok Denis keluar dari rumahnya.

"Ada apa Go?" ujar Denis datar. Igo memberi selembar kertas pada Denis dan seketika Denis terlihat tampak bingung. "Ini apa Go?" sambung Denis menerima selembar kertas itu, namun matanya masih menatap Igo dengan bingung.

"Itu alamat rumah Ardi, dia minta kamu menemuinya malam ini juga Nis, karna dia sangat ingin bertemu denganmu" Seketika senyuman lebar terlihat di wajah Denis, karna tanpa ia minta akhirnya Igo mau memberikan alamat rumah Ardi.

"Makasih banyak ya Go" ujar Denis sambil memeluk Igo. Ia sangat bahagia hingga tak sadar kalau saat ini ia sedang memeluk Igo. "Ma maaf Go, aku... Aku terlalu senang sampai gak sadar kalo aku peluk kamu" Wajah Denis tampak memerah karna menahan malu.

"Iya gak papa Nis"

"Yasudah kalo gitu aku ketempat Ardi dulu ya Go?"

"Ya Nis, hati-hati ya!" Igo menepuk bahu Denis dan Denis mengangguk semangat.

Denis menutup pintu, lalu berlari penuh semangat menuju kamarnya. Ia segera berganti baju, bersiap-siap dan dengan segera ia menuju rumah Ardi yang alamatnya tertera di selembar kertas yang di berikan oleh Igo tadi.

"Ternyata tempat tinggal Ardi yang sekarang tak terlalu jauh dari rumahku" Denis turun dari motornya sambil mengamati kertas yang ada di tangannya. Pandangannya bergantian menatap kertas ditangannya dan rumah yang sedang berada di depannya.

Denis tersenyun saat rumah yang sedang berada di depannya adalah rumah yang sedang ia cari-cari. Perlahan ia berjalan menuju pintu depan rumah bercat putih dan ada belahan di tengahnya.

Denis menekan tombol bel berwarna putih yang berada di kanan atas, lalu dengan setia ia menunggu pintu rumah itu sampai terbuka. Tak lama pintu terbuka dan sosok Ardi terlihat senyum bahagia dengan kedua tongkat di bawah ketiaknya. Denis yang merasa bingung dengan apa yang ia lihat menatap Ardi dari atas hingga bawah. Walau berulang kali ia mengulangi pandangannya, namun ia masih belum percaya saat orang yang ia sayangi saat ini hanya bisa berdiri dengan bantuan kedua tongkat. Sedangkan kaki kirinya terlihat menggantung dengan celana panjang yang sedikit di lipat.

"Aku senang banget Nis akhirnya aku bisa bertemu kamu. Aku kangen sama kamu Nis" ujar Ardi behagia, namun Denis menggeleng dan seketika membuat senyuman di wajah Ardi menghilang.

"Nggak ini gak mungkin" ucap Denis gak percaya, wajahnya seperti orang ketakutan dan ia berjalan mundur beberapa langkah.

"Kamu kenapa Nis?" Ardi mulai terlihat panik saat ia melihat perubahan sikap Denis.

"Gak ini salah, kamu pasti bukan Ardi!" Denis masih tampak tak percaya dengan apa yang ia lihat di depan matanya.

"Nis ini aku Ardi" ujar Ardi meyakinkan, namun Denis kembali melangkah mundur dan perlahan menjauh dari Ardi. Ardi yang menyadari Denis yang semakin lama semakin menjauh darinya, ia ikut melangkahkan kaki dengan kedua tongkatnya, namun Denis yang tak mau mendekat dengan Ardi segera membalikkan tubuhnya dan tanpa kata ia menghampiri sepeda motornya.

"Nis kamu mau kemana Nis?" kata Ardi sedikit berteriak, namun Denis tak menggubris panggilan Ardi. Dengan cepat ia melajukan sepeda motornya dan meninggalkan halaman rumah Ardi. Ardi tampak kecewa dengan perubahan sikap Denis yang secara tiba-tiba, dengan rasa kecewa sambil menahan air mata, ia berjalan menuju pintu rumahnya.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar