Rabu, 27 Januari 2016

Karena Dirimu
Part END
--------------
By. Aby Anggara
============================

***

Entah apa yang ada di otak Denis saat ini, ia tak bisa menerima saat melihat kekasihnya yang saat ini hanya memiliki satu kaki. Ia terus mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi karna ia tak sabar ingin cepat sampai di rumahnya. Saat sampai dirahnya ia tanpa bersuara saat bertemu Rara di awal tangga. Ia hanya berhenti sebentar memandang Rara lalu melanjutkan menaiki tangga menuju kamarnya.

Denis berbaring terlentang dan memandang langit-langit kamarnya dengan kesal.

"Kenapa Ardi saat ini hanya memiliki satu kaki? Dia kenapa dan apa yang sebenarnya terjadi?"

Di otak Denis di penuhi banyak tanda tanya, bahkan ia tak mengetahui penyebab hilangnya satu kaki Ardi.

Pintu kamar Denis terdengar ada yang mengetuk dan Denis membukakannya. Rara terlihat khawatir saat melihat tingkah Denis barusan. Ia berjalan menghampiri Denis yang baru saja berbaring tengkurap membelakanginya.

"Sebenarnya ada apa Nis...? Kok kamu seperti sedang kecewa gitu?"

Denis kemudian bangkit dan duduk di sebelah Rara dan kali ini ia berusaha tenang.

"Gak papa kok Kak"

"Gak mungkin kalo gak papa Ka Rara gak percaya, kalo lagi ada masalah cerita saja sama Kakak!" Rara tersenyum dan mengusap rambut Denis dengan lembut. Denis menatap Rara dan dalam hatinya dilema antara mau berterus terang atau tidak, namun akhirnya ia menggelengkan kepalanya pelan.

"Gak ko Kak, Denis gak papa kok"

"Yasudah kalo beneran gak papa, Ka Rara tinggal dulu ya?"

"Iya Kak"

Denis tersenyum pada Rara berusaha menyembunyikan sesuatu yang sedang membuat hatinya kecewa.

***

Hari ini adalah hari kedua Denis dan keluarganya sarapan pagi bersama, namun pagi ini wajah Denis tak ceria seperti hari kemarin. Ia tampak tak bersemangat walau pagi ini ia makan bersama Rara, Mama dan Papanya. Di fikirannya masih teringat jelas kejadian tadi malam yang membuatnya masih menjadi tanda tanya, namun dirinya tak mempunyai keberanian untuk menanyakan langsung pada Ardi.

"Loh kenapa gak di makan sayang?" ujar Melinda menegur anaknya. Denis hanya menoleh Mamanya dan pandangannya kembali fokus pada makanan yang ada di piringnya walau ia tak memakannya.

"Gak tau tuh Ma, dari semalam Rara perhatiin Denis kek lagi ada maslah gitu"

"Kamu kenapa Nis? Kalo ada keperluan selolah atau apa cerita sama Papa, Papa gak mau loh jagoan Papa loyo kek gitu"

Kali ini semua pandangan mata tertuju pada Denis, dengan harap-harap cemas mereka masih setia menanti jawaban langsung dari mulut Denis.

"Ma, Pa, Denis gak papa kok, Denis berangkat sekolah Dulu ya?" Denis bangkit dari tempat duduknya dan menyalami tangan Rara, Mama dan Papanya. Setelah itu tanpa kata ia berjalan keluar rumah.

Di sekolahnya Denis tampak murung, kini saat ia sudah mendapatkan kebahagiaan karna Mama dan Papanya yang sudah menyayanginya, namun kini giliran kisah asmaranya yang sedang tak mau berpihak padanya. Ia seolah enggan menerima keadaan Ardi yang seperti itu, tapi di hati kecilnya ia masih ada sedikit rasa sayang pada Ardi. Namun tetap saja ia tak akan bisa menerima keadaan Ardi yang seperti itu.

Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya seolah lelah dengan semua ini. Namun saat ia membuka matanya sedikit kaget saat melihat Igo yang sudah berada di sebelahnya. Ia berusaha menenangkan dirinya.

"Kamu kok malah gini Nis, harusnya kan kamu bahagia karna semalam sudah bertemu dengan Ardi?"

Denis menghela nafas panjang dan membuangnya dengan kasar. Pagi itu memang tampak sangat dingin, namun tak dapat memberi kesejukan pada hati Denis.

"Iya Go aku memang semalam sudah bertemu dengan Ardi" jawabnya datar.

"Trus-trus?" ujar Igo antusias, ia seolah sangat ingin tau apa yang mereka lakukan tadi malam. Igo masih menatap Denis, dan tak sabar menunggu jawaban dari Denis.

"Trus-trus apanya?"

"Ya... Itu nya, em... Kalian ngapain aja, sedih kek, bahagia kek atau apa?" Igo sedikit tak enak menjelaskannya, ia baru menyadari kalau ucapannya barusan itu terlalu pribadi untuk ia ketahui.

"Aku buru-buru Go, aku duluan ya?" Denis melihat jam tangannya lalu bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan Igo sendirian.

"Eh Nis tunggu!"

Sepertinya Denis saat ini sedang enggan membahas masalah Ardi, hingga ia memilih menghindar dari Igo. Denis terus saja berjalan tak mempedulikan panggilan Igo yang masih memanggil namanya.

***

Hari ini Igo belum berkunjung kerumah Ardi karna ada beberapa kesibukannya, namun malam ini ia menggantikannya untuk tetap bisa datang menemui Ardi. Ia juga sudah menyempatkan mampir membelikan makanan untuk Ardi dan Rama. Karna malam terlihat mendung dan sedikit angin berhembus sangat dingin, hal itu membuat Igo terpaksa menggunkan mobilnya agar lebih nyaman. Ia tersenyum-senyum sendiri dan tak sabar ingin cepat bertemu dengan Ardi.

Ia memarkirkan mobilnya lalu dengan cepat berjalan menuju pintu rumah Ardi. Baru saja Igo akan menekan tobol yang ada di atas kanan pintu, namun pintu sudah lebih dulu di buka. Terlihat sosok Ardi yang seperti mengalami kesedihan yang sangat dalam.

"Loh kamu kenapa Ar? Bukanya senang sudah ketemu dengan Denis?" Ardi menoleh kebelakang memastika kalau Ayah dan Ibunya sedang tak berada di dekatnya. Ardi tak langsungenjawab pertanyaan Igo, ia berjalan menggunakan kedua tongkat yang selalu setia menemaninya menuju tangga panjang yang berada di depan pintu rumahnya. Ia menaruh kedua tongkatnya, kemudian duduk di tangga itu.

Igo pun berjalan mengikuti langkah Ardi dan duduk di sebelah Ardi. "Ar kamu kenapa?"

"Denis, Go"

"Denis? Kenapa dengan dia?" Igo mulai panik dan tak sabar mendengat kabar yang terlewatkan olehnya.

"Semalam Denis datang kesini Go, tapi...."

"Tapi kenapa Ar?" Igo yang semakin panik memegang kedua bahu Ardi dan menatapnya lekat-lekat.

"Denis... Denis sudah tak mau bertemu denganku lagi Go, mungkin ia jijik melihat keadaanku yang seperti ini"

Igo mendengus kesal, ia memberikan plastik yang berisi makanan yang ia beli tadi, lalu tanpa kata ia pergi meninggalkan Ardi sendirian. Ia mengendarai mobilnya dengan sangat kencang dan tak lama ia sudah sampai di depan rumah Denis.

"Ya halo kenapa Go?"

"Keluar sekarang, aku tunggu di depan pintu gerbang rumah kamu!"

Panggilan terputus, tak lama Denispun terlihat berjalan menuju Igo yang sudah berada di halaman rumah Denis. Dengan sangat geram Igo memegang kencang kera baju Denis dengan kedua tangannya, tatapannya terlihat sangat murka pada Denis.

"Tunggu Go, kamu kenapa tiba-tiba kek gini? memangnya aku salah apa?" Igo melepaskan tangannya dengan kasar.

"Tega-teganya kamu nyakiti perasaan seseorang yang jelas-jelas sangat tulus mencintai kamu Nis?"

"Mencintai dengan tulus? Maksud kamu apa Go?"

"Kamu sadar gak kelakuan kamu semalam itu membuat Ardi sangat tersakiti? Kamu ingat saat Ardi di hukum sama Pak Rudi akibat kamu gak ngerjain tugas sekolah? Itu Ardi lakukan karna ia tak mau melihat kamu yang di hukum sama Pak Rudi sehingga dia bela-belain berbohong demi kamu. Dan kamu ingat saat keluarga Ardi di usir dari rumah kamu itu gara-gara siapa? Itu gara-gara kamu yang memaksa Ardi untuk mengajakmu liburan di kampung. Dan tanpa kamu sadar kamu sudah merebut semua masa depan yang seharusnya Ardi sedikit lagi mencapainya Nis"

"Tapi Go, sungguh aku tak-"

"Dan kamu gak tau kan apa yang Ardi lakukan saat kamu akan melakukan bunuh diri saat kamu nekat berdiri di tengah-tengah jalan?" mata Denis membulat, ia benar-benar kaget dan tak percaya kalau Igo mengetahui semuanya.

"Memangnya apa yang Ardi lakuin Go?" tanya Denis ingin tau. Kelopak matanya mulai di penuhi butiran air mata.

"Apa Mama dan Papa kamu tidak menceritakan hal itu padamu Nis?" Denis menggeleng.

"Sungguh mereka tidak menceritakan apapun tentang Ardi Go. Memangnya Ardi ngelakuin apa Go?"

"Ardi mendorong kamu hingga ia yang terserempet sepeda motor dan kakinya terlindas mobil truk bermuatan penuh hingga kaki Ardi tak bisa di selamatkan. Coba kamu kamu bayangkan kalau saja Ardi tidak menolongmu, mungkin kamu sudah mati Nis, atau kamu yang saat ini berada di posisi Ardi dan dia rela sekalipun akan mengorbankan nyawanya demi nyelamatin kamu, tapi apa? Mana balasan kamu Nis, mana? Jangankan memberi supot untuk Ardi yang saat ini sedang putus asa dengan kondisinya saat ini, mengucapkan terima kasih saja tidak. Kamu keterlaluan Nis, kamu manusia kan? Kamu masih punya hati nurani kan?"

Denis menundukkan kepalanya, ia terlihat sedang menyesali perbuatannya. "Maafin aku Go, aku memang bodoh dan aku gak punya hati" ucapannya terdengar isak, ia menangis penuh penyesalan saat mendengar kejadian yang sebenarnya.

"Kamu itu jadi orang gak tau terimakasih Nis"

"Tunggu bentar Go!" Denis berlari menuju rumahnya, ia berniat akan menemui Mamanya. Denis berdiri di depan pintu kamar Mamanya yang sedikit terbuka dan terlihat Melinda sedang menunduk membelakangi Denis.

"Ma..?" panggil Denis, Melinda menoleh anaknya yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya. "Itu kan pulpen yang pernah Denis pinjamkan pada Ardi, tapi kenapa bisa ada di Mama?" Denis tampak melihat pulpen yang ada di tangan Melinda dan wajah Mamanya secara bergantian.

"Iya sayang, kemarin waktu di rumah sakit Ardi nitipin ini sama Mama, dan malam ini Mama baru ingat kalau Ardi menyuruh Mama ngembalikan pulpen ini sama kamu"

"Jadi apa yang di ceritakan Igo barusan semua benar, dan bukan rekayasa? Apa benar Ma Ardi di amputasi gara-gara nyelametin Denis?"

Melinda mengguk. "Iya Nis, Ardi seperti itu karna nyelametin kamu" Denis berlari memeluk Mamanya dengan erat, tangisannya pecah penuh penyesalan di pelukan Mamanya.

"Ma, aku mohon, Ardi dan keluarganya boleh kan kembali lagi di rumah kita? Ini memang belum setimpal dengan apa yang Ardi lakuin Ma, tapi Denis pengen Ardi tinggal di rumah kita lagi, boleh ya Ma?" Melinda melepaskan pelukannya, ia melihat tatapan Denis yang penuh harap.

"Iya sayang, boleh kok"

"Beneran Ma?" tanya Denis meyakinkan, Melinda mengangguk dan tersenyum. Denis mencium pipi Mamanya lalu kembali berlari keluar rumah menghampiri Igo yang masih menunggunya.

***

Ardi berjalan tertati menggunakan kedua tongkatnya, ia menuju jalan di depan rumahnya. Ia duduk di perbatasan antara aspal dan tanah, dengan kaki kanan yang ia luruskan menuju ketengah-tengah jalan. Dari kejauhan terlihat sebuah mobil dengan lampu yang sinarnya sangat terang membuat mata Ardi sangat silau.

Dengan pasrah Ardi memejamkan kedua matanya kuat-kuat. Namun walau ia memejamkan matanya, sinar lampu yang sangat terang dan sempat membuat matanya sangat silau itu tak kunjung lewat didepannya. Ardi masih memejamkan matanya, seolah setia menunggu mobil yang akan melindas kaki satunya yang masih utuh.

Namun Ardi merasakan ada sepasang tangan yang menyusup dari kedua ketiaknya dan perlahan membuat dirinya bangkit dari tempat duduknya.

"Kenapa kamu lakuin hal bodoh ini Ar? Apa yang kamu lakukan?" Ardi mendengar ada suara yang tak asing baginya, ia segera membuka kedua matanya, dan sosok Denis yang ternyata membuat dirinya bangkit dari tempat duduknya.

"Aku mau patahi kaki aku yang satunya Nis, lagi pula orang yang aku sayangi sudah tak peduli lagi denganku, iya kan?"

Denis menggeleng. "Nggak, kamu gak boleh lakuin itu, aku tau Ar dengan satu kaki saja kamu sudah sangat menderita, apalagi kalau sampai dua kakimu hilang"

"Ngapain kamu peduliin aku Nis? Bukanya kamu sudah tak peduli lagi denganku? Lepasin!!!" Ardi meronta seolah tak ingin ada yang menggangunya.

Denis memeluk Ardi dengan erat. "Ar aku tau aku salah, kasih aku kesempatan sekali lagi"

"Nggak aku sudah gak mau Nis, aku capek"

"Maafin aku Ar, aku tau ini semua gara-gara aku. Aku memang bodoh sudah menyia-nyiakan orang yang benar-benar sayang sama aku" kini Ardi menangis di bahu Denis, bahu yang selama ini menjadi miliknya dan selama ini ia rindukan.

"Sebelum kamu minta maaf, aku sudah maafin kamu Nis" Denis melepas pelukannya dan mengambil tongkat Ardi yang tak jauh darinya. Denis menghapus air mata Ardi dengan penuh kasih.

"Ar, aku... Aku sayang kamu" Ardi tersenyum dan mereka berpelukan sekali lagi. Igo yang berdiri di dekat pintu mobilnya ikut merasakan kebahagiaan yang sedang Ardi dan Denis rasakan. Ia ikut menitihkan air mata, tapi kali ini adalah air mata kebahagiaan.

"Aku juga sayang kamu Nis" Ardi berkata sangat lirih, seolah hanya berbisik di telinga Denis.

"Aku sudah bicara sama Mama Ar, keluarga kamu boleh kerja di rumah ku lagi, kamu mau kan kembali kerumahku lagi? Ka Rara juga sudah tau hubungan kita dan dia gak bakal pisahin kita lagi Ar"

"Benar kah? Aku seneng banget denger semua kabar baik ini Nis" Denis mengangguk.

Malam itu adalah malam yang sangat bahagia setelah beberapa hari kemarin rasa sedih selalu menghampiri mereka. Ardi dan Denis berjalan masuk kedalam rumah untuk menyampaikan kabar baik kalau mereka bisa bekerja kembali di rumah Denis dan tentu saja Ibu dan Ayahnya Ardi sangat senang mendengarnya karna bisa bekerja kembali di rumah itu.

Mereka bersiap-siap mengemas barang dan memasukka ke bagasi mobil Igo, setelah selesai Igo menjalankan mobilnya menuju rumah Denis. Tak lama merekapun sampai di depan rumah Denis dan keluarga Wiguna sudah berada di teras rumah menyambut kedatangan Mamat dan keluarganya.

Mamat dan Ina langsung menuju ke majikannya yang sudah menunggunya, sesampainya di sana dengan sangat menyesal Rara meminta maaf pada Ina dan ia mengakui kalau dirinya yang sudah memfitnah Ina mencuri ponsel Mamanya sampai Ina dan keluarganya harus terusir dari rumahnya. Begitupun dengan Melinda, ia pun meminta maaf pada keluarga Mamat karna telah mengusir mereka.

Sedangkan Denis, Ardi dan Igo masih berdiri di sebelah mobil. Walau dari sedikit kejauhan tapi mereka bisa melihat dengan jelas Melinda dan Ina sedang berpelukan.

"Ar, Nis, tugasku sudah selesai, aku pulang dulu ya?" ujar Igo memecahkan perhatian mereka yang sedang mengamati keluarga mereka, seketika pandangan Ardi dan Denis tertuju pada Igo yang ada di sebelahnya.

"Go makasih banyak ya, kalau bukan karna kamu aku tak akan merasakan kebahagiaanku kembali" Denis menepuk pundak Igo.

"Makasih atas semuanya Go, kamu memang sahabat the best. Aku sangat bahagia Go punya sahabat seprti kamu, dan aku juga bahagia punya kekasih seperti Denis" Ardi menatap Igo dan Denis bergantian.

Igo meraih tangan Denis dan Ardi, lalu menumpuknya menjadi satu.

"Semoga kalian tetap bahagia ya, karna aku juga ikut merasakan kebahagiaan itu" Denis dan Ardi saling bertatapan dan mereka tersenyum bahagia.

Igo bejalan membuka pintu mobilnya, namun sebelum ia masuk, sekali lagi ia menatap Ardi dan Denis yang sedang berdiri bersebelahan. Denis dan Ardi tersenyum dan mereka melambaikan tangannya. Igo tersenyum lalu masuk kedalam mobilnya dan perlahan menjalankan mobilnya meninggalakan halaman rumah Denis.

Kini Denis dan Ardi saling bertatapan, meraka tersenyum bahagia karna bisa tinggal bersama tanpa ada Rara yang akan mengganggu hubungan mereka lagi.

.

    == S E L E S A I ==

Tidak ada komentar:

Posting Komentar