Rabu, 27 Januari 2016

Karena Dirimu
Part 12
--------------
By. Aby Anggara
=========================

***

"Kak Rara kepo banget deh"

"Ya gimana gak kepo lah Nis, ka Rara kan pengen tau juga tentang Adenya Kakak yang cakep ini sedang jatuh cinta apa nggak" Rara merangkul Denis dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya mecolek hidung Denis.

Seketika wajah Denis tampak merasa bersalah, karna hubungan yang ia jalani saat ini adalah hubungan terlarang. "Maafin aku Ka Rara kalo aku buat kakak dan yang lainya kecewa" ujarnya dalam hati.

"Em.. Gak ngapain-ngapain kok kak cuma jalan aja udah" jawabnya berbohong.

"Masa sih?" kata Rara menatap mata Denis. Namun Denis mengalihkan pandanganya pada Rara karna ia takut ketahuan kalau ia sedang berbohong.

"Eh lagi pada ngapain tuh? Tumben amat akur gitu?"

Denis dan Rara menoleh kebelakang bersamaan.

"Mama? Mama udah pulang dari luar Kota?" Denis berlari menghampiri Mamanya lalu memeluknya.

"Udah dong sayang.. Mama mau mandi dulu ya, gerah banget nih gara-gara tadi dari Bandara macet jadi kemaleman deh" ujar Melinda sambil mengecup kening Denis.

"Iya, Ma"

Mama dan Papa nya Denis berjalan menuju kamarnya dan di belakang mereka di ikuti langkah Mang Mamat yang menggeret dua buah koper.

"Ka Rara aku istirahat dulu ya, capek nih" Denis langsung menuju tangga dengan sedikit berlari tampa mau mendengar jawaban dari Rara, karna ia tak mau mendapat introgasi lanjutan saat berlama-lama di ruangan itu.

"Huf.. Akhirnya"

Ucapnya bahagia saat baru saja sampai di kamarnya. Ia segera membantingkan tubuhnya terlentang di tempat tidurnya. Denis memlihat kembali sesuatu yang ia beli di Mall tadi. Ia tersenyum berharap besok Ardi akan bahagia menerimanya.

Denis bangkit dari tempat tidurnya, berjalan menuju pintu karnya. Ia membuka pintu kamarnya lalu menoleh kanan dan kiri yang hanya mendongolkan kepalanya saja. Setelah ia rasa cukup aman karna semua orang sudah di kamarnya masing-masing ia melepaskan sepatu dari kakinya, berjalan dengan menjinjit agar tak terdengar suara langkah kakinya.

"Ardi?" sapanya lirih, tak menunggu lama Ardi membukakan pintu kamarnya.

"Deni-"

"Husst!!!" Denis menaruh satu jari pada bibirnya membuat ucapan Ardi terhenti.

"Masuk Nis!" ujar Ardi sedikit berbisik.

Denis melihat langit-langit ruangan kamar Ardi, lalu perlahan duduk di ranjang Ardi yang berukuran kecil. Ardi yang baru saja menutup pintu kamarnya segera duduk di sebelah Denis.

"Ada apa Nis, tumben?"

"Aku... Aku kangen sama kamu Ar. Em... Boleh gak malam ini aku tidur disini?" Denis menatap Ardi dengan wajah penuh harap.

"Nanti kalo ketahuan gimana Nis?" ujar Ardi hawatir.

Denis berdiri memegang kedua bahu Ardi berusaha meyakinkan. "Sudah kamu tenang saja ya Ar, pintu kamarku sudah aku kunci dan meraka gak akan tau kalo aku gak ada di kamar"

Ardi mengguk pelan, mata mereka saling bertatapan dan perlahan Denis mendekatkan kepalanya ke wajah Ardi. Perlakuan Denis yang tiba-tiba seperti itu membuat jantung Ardi berdenyut dua kali lebih cepat, namun ia mengerti maksud Denis dan Ardipun memejamkan matanya.

Seketika Ardi merasakan sentuhan hangan dan lembut di bibirnya, ia mengikuti permainan yang Denis lakukan padanya. Tanpa disuruh, Ardi memberanikan diri melingkarkan kedua tangannya di leher Denis. Permain mereka baru di mulai, Denis masih melumat bibir Ardi yang sangat menggairahkan baginya. Perlahan Denis mendorong tubuh Ardi dengan sangat hati-hati karna tak mau menyakitinya hingga membuat Denis berada di atas tubuh Ardi.

Walau baru kali ini Denis melakukan hal seperti ini pada seorang laki-laki, tapi hal itu tak membuat dirinya merasa canggung. Nafasnya terdengar makin memburu tak beraturan membuat meraka samakin bergairah. Lidah Denis masuk ke rongga mulut Ardi, menyapu semua ruangan bagian dalam tak mau ada yang terlewatkan.

Ardi yang baru kali ini melakukan hal seperti ini terlihat sangat gugup dan tetrkadang ia seperti orang yang susah untuk bernafas. Walau demikian namun Ardi tak mau mengakhiri kesempatan emas ini yang sudah ia nantikan sejak dulu, ia berusaha semampunya untuk mengimbangi permain Denis pada dirinya.

Denis kemudian berpindah kebagian leher Ardi, menggigit-gigit kecil dan mengecupnya. Ardi yang tak tahan dengan perlakuan Denis pun tanpa ia sadari ai mendesah merasakan kenikmatan yang sedang menjalar di sekujur tubuhnya.

Ardi yang sudah tak kuat menahan perlakuan dari Denis pun akhirnya memuntahkan cairan spermanya. Ia memeluk leher Denis dengan sangat erat dan Denis yang menyadari Ardi yang sesang klimaks menghentikan perlakuanya sambil memandangi wajah Ardi yang masih terpejam dan mendesah ringan.

"Aku gak kuat Nis" katanya setelah beberapa saat terdiam. Denis tersenyum telah berhasil membuat Ardi puas malam ini. Ia masih memandangi wajah Ardi yang terkulai lunglai di ranjangnya. Pandanganya sangat sayu.

"Aku akan selalu membuatmu bahagia Ar" Denis mengecup singkat bibir Ardi. Ardi tersenyum malu.

"Makasih ya sayang" kata Ardi sambil senyum menggigit bibir bawahnya. Denis mengguk dan segera bangkit dari atas tubuh Ardi. Ia menatap di selakangan Ardi yang saat ini terlihat basah.

Denis tersenyum mesum melihatnya, sedangkan Ardi yang baru melirik keselakangannya tersenyum sambil menahan malu.

"Ganti celana sana Ar, pasti risih kan pake CD yang udah basah gitu?"

"Iya Nis risih banget. Yaudah aku ganti dulu ya?" Denis mengangguk dan pandanganya masih terus mengukuti kemana Ardi melangkah.

"Kok kamu liatinnya kaya gitu Nis, aku kan malu"

Denis tersenyum lalu bangkit dari tempat duduknya. Ia memeluk Ardi dari belakang.

"Aku cinta kamu Ar" katanya berbisik di telinga Ardi. Ardi merasa merinding saat mendengar suara Denis yang seperti berbisik di telinganya.

"Aku juga sayang kam-"

Denis yang belum puas kembali melumat bibir Ardi, tentu saja membuat Ardi kewalahan menahan serangan Denis yang semakin bergairah. Melihat Ardi yang seperti itu, Denis merasa kasihan dan menyudahi lumatannya. Ia memegang kedua bahu Ardi.

"Kamu belum terbiasa ya Ar?" Ardi membuang pandangannya sebentar menghindarkan wajahnya yang terasa sangat malu dengan pertanyaan Denis.

"Iya Nis, aku bukan belum terbiasa, tapi memang baru kali ini" jawabnya jujur.

"Tapi kamu suka kan?" Denis mencolek hidung Ardi. Ardi tersenyum menggigit bibir bawahnya.

"Iya Nis, suka banget"

"Yasudah, mulai hari ini aku akan membuatmu biasa"

Ardi tersenyum kemudian mereka berpelukan.

"Sekarang kamu ganti gih!"

Ardi berjalan menuju lemari, mengeluarkan CD dan celana boxernya. Ia masih menatap Denis yang masih duduk di ranjangnya.

"Kenapa Ar?"

"Kalo kamu masih disitu gimana aku mau ganti?" Denis tersenyum kecil dan menutup wajahnya dengan kedua tangaannya.

"Sekarang aku sudah gak liatin kamu kan, udah cepatan ganti!"

"Tar kalo kamu ngintip gimana?"

Denis kemudian membuka matanya kembali. "Gak usah malu, masa sama pacarnya sendiri malu? Apa mau aku yang pakein celananya?" kata Denis menggodanya. Ardi mendekat dan ikut duduk di sebelah Denis.

"Baru tau sifat kamu Nis, ternyata kamu tu omes banget deh" Denis terkeleh. "Aku bahagia banget Nis bisa miliki kamu, tak ada yang bisa membuatku bahagia selain ada di dekatmu"

"Jaga cinta kita ya, jangan sampai ada orang ketiga, karna aku tak mau itu!" Ardi menatap Denis, lalu mengguk pelan tapi tegas.

"Aku tak mungkin bisa menghadirkan orang ketiga Nis, karna yang kumau hanyalah dirimu"

"Aku percaya Ar, aku kekamar dulu ya? Aku tidur di kamar aku saja. Kamu jangan lupa ganti celana, trus tidur ini kan sudah malam"

Ardi mengguk dan Denis berjalan keluar kamar Denis. Denis menoleh Ardi lagi saat berada di pintu kamar Ardi.

"Selamat malam Ar, selamat bobok ya!"

"Iya Nis, makasih"

***

Denis berjalan menuju Kantin, karna ia yakin Ardi pasti sedang bersama Igo. Pandangan kepalanya memutar mengamati setiap orang yang sedang makan. Ia tersenyum saat tatapan matanya mendapati sosok Ardi.

Ia segera mendekat Ardi dan Igo yang sedang makan di Kantin. Saat sampai, Denis menaruh kedua tangannya di belalang karna memegang kotak yang ia beli semalam. Ia hanya diam dan saat Igo dan Ardi menyadari kehadiran Denis, mereka seketetika berhenti berbicara.

"Eh sini gabung sama kita aja Nis!" Igo mempersilahkan pada Denis.

"Go.. Boleh aku pinjam Ardi sebentar gak" Ardi menatap Igo, dengan ragu Igo menggukan kepalanya. Terlihat Igo tak rela melepas Denis.

"Boleh Nis, silahkan!" Denis tersenyum. Ardi berdiri dari kursinya lalu menatap wajah Igo yang terlihat seperti tak mengizinkan Ardi pergi bersama Denis.

"Aku tinggal dulu ya Go?" Igo hanya diam tak menjawab. Ardi berjalan pelan meninggalkan Igo yang masih duduk dikursinya.

Denis mengajak Ardi kebelakang sekolah, karna tempat ini lah yang ia rasa lumayan aman. Denis duduk di lantai yang berada tepat di bawah tempat jatuhnya air hujan dari atap sekolah, kemudian diikuti dengan Ardi.

"Ada apa Nis?" Ardi menatap Denis dengan tatapan serius. Namun Denis masih menatap lurus kedepan.

"Ini Ar buat kamu" Denis menyerahkan kotak sedang yang sudah ia bungkus dengan kertas kado. Ardi menatap Denis bingung dengan apa maksud dari Denis.

"Ini apa Nis?" Ardi menerima kotak itu, tapi matanya masih menatap Denis.

"Buka aja Ar!" Ardi masih terpaku menatap Denis, dan Denis mengguk pelan. Pandangan Ardi berpindah pada kotak itu, dan dengan sangat hati- hati Ardi merobek bagian sudutnya.

"Handphone?" Ardi menoleh kearah Denis. Denis mengangguk dan tersenyum.

"Kamu tau kan Ar, hubungan kita kalo di rumah gak bebas? Dengan ponsel ini, aku bisa selalu hubungi kamu saat aku rindu denganmu"

"Tapi aku gak bisa nerima hp ini Nis" Ardi mengembalikan ponsel yang belum ia buka sama sekali.

"Kenapa Ar? Smarphone ini memang bukan smartphone mahal, tapi setidaknya kita bisa selalu komunikasi saat kita tak bersama"

Ardi berdiri dari tempat duduknya dan berjalan beberapa langkah. Ia membelakangi Denis.

"Ayah dan Ibuku selalu berpesan. Walau kita terlahir dari keluarga miskin, bukan berarti kita harus minta-minta pada orang lain"

Denis ikut berdiri dan memegang hp barunya yang masih berada dalam kotaknya, namun ia masih di posisi tempat ia duduk. "Tapi aku gak menganggapmu seperti itu Ar, dan aku ihklas memberi ini untuk kamu"

Ardi membalikan tubuhnya, ia menatap wajah Denis yang terlihat sedikit kecewa karna perlakuannya. "Aku tau kamu gak seperti itu Nis, tapi aku gak mau buat Ibu kecewa saat melihat hp itu nanti"

"Bailah kalo gitu, tapi aku ada permintaan Ar"

"Selama aku bisa, aku akan melakukannya Nis, apalagi itu untuk kamu" Denis tersenyum, perkataan Ardi barusan bisa menghilangkan sedikit rasa kecewa yang sempat menghampirinya.

"Besok hari sabtu tanggal merah Ar, aku sangat ingin menikmati udara segar di Desa, kamu mau kan ajak aku liburan ke Desamu? Atau kemana saja asal bisa buat aku tenang, karna aku gak kuat dengan sikap ka Rara yang selalu mengatur aku. Apalagi hari libur, pasti aku disuruh jalan sama ini lah, sama itu lah kan bete"

Ardi terkekeh mendengar penjelasan Denis yang sambil memonyong-monyongkan bibirnya geram dengan Rara. Denis yang kesal dengan sikap Ardi, menarik tangan Ardi, lalu mendudukan Ardi secara paksa di tempat duduknya semula. Denis memegang kedua bahu Ardi dan matanya menatap Ardi tajam.

"Aku serius Ar" kata Denis geram. Lalu Denis kembali duduk di tempatnya.

"Iya aku tau kok Nis, tapi gimana dengan Non Rara?" Ardi terlihat sangat khawatir.

"Aku akan izin Ar, walau aku tau gak bakalan diizini, tapi aku akan tetap berangkat. Kamu mau kan nemenin aku?" Denis menoleh Ardi.

"Aku pasti akan selalu ada Nis buat kamu, apalagi buat orang yang aku sayang"

"Alah gombal kamu Ar"

Terdengar bel berbunyi tanda jam istirahat telah usai. Denis dan Ardi segera berjalan menuju kelasnya.

Saat mengerjakan tugas terakhir Ardi kehabisan pulpen dan ia tampak panik kalau sampai tak bisa mengerjakan tugasnya. Ia tampak panik, sangat-sangat panik. Denis yang mengetahui itu segera melempar gumpalan kertas tepat di depan meja Ardi. Ardi menoleh Denis, lalu membuka gumpalan kertaa itu.

"Ada apa Ar, kok kamu panik gitu?"

Ardi mengangkat pulpennya pada Denis dengan memberi isyarat menuliskan pulpen di telapak tangannya lalu menunjukan pada Denis kalo telapak tangannya tak ada bekas tulisan dari pulpen yang baru ia tulis.

Denis yang mengerti maksud Ardi lalu mengambil sebuah pulpen dari tasnya dan melemparkan pada Ardi dan Ardi menangkapnya.

"Makasih Nis" kata Ardi tanpa tanpa suara. Denis yang mengerti maksud gerakan bibir Ardi walau tanpa suara mengacungkan ibu jarinya.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar