Jumat, 22 Januari 2016

Maafkan Aku Ibu
Part 09
----------------
By. Aby Anggara
===========================

***

-Raffi POV-

Malam ini aku membuat Robi kecewa, mungkin ia merasa aku tak mempercayainya karna aku tak mau bercerita tentang masalah pribadiku. Hari semakin malam aku segera memasuki kamar karna kurasa mataku juga sudah sangat mengantuk. Kulihat Robi tidur dengan posisi terlentang dengan selimut yang sudah berada sampai di kakinya. Aku menarik selimut yang sedikit tertindih oleh kakinya berniat akan membenarkanya, namun Robi malah terbangun saat aku baru saja sedikit menariknya.

"Kak Raffi belum tidur?" tanyanya sambil beranjak dan duduk di atas ranjang.

"Ini baru saja ingin tidur, kamu mau kemana Bi?"

"Robi mau kebelakang sebentar kak" ia lalu berlalu dan menghilang di pintu kamar.

Aku segera membaringkan tubuhku, kuharap disaat aku membuka mataku tubuhku sudah benar-benar siap untuk beraktivitas lagi besok pagi.

"Ka Raffi?" ucap Robi saat aku baru saja memejamkan mataku. Aku segera membukanya dan ternyata Robi telah kembali di kamar ini. Ia kembali duduk di tepi ranjang namun ia membelakangiku

"Iya Bi ada apa?" tanyaku yang sedikit menoleh kearahnya. Ia tak langsung menjawab melainkan memilih diam. Saat ini aku hanya mendengar suara jarum jam yang masih memenuhi ruangan kamar ini.

"Maafi sikap Robi tadi ya kak, Robi gak bermaksud ikut campur urusan pribadi ka Raffi"

"Sebelum kamu meminta maaf, ka Raffi sudah memafkan kamu ko Bi, jadi sekarang lupakan dan jangan di ingat-ingat lagi ya?"

"Baiklah, makasih ya kak?" aku hanya tersenyum membalas ucapanya.

"Hari sudah malam, sekarang waktunya tidur!"

****

Hari ini adalah hari kedua ku dirumah Om Indra, Pagi ini aku kembali sarapan pagi bersama anggota keluarganya. Makanan yang terhidang di meja makan ini cukup banyak, kurasa memang tante Irma hobi memasak. Tapi mataku tertuju pada salah satu menu, yaitu nasi goreng. Kalo melihat nasi goreng yang ada dihadapanku saat ini, aku teringat dengan mbak Meli yang sangat gemar membuatnya walau sebenarnya dirinya tak terlalu menyukainya.

Selain mbak Meli aku juga teringat ka Raffa di pagi ini, apakah ia sudah bangun? Di hari libur panjang seperti ini aku yakin pasti ka Raffa masih tertidur pulas di jam-jam seperti ini, namun aku sangat khawatir pasti dia sering kena ocehan Abi karna kebiasaan buruknya yang sangat susah bangun pagi hari. Namun aku tetap berharap semoga keluargaku selalu baik-baik saja.

"Ayo dong nak Raffi di makan jangan cuman dilamunin doang!" ucap Om Indara mengagetkanku.

"Oh iya Om ini baru saja mau mulai"

"Tau ni Om, tiap hari ka Raffi itu gak malam, gak pagi selalu saja melamun" sahut Robi yang ikut nimbrung.

"Eh kata siapa, gak kok Bi" elakku.

"Sudah-sudah sekarang makan dulu ya! Raffi sinih tante ambilin ya nasi gorengnya?" tanpa menunggu persetujuanku tante Isna mengisi piring yang masih kosong dengan nasi goreng buatanya. Tante Irma seperti tau saja dengan apa yang kumau, ya walau baru kali ini aku makan nasi goreng buatan tante Irma aku harap rasanya tak jauh beda dengan buatan mbak Meli.

Selesai sarapan aku seperti biasa membantu Om Indra melayani setiap orang yang datang mengisi ulang galon-galonya. Tapi tugas awal di pagi ini adalah mencuci galon-galon yang masih kosong.

"Aku bantu ya kak?" tanya Robi. Aku hanya tersenyum. Dengan penuh semangat dan wajah yang ceriah ia membantuku mencuci galon dan menyusunya di bak mobil.

"Eh ka Raffi belum mandi ya?" tanya Robi

"Eh sembarangan, tadi pagi sudah mandi kali sebelum sholat subuh, makanya jangan molor mulu"

"Tapi kok masih bau?"

"Ye.. Kamu tuh yang belum mandi makanya bau"

"Pokonya ka Raffi harus mandi lagi!" paksa Robi. Ia mengambil air di bak plastik tempat mencuci galon dengan telapak tanganya lalu menyiramkam kearahku.

"Eh kak Raffi udah mandi tar kalo basah beneran gimana coba?" Robi malah tertawa cengengesan seperti orang tanpa dosa.

"Gampang kok kak, kalo basah ya mandi lagi!" ucapanya sambil menyiramku lagi. Disiraman yang kedua ini ia menggunakan gayung walau awalnya aku sempat berlari dan menghindar, namun akhirnya bajuku basah juga akibat ulahnya. Aku mendekatinya lalu menarik telinganya dengan sedikit keras.

"Dasar anak nakal!" geramku

"Ah... Sakit kak.." rintihnya.

"Mau nakal lagi gak?" tanyaku masih menarik telinganya. Ia masih meringis kesakitan karna ulahku.

"Gak kak ampun deh gak bakalan nakal lagi"

"Janji?"

"Iya kakak sayang Robi janji deh"

"Sayang?" tanyaku bingung.

"Em... Iya maksudnya Robi sayang kakak, kan ka Raffi kakaknya Robi?

"Ah kamu ada-ada saja"

"Kak Raffi buruan mandi sana, tar masuk angin loh pake baju basah gitu"

"Ye.. Yang basahin siapa coba?" Robi malah kembali cengengesan. Aku sangat senang melihat Robi selalu tersenyum. Semoga senyuman itu akan selalu ada di wajahnya.

***

Hari sangat cepat berlalu tak terasa malampun telah tiba. Malam ini aku sedang duduk di teras sendirian. Semakin lama aku semakin teringat dengan keluargaku di Desa. Rasanya aku ingin sekali pulang, tapi rasanya tak mungkin karna aku hanya akan menjadi aib bagi keluargaku.

"Hei kak lagi apa?" tanya Robi. Ia duduk disebelahku.

"Eh Robi..? Lagi santai saja, ada apa?"

"Bantuin masangin sampul buku dong kak, kan buku Robi banyak cape masang sendirian" katanya dengan nada manja.

"Yasudah yuk ka Raffi bantuin" aku mengikuti langkahnya menuju kamar dan membantunya. Saat sampai dikamar kulihat di atas ranjang sudah berserakan buku-buku tebal beserta sampul-sampulnya.

"Ye.. Kok di brantakin gitu Bi?"

"Abis cape tau kak dari tadi sendirian" keluhnya.

"Hem.." gumamku. Aku mencoba meberes kan buku-bukunya dengan menyusun menjadi dua bagian agar tak terlalu tinggi, kemudian aku memasang sampulnya.

Robi tak hanya tinggal diam ia ikut sibuk memasang sampul-sampul itu ke buku yang belum dipasang sampulnya.

"Kak sekalian kasih namanya dong!" pintanya manja.

"Ye.. Di kasih hati minta kepala ni?"

"Hehe kan sekalina kak"

Satu-persatu akhirnya semua buku sudah terpasang sampu kertasnya dan sekarang tahap penulisan nama.

"Memangnya nama kamu siapa Bi?" tanyaku menolehnya saat tangan kananku sudah berada di kolom nama yang sudah di sediakan.

"Robi Putra Pratama kak"

Aku segera menulis nama lengkapnya di sampul buku yang sudah di sediakan. Satu per satu aku menulis namanya di setiap buku secara berurutan membuat tanganku lumayan pegal. Selama aku menulis nama dibukunya Robi, ia menatapku tak mengalihkan pandandanganya. Aku meliriknya dan memberhentikan aktivitas menulisku.

"Kok liatin ka Raffi seperti itu Bi, ada apa memangnya?"

"Gak papa kok kak, ka Raffi cakep, ka Raffi sudah punya pacar belum?"

Deg!

Aku merasa saat ini suasana kamar ini berubah menjadi canggung. Aku memang sangat tak suka setiap orang menanyakan pertanyaan ini, apalagi yang menayaka saat ini hanya anak SMP yang sangat kepo menurutku.

"Kenapa nanya gitu Bi?"

"Gak papa kak Robi cuma nanya aja kok, masa nanya gitu doang gak boleh? Jawab dong kak!" aku berpikir sebentar kemudia memilih menjawabnya, dari pada nanti dia marah lagi denganku seperti tadi.

"Belum Bi" singkatku. Aku melanjutkan menulisku.

"Kenapa gak cari kak?"

"Ah sudah lupakan jangan di bahas lagi ya Bi!"

Terlihat sebuah kekecewaan di wajah Robi saat aku tak melanjutkan obrolan yang ia pilih topinkya. Lagi pula kan dia masih kecil kenapa musti tanya-tanya hal seperti itu. Harusnya kan di usianya masih belajar dan belajar. Aku segera menyelesaikan tugasku membantu Robi malam ini.

Hari sudah larut malam kini aku membaringkan tubuhku di sebelah Robi berharap hari esok akan lebih baik dari hari ini.

***

-Meli POV-

Sudah beberapa hari adiku Raffi tak pulang kerumah, kemana dia? Apa dia baik-baik saja di luar sana? Aku sangat menghawatirkanya. Karna adiku Raffi tak terbiasa hidup jauh dari orang tuanya. Apa dia disana bisa mendapatkan uang untuk membeli makanan? Aku mencemaskanya, apakah saat ini ia sudah makan atau sedang kelaparan? Ya Tuhan.. Lindungilah adiku!

Ibu sekarang berbaring terkulai lemas di ranjangnya, saat ia di tinggal Raffi pergi satu hari tubuhnya lemah dan jatuh sakit. mungkin karna terlalu banyak fikiran hinggga daya tahan tubuhnya melemah. Aku semakin tak tega melihat wajah ibuku yang sangat pucat seperti itu.

"Ndok.. Adikmu Raffi sudah makan belum ya?"

Kata itu yang selalu ibu tanyakan padaku saat di jam-jam Raffi biasa makan. Aku sangat kasihan dengan Ibu, penyesalan memang selalu datang terlambat.

Hari ini aku akan mencari Raffi karna Ibu juga menginginkan Raffi, putra bungsunya kembali pulang kerumah dan di pelukanya.

Aku segera membereskan beberapa lembar kertas HVS yang sudah tercetak foto Raffi yang aku rental kemrin, dan hari ini aku akan memasang dan menempel dipusat-pusat kota sebagai iklan orang hilang.

"Buk Meli berangkat dulu ya?" kataku sambil mencium tangan kananya

"Iya hati-hati ya ndok?"

"Ya buk"

Setelah semua kurasa siap aku menuju motorku dan menyalakanya. Baru saja aku berjalan beberapa putaran ban, Meisya muncul di depanku menggunakan mobilnya. Seketika aku berhenti dan Meisyapun keluar dari mobilnya.

"Mau kemana kak?" tanya Meisya.

"Ini Sya mau cari Raffi sekalian mau pasang ini di pusat kota, ya siapa tau ketemu"

"Raffi belum ketemu ya kak?"

"Belum Sya" jawabku di barengi dengan gelengan kepala.

"Meisya ikut kak Meli ya, sekalian pake mobil Meisya aja kak?"

"Yasudah kalo gitu" aku mengembalikan motorku di teras rumah dan meninggalkanya.

Aku dan Meisya mulai keluar dari gang dan melaju di jalan raya. Semenjak Raffi pergi dari rumah, Meisya sering datang kerumah untuk sekedar menanyakan perkembangan kabar tentang Raffi. Ia mengaku temen dekatnya Raffi, tapi kalo kulihat dari perhatianya sih Meisya sepetinya menyimpan perasaan dengan Raffi. Karna aku wanita jadi aku bisa menganalisa tentang perhatian dan kepedulian Meisya terhadap Raffi. Kasihan si Meisya, kalau saja Meisya tau tentang Raffi seperti itu, pasti ia akan sangat kecewa.

"Kita mau kemana kak?" tanga Meisya.

"Em.. Kita mulai ke terminal dulu ya Sya, abis itu kita ke pangkalan ojek sekalian nanya-nanya disana!"

"Iya kak baiklah" Meisya melajukan mobilnya dengan cepat. Melewati gedung-gedung dan puluhan ruko-ruko. Aku yang duduk di sebelah kiri Meisya selalu menoleh kejendela kaca mobil berharap sosok Raffi segera kutemukan.

Perjalanan 4 jam telah kami lalui. Aku dan Meisya telah sampai di terminal pusat kota. Meisya segera memarkirkan mobilnya dan kami mulai turun dari mobil.

Aku meminta izin pada setiap ruko dekat terminal untuk menempel satu-persatu foto Raffi disana. Sebagian besar mengizinkan, tapi ada juga beberapa yang tak memberi izin.

"Permisi Pak, mau nanya pernah liat orang ini gak?" tanyaku pada salah satu tukang ojek yang sedang duduk santai di pangkalanya.

"Gak tau mbak!"

"Oh makasih pak"

Aku dan Meisya kembali berjalan, menepel. Beberapa foto di pohon yang ada di area terminal.

"Pak-pak pernah liat anak ini gak?" tanya Meisya pada seorang bapak-bapak yang berlalu di depan kami.

"Maaf neng bapak tidak tahu"

"Makasih pak"

Mencari seseorang yang tidak tahu dimana keberadaanya memang sangat sulit, kulihat ada rasa putus asa diwajah Meisya, namun kuharap ini hanya sesaat saja.

"Kita kemana lagi kak?" tanya Meisya.

"Kita lanjutkan perjalanan lagi yuk?" Meisya mengguk dan dengan cepat kita melangkah kan kaki menuju mobil dan berpindah ketempat lain.

Kami terus berselancar di jalur jalan raya yang sangat ramai, mataku menyapu semua yang ada di depanku. Namun se
kektika aku melihat Raffi.

"Sya berhenti!" ucapku sedikit teriak. Mataku masih menatap Raffi seolah tak mau kehilangan jejaknya. Meisya meminggirkan mobilnya. Aku segera turun dan berlari mendekati Raffi.

"Raffi?" teriaku sambil berlari kearahnya. Sepertinya ia tak mendengar panggilanku karna ia tak menolehku. Aku berlari kecil menghampirinya.

"Raffi ini mbak Mel" kataku saat tiba di sampingnya. Ucapanku terhenti saat orang yang kudapati ternyata buka Raffi. Pantas saja ia tak menoleh saat aku memanggilnya karna namanya buka Raffi. Tapi dari belakang sekilas sangat mirip dengan adiku Raffi.

"Eh maaf dek, salah orang" ucapku dengan sedikit menahan malu.

"Oh iya kak gak papa" jawabnya. Aku lalu meninggalkanya dan kembali kemobil Meisya.

Kami melanjutkan perjalanan mencari Raffi ke suatu tempat yang lain berharap Raffai cepat kami temukan karna Ibu selalu menunggunya di rumah.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar