Rabu, 27 Januari 2016

Karena Dirimu
Part 16
--------------
By. Aby Anggara
========================

***

Ardi dan keluarganya terus berjalan menunggu angkot yang lewat di depan rumah Denis. Semua wajah terlihat tak bersemanagat dan keheningan masih menyelimuti diantara mereka.

Igo yang baru saja keluar dari pintu gerbang rumahnya menuju kearah Ardi dan keluarganya, ia terlihat sangat bingung saat melihat keluarga Ardi membawa beberapa koper dan tas besar.

"Ada apa ini Buk?" ujar Igo yang baru saja sampai di depan keluarga Ardi. Ia menyandarkan sepeda motornya lalu menatap Ardi panik. Ibunya Ardi masih diam tak menjawab lantaran enggan merepotkan Igo. "Ar ada apa ini?" ulang Igo pada Ardi. Igo mengguncang bahu Ardi yang masih tertunduk tak menatapnya.

"Kita di usir dari rumah Denis Go" jawab Ardi pelan.

"Di usir? Kenapa?" Igo menatap Ardi panik sambil mengguncang kedua bahu Ardi lagi. "Oke tunggu sebentar ya!" tanpa menunggu jawaban Ardi, Igo yang tadinya mau berangkat kesekolah segera pulang dan kembali lagi dengan membawa sebuah mobil.

"Ayo Pak, Buk, masukin barangnya ke bagasi!" Igo terlihat sangat sibuk seolah sangat peduli dengan keluarga Ardi. Ia pun membantu memasukkan barang-barang itu kedalam bagasi mobilnya.

"Makasih banyak ya Nak Igo?" Ibunya Ardi meras sangat terbantu.

"Gak usah seperti itu Buk, sekarang Ibu masuk ya. Oya Buk, ini mau kemana?"

Ina tampak menatap wajah Igo dengan tatapan kosong. Ia tak bisa menjawab karna ia sendiripun tak tau harua kemana, pulang ke Kampungnya juga tak mungkin.

"Gak tau Nak Igo" ujarnya sambil menggeleng pelan.

"Yasudah kalo gitu Igo masuk saja Buk!" kata Igo tersenyum. Ina mengangguk.

 Semua sudah masuk kedalam mobil, Bu Ina, Rama dan Pa Mamat berada di kursi belakang, sedangkan Ardi berada di kursi depan di sebelah Igo. Igo menyakan mesin mobilnya lalu berjalan dengan kecepatan sedang.

"Sudah jangan nangis lagi ya Ar, semua akan baik-baik saja kok" Igo menoleh Ardi dan tangan kirinya memegang tangan Ardi berusaha memberikan ketenangan. Ardi yang pandangannya sedang terpaku kedepan perlahan menoleh Igo. Igo tersenyum tulus lalu pandangannya melihat kedepan karna berkonsentrasi dengan mobil yang sedang ia kendarai.

"Bagai mana aku gak sedih Go, saat ini aku merasa sangat bersalah. Ini semua terjadi mungkin gara-gara ulahku kemarin. Aku tau Ibu gak mungkin melakukan hal itu, karna aku sangat mengerti siapa Ibu dan Ayahku. Walau mereka dalam kelaparan sekalipun, mati kelaparan lebih mulia dari pada harus mencuri. Terima kasih yang tiada terkira untuk sahabatku, sahabat yang tak pernah memandang fisik dan materi. Aku sangat bersyukur bisa mempunyai sahabat sepertimu Go, selalu ada jika aku membutuhkanmu"

Mobil Igo berhenti di sebuah rumah yang lumayang mewah, ia turun dan diikuti yang lainnya. Pa Mamat dan Bu Ina masih tak percaya dengan Igo yang mengantarkannya di depan rumah mewah itu.

"I.. Ini rumah siapa Nak Igo?" tanya Ina masih mengamati rumah itu.

"Kenapa, Ibu gak suka dengan rumah ini?"

"Bukan begitu Nak Igo, kalo rumahnya bagus seperti ini Ibu ndak mampu bayar sewanya"

"Buk.. Gak usah pikirin biaya sewanya ya, yang penting Ibu dan keluarga bisa istirahat tenang sekarang. Ayo Pak, Buk masuk!"

Mereka segera mengeluarkan barang-barangnya dari bagasi mobil Igo, lalu membawanya kedalam rumah. Igo melihat jam di ponselnya sepertinya hari ini ia akan terlambat datang kesekolah.

"Yuk Ar, mo sekolah gak?" ujar Igo, karna Ardi memang sejak dari rumah Denis sudah memakai seragam sekolah.

"Aku hari ini gak masuk ya Go, aku mau istirahat dulu"

"Yasudah kalo gitu. Pak, Buk, Igo pamit dulu ya mau kesekolah, udah telat nih"

"Iya Nak Igo, trimakasih ya?"

Igo tersenyum lalu pergi meninggalkan mereka.

***

Denis kembali kerumahnya, dengan langkah terburu-buru ia menuju kamar Rara. Ia mengetuk pintu kamar Rara dengan sangat keras, karna dari dalam kamar Rara tak ada jawaban, Denis mengetuk pintu semakin kencang.

"Ada apa sih, berisik tau" serga Rara yang baru saja keluar dari kamarnya. Ia terlihat baru saja bersiap-siap berangkat ke Kampusnya.

"Ka Rara tega ya beneran ngelakuin ini sama Denis? Yang fitna Bi Ina nyuri handphone Mama itu Ka Rara kan?" Denis terlihat sangat marah pada Rara, matanya menatap Rara tajam.

"Denger ya Nis, Ka Rara ngelakuin semua ini demi kebaikan kamu"

"Kebaikan Denis? Kebaikan macam apa Kak? Ini bukan kebaikan, ini malah hal paling buruk yang pernah terjadi dalam hidup Denis"

"Kamu kenapa sih jadi kaya gini? Sudah sana siap-siap ke Sekolah!"

"Nggak! Mulai sekarang, jangan perna atur-atur hidup Denis lagi Kak. Denis capek dan sekarang terserah Denis mau ngapain, lagian Mama dan Papa juga gak pernah peduli sama Denis. Dan satu lagi, kalau sampai Ardi dan keluarganya kenapa-kenapa, Denis gak bakalan maafin Ka Rara"

"Denis tunggu Nis, Denis?"

Denis tetap berjalan meninggalkan Rara, ia seolah tak peduli Rara yang masih manggil namanya. Denis sudah terlalu kecewa dengan tingkah Rara yang selalu tak pernah membuatnya bahagia. Sesampai di depan kamarnya Denis berhenti sejenak, ia tampak berfikir sebentar lalu langkah kakinya kembali kekamar Rara.

"Mama handphone Denis Kak?"

"Buat apa?"

"Denis bilang mana handphone Denis?" kali ini nada suara Denis lebih tinggi hingga membuat Rara menyadari kalau Denis saat ini sudah tak takut lagi padanya. Rara hanya diam, perlahan ia berjalan dan menganbil ponsel Denis yang ia letakkan di atas meja dekat tempat tidurnya.

Denis masih tak bergeming, pandangannya menatap Rara penuh kebencian. Rara yang terlihat sedikit takut dengan sikap Denis, menyerahkan ponsel Denis tanpa sepatah kata, Denis meraihnya dengan kasar.

Denis kembali meninggalkan Rara, ia berjalan menuju kamarnya. Denis menutup pintu kamarnya, dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya, ia membantingkan tubuhnya dengan keras di tempat tidurnya.

Ia membuka ponselnya, melihat fotonya bersama Ardi dimana saat ia meraskan kebahagiaan tanpa ada orang yang mengganggunya.

"Kamu di mana Ar? Aku sangat ingin bertemu denganmu dan meminta maaf, karna semua ini terjadi gara-gara aku"

Denis sangat merasa kehilangan saat orang yang ia sayangi kini harus pergi jauh darinya. Ia sangat menyesal telah memaksa Ardi untuk berlibur bersamanya, apalagi ia menyadari kalau Rara tak akan pernah membiarkan dirinya dekat dengan Ardi.

***

Malam itu terlihat sangat sepi.

Baru di hari pertama Ardi dan keluarganya pergi dari rumah mewah itu suasana terasa sangat sepi. Rumah sebesar itu terasa tak berpenghuni.

Entah sudah berapa lama Denis membaringkan tubuhnya yang terasa lemah seperti tak ada gairah menjalani hidup. Seharian ia hanya berbaring dan sesekali melihat ponselnya berharap Ardi akan menghubunginya. Harapan bodoh. Ardi saja tak mempunyai ponsel, bagai mana akan menghubunginya? Tapi entah kenapa Denis selalu berharap kalau Ardi akan menghubunginya agar meraka dapat bertemu kembali.

Terdengar ponselnya berdering, dengan penuh antusias Denis meraih poselnya yang baru saja ia letakkan di atas tempat tidurnya. Dengan cepat ia melihat siapa yang menghubunginya. Tapi semangat dan senyuman itu sirna saat ia melihat nama 'Igo' yang sedang menari-nari di layar ponselnya. Dengan sangat malas ia menggeser logo jawab pada layar ponselnya.

"Ada apa Go?" nada datarnya memulai percakapan.

"Aku tunggu kamu sekarang di depan rumah"

Paggilan terputus. Tanpa banyak bicara, Denis bergegas meninggalkan kamarnya dan menemui Igo yang sudah menunggu di depan rumahnya.

"Mau kemana Nis?" tanya Rara pada saat Denis tiba di anak tangga terakhir.

"Buka urusan Ka Rara!"

Denis melanjutkan langkah kakinya menuju pintu depan rumahnya. Ia membuka pintu dan terlihat Igo yang sedang berdiri membelakanginya.

"Ada apa Go?"

Igo membalikan tubuhnya menghadap Denis yang masih berdiri di depan pintu rumahnya.

"Aku kecewa sama kamu Nis, mana janji kamu yang akan selalu jaga Ardi? Yang selalu akan buat dia bahagia? Aku sudah menduga kalau kalian sampai nekat pergi ke Desa akan seperti ini kejadiaanya, dan sekarang terbukti kan?"

Denis yang merasa bersalah menundukkan kepalanya dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya, namun kancing baju bagian atas beberapa sudah terlepas dan baju yang ia pakaipun sudah terlihat sangat kusut.

"Maafin aku Go, aku tau ini semua gara-gara aku" Denis berkata sangat pelan. Di raut wajahnya terlihat penyesalan yang sangat dalam.

"Cuma kata maaf? Tanpa kamu sadari kelakuan kamu itu sudah menghancurkan harapan orang tua Ardi. Kamu tau kan kenapa Ibunya Ardi menyekolahkan anaknya di sekolah kita? Karna Ibunya Ardi ingin mendapatkan fasilitas terbaik untuk anaknya agar anaknya kelak bisa meraih masa depan yang lebih baik dari pada orang tuanya. Aku tau uang jajan kamu lebih besar dari pada upah Ibunya Ardi bekerja di rumah ini, dan itu ia kumpulkan untuk membiayai anak-anaknya sekolah agar dimasa tuanya bisa menjadi panutan. Tapi apa? Dengan ke egoisan kamu, harapan itu hilang hanya dalam sekejap dan kamu tak sadar akan hal itu kan?"

"Sungguh aku sangat menyesal atas perlakuan ku kemarin Go"

"Terlambat! Nasi sudah menjadi bubur, kamu gak tau kan apa yang terkadi pada Ardi?"

Seketika Denis menatap Igo dengan sangat cemas. "Kenapa dengan Ardi, Go? Kamu tau di mana alamat tempat tinggal Ardi sekarang?"

"Ya.. Aku tau, trus kenapa?"

"Tolong kasi tau aku Go, ada yang ingin aku sampaikan pada Ardi"

"Nggak! Denger ya Nis, aku sangat kecewa sama kamu. Kamu di mana saat Ardi sedang membutuhkanmu? Kamu hanya bisa diam karna takut dengan Rara kan? Dan kamu gak bisa nolongin dia kan? Kamu jadi cowok terlalu lemah Nis, bahkan kamu gak brani perjuangin cinta kamu buat Ardi"

Igo lalu pergi meninggalkan Denis yang masih terdiam. Ia masih mencerna kebenaran setiap kata yang keluar dari mulut Igo.

"Yang dikatakan Igo memang benar, aku terlalu lemah jadi seorang laki-laki, dan aku memang gak pantas berada di samping Ardi"

***

Sudah satu minggu kepergian Ardi dan keluarganya dari rumah Denis, Ayah dan Ibunya tak kunjung mendapatkan pekerjaan hingga Ardi lebih memilih berhenti dari sekolah dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan kelurgnya. Ia juga tak mau kalau sampai Adiknya putus sekolah hanya karna tak mempunyai biaya.

Igo sudah sering memberi uang pada Ardi agar Ardi tak perlu bekerja dan tetap melanjutkan sekolahnya, namun Ardi selalu menolak tak mau terlalu banyak merepotkan Igo.

Dua hari Ardi sudah bekerja di rumah makan sebagai pengantar makanan ke para pengunjung, ia selalu berangkat pagi dan pulang hingga larut malam karna rumah makan tempat ia bekerja baru tutup jam 10 malam. Tapi saat Ardi pulang kerja Igo selalu menjemput dan mengantarkan Ardi pulang kerumahnya.

Pagi ini Ibunya Ardi sedang menyiapkan sarapan untuk keluarganya, ia masih terlihat sangat sibuk dan saat membawa nampan berisi minuman hangat tiba-tiba gelas yang ia bawa terjatuh kelantai dan isi dari gelas itu membasahi sebagian kakinya.

"Astaghfirullah"

"Ada apa Buk?" tanya Ardi yang baru saja tiba di ruang makan.

"Gak papa kok Ar, sudah kamu duduk saja ya, nanti Ibu buatin lagi susu buat kamu"

Ardi masih menatap Ibunya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu, tatapannya cemas yang ia tangkap dari wajah Ibunya. Ardi kemudian duduk di kursi yang berhadapan denga Rama. Sedangkan Ayahnya yang baru datang duduk di sebelah kanan Ardi. Ibunya kembali datang dengan minuman yang baru saja di buatnya.

"Yah hari ini Rama pengen di anterin sama Ka Ardi ya?"

"Ndak boleh gitu Rama, Ka Ardi kan mau kerja toh?" kata Ibunya menjelaskan.

"Kali ini saja Buk, Rama pengen banget di anterin sekolah sama Ka Ardi" Rama mengguncang tangan Ibunya manja yang berada di sebelahnya. Ntah kenapa baru kali ini Rama terlihat sangat ingin dekat dengan Kakaknya.

Ibunyapun kemudian terdiam, pandangannya menatap Ardi.

"Sudah gak papa Buk, lagian kan tempat kerja Ardi satu arah"

"Maafin Ayah ya Ar, kamu jadi gak bisa melanjutkan sekolahmu"

"Yah... Ayah gak perlu minta maaf kok, ini semua sudah takdir dan Ardi yakin Tuhan mempunyai rencana lain" Ardi mencoba tersenyum walau saat ini ia sangat sedih dengan keadaan keluarganya.

Setelah selesai sarapan, Ardi dan Rama berpamitan pada Ibu dan Ayahnya. Meka meyalami tangan kedua orang tuanya kemudian berjalan menuju pintu depan.

"Ardi?" Ibunya memanggil saat Ardi baru beberapa langkah. Tangan Rama yang menggandeng Ardi pun terlepas saat Ardi membalikkan tubuhnya.

"Ada apa Buk?" Ardi kembali mendekati Ibunya yang masih berdiri di dekat meja makan. Wajahnya terlihat sangat cemas. "Ibu kenapa, Ibu sakit?"

Ibunya tak memjawab namun tanpa ragu Ibunya memeluk tubuh Ardi dengan erat. Ardi merasa bingung dengan tingkah Ibunya pagi ini, ia pun dengan ragu merangkulkan tangannya di bahu Ibunya.
"Ayo Kak buruan, tar Rama telat nih"

Ardi melepaskan pelukan Ibunya lalu menghapus air mata Ibunya. "Ibu gak papa kan Buk?"

"Gak papa kok Ar, sudah sana, Adikmu sudah menunggu!" Ardi tersenyum lalu ia pergi meninggalkan Ibunya. Rama kembali menggandeng tangan Ardi seolah ia sangat rindu dengan Kakaknya pagi ini. Ardi dan Rama menaiki bis yang baru saja berlalu di depan rumahnya, mereka duduk di bagian belakang. Tak lama mereka sudah sampai di depan sekolah Rama. Mereka turun dan Rama menyalami tangan Ardi dan menciumnya. Ardi membelai halus rambut Rama. Rama pun secara tiba-tiba memeluk tubuh Ardi dengan erat. Ia memejamkan matanya dan membenamkan kepalnya di dada Ardi.

"Ka Ardi, maafin Rama ya kalo selama ini Rama suka buat Ka Ardi kesal, Rama cuma becanda kok dan Rama janji gak akan ngulanginya lagi"

"Ka Ardi tau kok"

"Aku sayang sama Ka Ardi" pelukan Rama semakin erat seolah ia tak mau melepasnya.

"Ada apa ini? Kenapa hari ini aku merasakan semua keluargaku terlihat sangat aneh? Sebenarnya apa yang terjadi? Apa ada yang mereka sembunyikan dari ku?"

"Sudah kamu masuk ya, bentar lagi jam pelajaran di mulai kan?" Rama melepas pelukannya dan menatap Ardi. Tatapannya sayu dan meneduhkan.

"Ka Ardi hati-hati ya Kak!" Ardi tersenyum lalu mengangguk pelan. Rama beralan memasuki pintu gerbang sekolahnya, sekali lagi ia menoleh Ardi yang masih berdiri melihatnya.

***

Igo baru saja datang di depan rumah makan tempat Ardi bekerja, sedangkan setengah jam lagi rumah makan tempat Ardi bekerja baru akan tutup. Igo memang selalu perhatian pada Ardi, bahkan setelah hatinya terluka karna Ardi lebih memilih Denis pun rasa sayangnya pada Ardi tak pernah berubah.

Igo duduk di kursi yang berada di depan rumah makan yang tak jauh dari tempat parkir kendaraan para tamu. Ia mengeluarkan ponselnya mencoba menghibur diri agar tak bosan saat menunggu Ardi pulang. Tak lama Ardi pun keluar dari tempat kerjanya, ia berjalan dengan sangat pelan dan duduk di sebelah Igo.

"Kamu kenapa Ar?" Ardi diam tak menjawab pertanyaan Igo. Kepalanya tertunduk tak semangat. "Kamu sakit ya Ar?" lanjut Igo khawatir, Ia menaruh punggung tangannya pada kening Ardi.

"Aku gak papa kok Go"

"Terus kenapa Ar. Kalo kamu ada masah cerita saja, aku pasti akan selalu bantu kamu"

"Go..? Aku ingin bertemu dengan Denis, tolong anterin aku ketemu Denis ya? Malam ini, sebentar saja" Ardi menatap Igo penuh harap, sudah beberapa kali Ardi mengajukan hal seperti ini namun Igo selalu menolak permintaan Ardi.

"Ar, please deh. Kenapa sih kamu itu selalu saja Denis, Denis, Denis? Kamu sadar gak sih Ar kalo kamu seperti ini gara-gara Denis?" Igo berdiri dan menatap Ardi dengan kesal. Ardi pun perlahan ikut berdiri menatap Igo penuh harap.

"Tapi Go aku ing-"

"Cukup Ar! Bisa gak sih sedikit saja ngertiin perasaan aku? Kamu tau kan kalo aku-" Igo berhenti tak melanjutkan ucapannya. "Ayo kita pulang, nanti kemalaman Ibu pasti panik nungguin kamu" Denis berjalan menuju sepeda motornya, sedangkan Ardi berjalan mengikuti langkah Igo.

Igo memberikan helm pada Ardi dan Ardi memakainya. Baru saja Ardi melangkahkan kakinya menaiki jok motor Igo, tiba-tiba ia menurunkan kakinya saat pandangan matanya melihat sosok Denis yang sedang berjalan di pinggir jalan. Denis berjalan penuh keputus asaan, sesekali ia melihat foto yang ia pegang di tangannya.

Ardi berjalan mendekati Denis, Igo mengulurkan tangannya berusaha mencegah Ardi, namun lidahnya keluh tak dapat berkata. Ardi terus berjalan mendekati Denis, ia tersenyum bahagia saat melihat orang yang ia rindukan kini ada di depan matanya. Dengan kesal Denis meremas foto yang ada di tangannya dan menjatuhkannya.

Ardi berjalan perlahan di belakang Denis dan mengambil foto yang yang sudah kusut akibat cengkraman keras tangan Denis. Ardi membukanya dan ternyata foto yang di genggam Denis hingga kusut adalah foto Denis bersama keluarganya. Ia merasa putus asa karna semua keluarganya tak ada yang menyayanginya. Denis masih berjalan dan tanpa ragu ia berdiri di tengah jalan. Menggenggam kedua tangannya kuat-kuat dan memejamkan matanya pasrah.

Ardi yang melihat hal itu tentu saja merasa sangat panik saat melihat dari depan ada sepeda motor yang sedang melaju kencang. Ardi berlari dan mendorong Denis hingga kepalan Denis terbentur pembatas jalan, namun motor yang melaju sangat kencang itu akhirnya menyerempet Ardi. Motor itu sempat berhenti, namun karna ketakutan ia segera melanjutkan perjalanannya.

Ardi terbaring dan meringis kesakitan, ia melirik Denis yang sudah terbaring tak berkutik.

"Sabar Nis, ka-kamu gak papa kan?" ujar Ardi gagap. Di bagian kepala Denis mengeluarka darah yang masih sangat segar. Namun dari arah yang berlawanan ada sebuah mobil truk yang melaju sangat kencang. Bermuatan penuh yang tertutup rapi oleh terpal biru. Ardi menutup kedua matanya saat merasakan silau akibat terangnya lampu mobil yang berada di depannya. Tanpa terkendali mobil itu menabrak Ardi yang masih terbaring lemah. Ardi merasakan sakit yang luar biasa dan pandangannya tiba-tiba terasa gelap.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar