Rabu, 27 Januari 2016

Karena Dirimu
Part 09
--------------
By. Aby Anggara
========================

***

Detak jantung Denis semakin kencang dan ia semakin tak kuasa untuk menyampaikan subuah kata indah dari bibirnya. Denis menghela nafas panjang dan mendongak ke langit mencoba menenangkan hatinya yang sedang bergemuruh.

"Aku mau meminta sesuatu Ar, permintaan yang ke tiga atau yang terakhir tentang taruhan kita"

Ardi tersenyum lalu kembali menoleh kearah bulan. "Katakan saja Den, aku pasti akan mengabulkanya sekalipun aku akan berusaha keras baru bisa untuk mengabulkan permintaan itu"

Denis kemudian bangkit dari tempat duduknya dan berdiri di depan Ardi. Tatapany tajam dan dengan ragu ia memberanikan diri memegang kedua bahu Ardi. Ardi yang mendapat perlakuan seperti itu dari Denis tentu saja membuat dirinya sangat kaget dan merasa sangat bingung.

"Ar.. Aku... Aku sayang kamu, dan aku cinta sama kamu. Aku tau rasa ini salah dan tak pantas, tapi aku benar-benar sayang sama kamu. Karna dirimu telah membuat aku tenang, karna dirimu yang membuat aku nyaman dan karna dirimu yang membuat aku menyayangimu. Di permintaanku yang terakhir ini, aku ingin kau menjadi pacarku, apa kau mau?"

Ardi tercengang mendengar kata-kata yang baru saja di ucapkan oleh Denis, ia masih diam dengan seribu bahasa. Tatapan matanya tak bergeming masih menatapa wajah indah Denis. Seketika butiran air mata mengalir di pipi Ardi, dan dengan sangat hati-hati Denis menghapusnya menggunakan kedu tanganya. Mereka masih terpaku saling bertatapan dengan jarak yang sangat dekat.

"Ini bukan mimpi kan Den? Ini kenyataan kan?" tanya Ardi tak percaya.

Denis mengguk pelan. "Nggak Ar, ini nyata"

"Tanpa di pinta pun aku pasti sangat mau Den, karna aku juga sayang sama Aden sejak dulu"

Mendengar kalimat itu Denis tersenyum bahagia dan untuk pertama kalinya mereka berpelukan. Denis memeluk Ardi dengan sangat erat seakan tak mau kehilangan kekasih barunya itu. Malam ini adalah malam yang paling bersejarah bagi mereka berdua, karna baru saja mereka menjalin hubungan antara keduanya. Namun senyuman Denis seketika sirna saat melihat Igo dari teras kamarnya yang sedang melihat mereka berpelukan. Denis segera melepas pelukannya, lalu menghapus sisa air mata di pipi Ardi.

"Jangan nangis lagi ya, aku tak akan membiarkan air mata itu menetes dari mata indahmu. Aku janji aku akan selalu menjagamu dan aku juga akan selalu membuatmu bahagia Ar"

"Aku juga janji Den, aku akan menjadi pacar yang baik untuk Aden, dan aku akan selalu menjaga hubungan kita"

"Makasih ya Ar, malam ini aku sangat bahagia karnamu. Mulai sekarang jangan panggil aku Aden lagi ya, tapi panggil 'Denis' saja!"

"Iya Den, eh maaf iya Nis"

"Disini sudah dingin kamu masuk ya Ar aku gak mau kalo nanti kamu sakit"

Mereka berjalan menuju pintu rumah dengan bergandengan tangan dan terukir senyuman indah di wajah mereka berdua.

Sebelum Ardi masuk kekamarnya, ia sempat menoleh kearah Denis yang masih berdiri memandanginya. Ardi tersenyum lalu ia masuk kedalam kamarnya.

"Met bobo ya Ar!" kata Denis lirih, kemudian ia berjalan menuju kamarnya. Malam ini Denis sangat bahagia, di setiap langkahnya selalu terpancar senyuman indah bahagia di wajahnya.

Denis membuka pintu kamarnya lalu berjalan dan membuka pintu teras kamarnya. Ia melihat suasana di sekeliling rumahnya dari teras kamarnya. Ia melihat Igo yang sedang berdiri melamun dengan kedua tanganya memegang pagar teras kamarnya. Terlihat kekecewaan mendalam di wajah Igo sambil memandangi bulan purnama yang sudah mulai sedikit tertutup awan.

Kamar Denis dan kamar Igo yang bersebelahan walau tak terlalu dekat itu masih bisa sangat jelas melihat wajah Igo yang masih terpaku dengan suasana kesedihan. Tentu saja Igo meresakan kesedihan dan kekecewaan yang mendalam. Ia begitu menyayangi Ardi, namun dirinya yang sejak tadi berada di teras kamarnya itu melihat Ardi berpelukan dengan Denis dan secara logis Igo bisa menafsirkan kalau Ardi dan Denis baru saja jadian.

"Kenapa Igo sepertinya sedang sedih seperti itu?" kata Denis dalam hati. Namun tak lama Igo masuk kedalam kamarnya dan menutuk pintu kamarnya yang berbentuk seperti jendelanya.

Sedangkan Denis masih berdiri dan kedua tanganya berpangku di atas pagar teras kamarnya itu. Hatinya yang sedang merasakan kebahagiaan itu membuat matanya enggan terpejam walau suasana sudah begitu malam. Ia masih memandangi bulan yang semakin lama semakim meredup tertutup awan hitam yang tebal.

Suara petir bergemuruh tiba-tiba, dan bulan tak lagi menampakan sinarnya karna sudah benar-benar tertutup awan hitan yang begitu pekat. Hujanpun mulai turun seolah menggambarkan suasana hati Igo yang sedang bersedih. Igo terlihat kembali di teras kamarnya dan ia mendongakkan kepalanya keatas, mengadahkan kedua tanganya di tetesan air hujan yang mengalir dari atap kamarnya.

Setelah cukup lama ia mengadahkan tanganya itu, ia membasuh wajahnya dengan air yang terjaring di kedua tanganya itu. Melihat tingkah Igo seperti itu, Denis hanya bisa memperhatikanya saja. Karna tak biasa-biasanya di jam seperti ini Igo masih terlihat di luar kamarnya. Denis merogoh ponselnya lalu mengirim sebuah pesan pada Igo.

1 pesan
Diterima.

Begituah teks yang tampil di layar ponsel Igo dengan icon amplop tertutup di sudut kiri atasnya. Igo lalu membuka pesan itu.

Dari Denis
08569011xxxx
22:57

Sudah malam seperti ini tumbem sekali kamu belum tidur Go?

Igo lalu menoleh kearah kamar Denis yang tersenyum kearahnya. Pandangan Igo kembali ke ponselnya lalu membalas pesan dari Denis itu.

Dari Igo
08196796xxxx
22:59

Aku belum ngantuk Nis.

Dari Denis
08569011xxxx
23:01

Tidurlah hari sudah larut malam, besok pagi kan kita harus masuk pagi-pagi sekali karna jadwalnya Pak Bayu?

Dari Igo
08196796xxxx
23:03

Kamu tidur duluan aja Nis, aku masih mau menikmati suasana malam ini.

Denis tak membalas lagi pesan dari Igo, ntah mengapa ada rasa bersalah yang sangat mendalam dihati Denis yang membuat dadanya terasa sesak tiba-tiba. Mungkin karna Denis merasa merebut Ardi dari Igo, karna selama ini Ardi dan Igo terlihat begitu dekat seperti orang berpacaran. Denis yang sudah tak tahan dengan dinginya suasana di luar kamarnya segera masuk dan sebelum menutup pintu kamarnya ia melihat Igo sekali lagi yang masih mengadahkan kedua tanganya di tetesan air hujan yang seperti anak kecil.

Denis merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya dengan tangan kanan yang ia jadikan sebagai bantal untuk kepalanya. Tatapanya kosong dan fikiranya masih mengingat tentang dirinya yang merasa bersalah pada Igo.

"Apa Igo juga menyukai Ardi ya? Tapi sepertinya tak mungkin karna Igo pasti sorang straight" Hatinya sangat gelisah saat ini, ingin sekali ia berbicara langsung pada Igo, namun sepertinya hal itu tak mungkin ia lakukan karna ia juga tak mau jika Igo tau kalau dirinya adalah seorang gay.

Waktu terus berjalan dan haripun semakin larut malam. Suara hujan yang bergemuruh menjadi pengisi suara malam yang biasanya terasa sangat hening. Begitupun dengan angin, ia selalu berhembus menemani hujan yang tak kunjung reda, kehadiranya membuat tubuh Denis semakin merasakan aurah dinginya malam itu.

Malam ini Denis benar-benar tak bisa mejamkan matanya, ia yang kembali ingin mengetahui keadaan Igo segera membangkitkan tubuhnya dari ranjangnya lalu berjalan menuju pintu teras kamarnya kembali. Denis memegang gagang pintu itu lalu perlahan ia membukanya. Seketika angin malam yang dingin menerpa tubuhnya seolah menyambut kehadiran Denis kembali.

Karena ia merasakan dingin yang luar biasa itu seoalah maksa Denis untuk melipatkan kedua tanganya di atas perutnya. Pandanganya kembali melihat kearah kamar Igo yang ada di depannya. Denis mendapati Igo yang masih saja setia pada malam itu. Igo sama sekali tak bergeming dari tempat berdirinya. Ia seperti tak bosan berteman dengan tetesan deras air hujan dan tak menghiraukan rasa dinging yang menghampiri tubuhnya.

Sebenarnya kalo tak ada ricuhnya suara hujan Denis bisa saja manggil Igo dengan suaranya, namun hujan yang sangat lebat itu membuat suara Denis tak mungkin di dengar oleh Igo hingga Denis terpaksa merogoh sakunya kembali mengambil sebuah ponselnya.

'Masuklah Go sudah malam dan angin di luar sudah sangat dingin, kalo begini terus kamu bisa sakit'

'Aku tak peduli Nis, aku belum ngantuk'

Denis semakin kasihan melihat tingkah Igo yang seperti itu hingga membuat Denis panik. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa, hanya memandanginya saja.

***

Suasana pagi yang begitu dingin menghampiri Ardi yang masih terlentang di tempat tidurnya. Saat baru membuka matanya seulas senyuman terukir di wajahnya. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda pada dirinya yang tak seperti biasa-biasanya ia rasakan. Ia merasa sangat bahagia karna saat ini ia merasa hatinya sudah tak kosong lagi seperti biasanya, karna ia sudah mempunyai kekasih yang akan selalu mengisi hari-harinya. Dengan penuh semangat Ardi bangkit dari tempat tidurnya karna pagi ini ia ingin membantu Ibunya menyiapkan sarapan pagi untuk Denis.

Pagi yang terlihat masih sedikit gelap itu ia sudah menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah selesai mandi ia segera memakai sergam sekolahnya kemudian keluar kamar menuju dapur menemui Ibunya yang sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk kelurga.

"Pagi Buk?" sapa Ardi ramah. Ardi mendekati Ibunya yang sedang membolak-balik sesuatu yang sedang di masaknya.

"Pagi"

"Boleh Ardi bantuin gak Buk?"

Tentu saja Bu Ina mengerutkan keningnya mendengar Ardi menawarkan dirinya untuk membatunya, karna hal ini tak biasa-biasanya terjadi. Biasanya Ardi hanya membantu kalo Ibunya meminta saja.

"Tumben Anak Ibu pagi ini, hayo ada apa sepertinya lagi bahagia sekali?"

Ardi yang berada di sebelah Ibunya hanya tersenyum-senyum tanpa ada niat untuk menjelaskan. Tentu saja tak mau menjelaskan hubungan mereka kan terlarang.

"Gak papa kok Buk, oya Buk biar Ardi saja ya Buk yang buatin susu buat Den Denis?" tanya Ardi penuh semangat. Ia masih mendongak memadangi wajah Ibunya menunggu persetujuan dari Ibunya.

"Yasudah ndak papa kalo kamu mau bantuin Ibuk"

Ardi lalu membuka lemari kaca yang menggantung di atas untuk mengambil gula dan susu. Ia menuang susu kental kedalam gelas putih yang ukuranya sedikit lebih tinggi. Setelah satu menit ia rasa susunya sudah cukup dan Ardi menambahkan sedikit gula pasir kedalamnya dan tak lupa dengan air hangatnya.

Setelah semuanya selesai, ia menaruh kedua gelas berisi susu itu keatas nampan hitam yang berukuran sedang kemudian mengantarknya di meja makan Denis. Ardi menaruh susu itu diatas meja tempat duduk masing-masing Denis dan Rara lalu ia memandangi gelas yang berisi susu tempat di mana biasanya Denis duduk. Ardi tersenyum sendiri lalu perlahan ia melangkahkan kakinya kembali menuju dapur.

"Sudah Buk"

"Kalo sudah sekarang tolongin ibuk antarkan ini di meja makan non Rara ya le!"

"Ya Buk"

Tentu saja dengan senang hati, Ardi mengiyakan perintah Ibunya, karna pagi ini ia benar-benar ingin ikut peran dalam mempersiapkan sarapan pagi buat kelasih barunya itu.

Ardi kembali menuju meja makan keluarga Denis untuk mengantarkan makanan pagi itu. Setelah semuanya selesai ia pun membantu ibunya menyiapkan sarapan di meja makan keluargnya sendiri. Pagi itu Rama dan Ayahnya sudah duduk di kursinya masing-masing menunggu makanan siap.

"Ka Ardi tumben amat deh pagi ini rajin nya plus-plus" goda Rama sambil tersenyum.

"Ye.. Sembarangan, ka Ardi tiap hari juga rajin tau"

"Iya rajinnya nungguin sarapan Ibuk, aha ha ha"

"Ih..." gerutu Ardi kesal.

"Sudah-sudah jangan bertengkar. Rama kamu cepat makan nanti telat loh" kata Ayahnya ikut angkat bicara.

"Sukurin" kata Ardi bangga karna merasa mendapat pembelaan dari Ayahnya.

Mereka menyantap hidangan pagi itu bersama, kecuali Bu Ina yang tak ikut makan beesama karna masih di sibukan mengerjakan pekerjaan yang begitu banyak.

Tin! Tin! Tin!

Igo yang baru datang membunyikan klason motornya, karna Ardi yang ia tunggu-tunggu tak kunjung keluar. Dari pintu dapur itu Igo lalu masuk menuju Ardi yang masih belum menyelesaikan makan paginya itu.

"Pantesan di tunggu-tunggu gak keluar-kelur, rupanya masih sarapan" kata Igo yang langsung saja ikut duduk di depan Ardi.

"Iya ni Go, sinih ikutan sarapan sekalian!"

"Gak lah Ar, aku udah kok"

"Ar nanti berangkat ke Sekolahnya ikut aku aja ya?" kata Denis baru saja datang mengahampiri Ardi yang masih berada di meja makanya. Untuk beberapa detik Ardi terlihat berfikir sebelum menjawab pertanyaan Denis. Di dalam hatinya berperang hebat. Di sisi lain ia sangat ingin menerima tawaran Denis untuk berangkat ke Sekolah bersama kekasihny, tapi di sisi lain ia masih memikirkan perasaan Igo yang selama ini selalu ada dan selalu baik pada dirinya. Hatinya sangat bingung untuk menentukan pilihanya.

"Em.. Gimana kalo nanti ketahuan non Rara?" jawab Ardi seolah menolak halus ajakan Denis.

"Tenang saja, kamu bisa tunggu di depan gerbang Ar, dan ka Rara pasti gak tau"

Ardi sungguh tak ada alasan lagi untuk menolak ajakan Denis, ia hanya terdiam tak mampu berkata-kata lagi karna di depan tempat duduknya ada Igo. Seketika suasana terasa hening, semuanya membisu tanpa ada yang membuat percakapan. Sedangkan Denis masih memandangi Ardi menunggu sebuah jawaban.

"Yaudah kalo kalian mau berangkat bareng gak papa kok" Igo memecahkan keheningan.

"Tapi Go?" sahut Ardi cepat.

"Gak papa ko Ar, aku duluan ya?" tanpa menunggu jawaban Ardi, Igo yang tubuhnya terasa lemah tiba-tiba memaksakan bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan keluar dengan hati yang terasa begitu pedih. Ia menyadari saat ini benar-benar telah kehilangan sosok Ardi dari dirinya. Sosok yang biasanya selalu mengisi hati sekaligus hari-harinya itu kini telah jatuh ketangan orang lain. Namun karna itu memang pilihan Ardi dan Igo pun tak dapat mencegahnya.

Sejak dahulu Igo selalu ingin mengutarakan perasaanya pada Ardi, namun ia tak mau persahabatan mereka rusak, karna rasa cinta yang belum tentu bisa bertahan lama seperti lamanya persahabatan mereka. Igo menyalakan sepeda motornya dan untuk pertama kalinya ia berangkat kesekolah tanpa ada Ardi yang biasanya selalu ada dibelakang dan memegang pinggangnya.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar