Rabu, 27 Januari 2016

Karena Dirimu
Part 17
--------------
By. Aby Anggara
========================

***

Denis dan Ardi masih berada di ruang UGD, Igo yang menunggu di depan ruang UGD terlihat sangat panik dan takut terjadi hal buruk pada Ardi dan Denis.

"Kenapa bisa terjadi seperti ini toh Nak Igo?" ujar Mamanya Ardi yang baru saja datang.

"Gimana keadaan Ardi Nak Igo?" Ayahnya Ardipun ikut panik.

"Belum tau Buk, Dokter masih menanganinya di dalam"

Tak lama kemudian Dokterpun keluar dari ruang UGD dengan wajah tak bersemangat, sudah bisa di pastikan, Dokter itu pasti akan menyampaikan kabar buruk. Ibu Ardi pun dengan cepat segera menghampiri sang Dokter.

"Dok, anak saya ndak papa kan Dok?"

"Gimana keadaan anak saya Dok?" sambung Ayahnya Ardi.

Dokter masih diam menatap Ina dan Mamat secara bergantian.

"Gimana keadaan anak saya Dok?" ujar Melinda yang baru saja datang, ia terlihat sangat panik dan sangat takut kehilangan anaknya.

"Begini Pak, Buk. Satu korban mengalami luka di bagian kepala akibat benturan keras, namun jangan khawatir karna akan baik-baik saja, tapi..." Dokter menundukkan kepalanya, terasa tak tega untuk menyampaikan kabar buruk itu.

"Tapi kenapa Dok?" sahut Melinda cepat.

"Tapi satu pasien kaki kirinya harus segera di amputasi karna tulang pada kakinya pecah, sehingga kalau tidak di amputasi semakin lama akan menyebarkan bakteri dan mengakibatkan penularan di bagian kaki atasnya"

"Apa Dok, di amputasi? Apa tidak ada cara lain?"

"Tidak Buk, ini tulang kakinya bukan patah, kalo patah mungkin masih bisa kita selamatkan. Mungkin saat tertabrak kaki pasien terlindah mobil bermuatan berat hingga mengakibatkan seperti ini"

"Lakukan yang terbaik Dok, soal biaya jangan khawatir saya yang akan menanggung semuanya" ujar Melinda pada Dokter.

"Baik Buk, permisi"

"Ya Tuhan... Apa salah anakku? Aku ndak sanggup liat anakku nantinya, kenapa takdir begitu kejam?" Ibunya Ardi menangis tertahan di dada suaminya saat mendengar kabar yang sangat buruk, ia tak rela jika nanti anaknya harus kehilangan satu kakinya.

"Sudah Buk, yang sabar!"

Igo sangat terpukul mendengar kalau Ardi harus kehilangan satu kakinya. Ia tak bisa membayangkan bagaimana nantinya Ardi menjalankan sisa umurnya. Igo duduk di kursi tunggu yang telah di sediakan, matanya merah karna terlalu lama menangis.

"Aku sayang kamu Ar, aku tau ini sangat berat untukmu, tapi walau bagai manapun keadaanmu, aku akan selalu menyayangimu" Igo memejamkan matanya, menghirup udara perlahan dan mengatur nafasnya agar rasa sesak di dadanya akan segera hilang. Namun yang ia lakukan hanyalah sia-sia, karna rasa sesak di dadanya tak akan pernah hilang. "Sabar ya Ar, kamu pasti kuat kok" Igo berusaha menguatkan dirinya sendiri saat tak ada yang memberinya supot.

Denis telah di pindahkan ke kamar inap, sedangkan Ardi akan menjalankan operasinya. Para Dokter terlihat sangat sibuk memasuki ruang operasi. Sedangkan keluraga Ardi dan Denis sangat panik menunggu di luar.

Lima jam sudah Ardi berada di ruang inap saat selesai operasi, namun ia belum juga memberi tanda kalau ia sudah akan sadar. Ibu dan Ayahya berdiri di sebelah kanan Ardi memandangi wajah Ardi berharap agar matanya cepat terbuka. Sedangkan Igo berdiri di sebelah kiri Ardi, ia masih menagis tertahan.

Perlahan Ardi membuka matanya, ia melihat orang-orang di sekelilingnya yang masih tampak menangis, semua mata tampak memerah dan sedikit membengkak akibat terlalu lama menangis dan kurang istirahat. Apalagi Ibunya, ia masih belum bisa berhenti menangis.

Ardi tampak bingung saat mendapati semua orang di sekitarnya bersedih. "Kenapa semuanya menangis? Aku sekarang di mana? Ini seperti di rumah sakit. Denis? Denis baik-baik saja kan Go?" tanya Ardi panik, namun Igo bukannya menjawab, ia semakin menangis tak bisa membayangkan keadaan Ardi jika ia tau keadaan dirinya yang sesungguhnya. "Go kenapa diam jawab Go! Buk keadaan Denis gimana Buk, dia pasti di rawat di rumah sakit ini juga kan?" ujar Ardi panik dan mengguncang tangan Ibunya.

Ibunya pun tampak diam tak mampu mengeluarkan kata, karna sebuah kata yang keluar pasti akan membuat Ardi terluka. Ardi yang tak mendapat jawaban dari orang-orang di sekitarnyapun akhirnya nekat ingin mencari tau keadaan Denis, karna ia sangat meng hawatirkannya. Ia mecabut jarum infus di tangan kirinya dan menyingkirkan selimut yang menyelimuti tubuhnya lalu menurunkan kakinya.

"Au... Sakit" matanya membulat saat melihat kakinya di balut dengan perban tebal. "Buk kaki Ardi kemana Buk? Kanapa kaki Ardi satunya hilang?" Ibunya semakin terisak menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Ardi baru menyadari kalu satu kakinya telah hilang, ia mengusap matanya berusaha apa yang baru saja ia lihat adalah salah, tapi ia pun ikut menangis dan terlihat putus asa saat ia benar-benar melihat bahwa satu kakinya telah tiada.

"Go jawab, kemana kakiku yang satunya?" Ardi menggungcang-guncang lengan Igo, Igo masih menatap Ardi dengan penuh iba.

"Sabar ya Ar!" kata Igo dengan suara isak.

"Nggak, ini ngak mungkin. Kembalikan kakiku! Ya Allah kenapa aku harus mengalami seperti ini?"

"Sabar ya Ar" Ibunya mengusap lembut rambut Ardi.

"Buk, kenapa sih Tuhan begitu tega? Bagai mana Ardi bisa berjalan kalau hanya satu kaki? Ardi gak mau Buk, tolong Ardi arrrghhh aku benci dengan takdirku" Ardi semakin histeris tak terima dengan kedaan yang sedang menimpanya.

Igo menggenggam tangan Ardi dengan erat. "Ardi cukup!" mata Ardi dan Igo kini bertatapan, terlihat jelas keputus asaan di wajah Ardi. Matanya di penuhi butiran air mata yang masih hangat. "Aku tau ini sangat berat untuk kamu Ar, dan aku tau ini gak mudah. Tapi kamu gak sendirian. Masih ada Aku, Rama, Ibu dan Ayahmu yang akan selalu ada untuk kamu" Igo tetap berusaha terlihat kuat di depan Ardi, padahal dalam dadanya terasa sangat sesak dan rapuh saat kenyataan berada di depan mata melihat orang yang ia sayangi selama ini hanya mempunyai satu kaki.

"Tapi Go, kamu gak tau kan apa yang aku rasakan? Aku gak mungkin harus berjalan dengan satu kaki, aku gak mungkin bisa bekerja dan aku gak mungkin bisa buat Ayah dan Ibu bahagia Go"

Igo menggeleng pelan. "Aku tau Ar, bahkan aku sangat tau apa yang kamu rasakan. Aku janji, aku akan selalu ada di dekatmu dan aku akan menjadi bagian dari satu kakimu yang hilang"

Ardi menangis memejamkan matanya, ia merasa sedikit lebih tenang saat ia benar-benar merasakan tak sendirian, kini ia menyadari kalau hadirnya Igo adalah sosok malaikat dalam hidupnya. Sosok yang selalu ada dalam keadaan apapun dan sosok pemberi semangat dalam hidupnya.

"Kamu istirahat ya Ar, biar kamu cepat sembuh!" Ardi mengguk dan perlahan ia memejamkan matanya.

***

"Nis kenapa kamu lakuin ini?" Rara yang berada di sebelah Denis menatap Denis dengan mata yang bergenang air mata.

"Aku cape Kak, Mama, Papa, Ka Rara gak ada yang sayang sama Denis, dan Ka Rara juga sudah misahin Denis sama Ardi. Ka Rara tau kan kalau Denis sayang sama Ardi? Tapi ka Rara tega dengan senganja memisahkan Denis dengan Ardi"

Rara menggeleng pelan. "Maafin sikap Ka Rara selama ini Nis, Ka Rara janji akan menyayangi kamu dan Ka Rara juga akan menuruti semua apa yang kamu minta"

"Sungguh ka Rara akan menuruti semua permintaan Denis?" Denis megang tangan Rara penuh antusias. Rara mengangguk. "Tapi kalau Denis masih menjalin hubungan dengan Ardi gimana Kak?" lanjut Denis. Denis menatap Rara penuh harap, tatapanya tak bergeming tak sabar mendengar jawaban Rara.

"Iya Nis, Ka Rara gak akan ngelarang kalian lagi, tapi janji ya jangan ngelakuin hal bodoh ini lagi, Ka Rara juga gak mau kehilangan Adek yang cuma satu-satunya"
"Iya Kak Denis janji" Denis tersenyum bahagia kemudian memeluk Rara dengan erat.

Pagi ini Igo tetap menemani Ardi di rumah sakit, ia memilih tak masuk kesekolahnya. Igo tertidur sambil duduk di sebalah kiri Ardi dengan melipat kedua tangannya menjadi bantal untuk kepalanya. Ardi terbangun dari tidurnya dan menoleh Igo yang masih setia menemaninya.

"Kamu masih tidur Go? Kamu pasti kecapean ya semalaman nungguin aku?" Ardi mengusap rambut Igo dengan lembut. Ia tersenyum saat Igo tetap berada di sampainya. Igo terbangun dan perlahan menoleh Ardi.

"Kamu sudah bangun Ar? Maaf ya aku ketiduran" kata Igo parau.

"Gak papa Go, oya Ibu dan Ayah kemana Go?"

"Baru subuh tadi mereka pulang mengambil keperluan untuk kamu selama di sini nanti Ar"

"Kamu kenapa gak sekolah Go?"

"Aku lebih baik tak bersekolah Ar, dari pada aku harus meninggalkanmu di sini sendirian" Ardi menatap Igo lekat-lekat, tanpa terasa matanya berkaca-kaca.

"Kenapa kamu sedih Ar? Kamu gak suka aku di sini?"

Ardi menggelang pelan. "Aku bukan gak suka kamu di sini Go, tapi aku tak mau selalu merep-"

"Husst!" Igo menaruh satu jari di bibir Ardi. "Kamu jangan bicara seperti itu Ar, aku gak suka. Aku sayang sama kamu Ar, dan aku akan selalu ada di dekatmu walau bagaimanapun keadaanmu"

"Tapi maafin aku Go, aku... Aku"

"Sudah Ar kamu jangan banyak bicara dulu ya, aku gak papa kok"

Pintu kemudian terbuka dan Melinda datang bersama Suaminya.

"Gimana keadaan kamu Ar?" ujar Melinda perhatian.

"Aku gak papa kok Nya, oya Nyah Ardi mau minta tolong. Tolong kasi pulpen ini ke Denis, karna Ardi belum sempat mengembalikannya, beberapa hari lalu Ardi kehabisan pulpen dan Denis meminjamkannya" Ardi menyerahkan pulpen itu pada Melinda. Melinda masih terpaku menatap Ardi penuh iba.

"I-iya nanti saya sampaikan pada Denis. Makasih ya Ar sudah nyelametin Denis, kalo bukan karna kamu, mungkin Denis sudah tiada. Igo sudah menceritakan semua kejadiannya pada saya" Melinda menitihkan air mata, ia menyadari kalau Denis begitu penting baginya.

"Iya Nyah sama-sama, Ardi mohon jangan biarkan Denis kesepian lagi Nya, dia juga butuh perhatian, Ardi takut ia akan melakukan hal ini lagi"

"Pasti Ar, saya akan menyayangi Denis sepenuh hati, karna saya juga tak mau kalau harus kehilangan anak laki-laki satu-satunya" Ardi tersenyum bahagia karna pengorbanannya akhirnya Denis bisa merasakan kebahagiaan seutuhnya, walau saat ini ia terasa menderita karna kehilangan satu kakinya.

"Saya juga mau minta maaf Ar, gara-gara Denis kamu harus kehilangan satu kaki kamu"

"Saya gak papa ko Tuan, saya ikut bahagia karna saat ini Denis sudah mendapatkan kebahagiaan seutuhnya. Oya gimana keadaan Denis, Tuan?"

"Denis baik-baik saja, dan hari ini sudah boleh pulang"

"Syukurlah kalo gitu, aku bahagia mendengarnya" mereka kemudia berpamitan dan meninggalkan Ardi dan Igo di ruangan itu.

***

"Gimana keadaanmu Ni" ujar Melinda yang baru saja memasuki ruangan Denis, seketika pandangan Rara dan Denis tertuju pada Mama dan Papanya yang baru saja datang.

"Baik Ma"

"Oya kata Dokter kamu sudah boleh pulang hari ini"

"Benarkah?" kata Denis antusias, namun perlahan senyuman kebahagiaannya sirna.

"Loh kok cemberut gitu, kamu gak suka pulang kerumah?" Melinda membelai rambut Denis dengan sangat hati-hati.

"Percuma Denis pulang kerumah juga Ma, lagi pula Mama dan Papa gak pernah ngertiin perasaan Denis"

Melinda tersenyum penuh penyesalan. "Maafin Mama selama ini ya Nis, Mama selalu sibuk dengan pekerjaan Mama, tapi mama janji, mulai saat ini Mama dan Papa akan selalu perhatian sama kamu"

"Mama beneran, Mama dan Papa gak becanda kan?" Denis menatap Mama dan Papanya bergantian. Mama dan Papanya menagguk serentak.

"Iya Nis"

"Makasih ya Ma, Pa, Denis saat ini bahagia banget karna semua sudah menyayangi Denis" Denis memeluk Melinda dengan erat, Melinda memejamkan matanya dan memcuim kening Denis penuh kasih.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar