Kamis, 14 Januari 2016

KAKA ANGKATKU
Part 06
By: Aby ILham Anggara

--

--PUTRA POV--

Pagi ini aku terbangun dengan tatapan yang sangat pilu. Entah kenapa rasa sesalku masih slalu saja bersarang dalam benaku. Kudengar ada guyuran air dikamar mandi dan kalau bukan kak Bima pasti kak Davis yang sedanga di dalam sana. Aku segera bangun dan duduk di tepi ranjang, ntahlah mengapa aku merasa sesal yang begitu dalam, bukankah aku semalam memang tak melarang kak Davis melakukan itu padaku? Bukan kah aku juga menikmati perlakuan kak Davis hingga akhirnya aku mengeluarlan cairan sperma? Lalu rasa sesal apa ini? Aku tak tau dan aku baru kali ini mengalaminya. Errrrrgh rasa yang membingungkan!

"Kamu bulum mandi Put?" Tanya kak Bima yang baru saja datang, namun kok terlilit handuk di pinggangnya? Pasti kan Bima mandi di kamar mandi lain akibat antri. Berarti yang sedang mandi di dalam dari tadi kak Davis dong?.

"Eh belum kak, masih antri" Jawabkh sekenanya. Kak Bima berjalan menuju pintu kamar mandi.

"Woi buruan mandinya, adek gue juga mau mandi!" Teriak kak Bima sambil menggedor pintu kamar mandi.

"Iya iya sabar bentar lagi juga selesai" Sahut kak Davis dari dalam kamar mandi.

"Lagian lo mandi lama amat udah seperti anak perawan aja Vis" Kak Bima baik banget dia perhatian denganku, ah tapi kenapa pandanganku selalu keselakangan kak Bima? Mungkin aku ingin melihatnya sekali lagi kali ya, ah tapi mana mungkin dan sepertinya hal itu gak bakalan terulang lagi.

"Gue sudah selesia" Kata Kak Davis cengengesan. Kenapa sekarang aku kalo mamandang kak Davis terasa canggung dan juga rasa benci ya? Kalo canggung si wajar kali mungkin efek tadi malam karna dia memegang burungku, tapi kalo benci kenapa aku membencinya? Apa karna perlakuanya tadi malam? Tapi kan bukankah aku menikmatinya? Jadi kenapa sekarang aku membencinya? Ah.... Aku sangat pusing tentang hal yang tak kumengerti maksudnya.

"Put mandi gih, kaka udah selesai kok" Perintah kak Davis.

"Iya kak" Aku hanya menjawab singkat dan berlalu meninggalkannya.

* * *

"Put yuk ikut dibelakang kak Davis saja, sesekali gak papa kali jangan sama kak Bima terus" Aku menoleh ke kak Bima dan kak Bima mengangguk tanda mengizinkan, namun sekali lagi aku seperti ada rasa benci ke kak Davis.

"Makasih kak, tapi Putra mau di bonceng sama kak Bima ajalah" kudapati muka kak Davis seperti kecewa karna aku tak mau dibonceng olehnya. Padahal tadi pas nawarin terlihat wajahnya tersenyun sangat ceria. Namun aku tak peduli karna aku tak menyukai kak Davis dan aku hanya mencintai kak Bima kaka angkatku.

Setelah aku duduk di belakang kak Bima, kak Bima langsung melajukan kendaraanya. Tak perlu lama kamipun akhirnya sampai di sekolah. Kak Bima dan kak Davis masih sibuk memarkirkan motornya dan aku segera meminta izin berpamitan.

"Kak Bima aku langsung kekelas ya?"

"Iya Put selamat belajar ya!"

"Kok ama kak Davis gak pamitan Put?" Protesnya.

"Iya kak Davis, Putra kekelas dulu ya" Kak Davis hanya tersenyum dan menurutku itu senyum terpaksa. Aku yakin kak Davis menyadari perubahan sikapku yang sangat drastis padanya, namun akupun tak bisa membohongi perasaanku dengan berpura-pura baik seperti biasanya, hal itu hanya akan menyakitkan untukku.

Aku berjalan santai menuju kelasku dan masih dengan rasa yang campur aduk tentunya. Sampai di kelas belum kudapati adanya Tio teman sebangkuku dan tasnya pun belum ada, berarti dia belum datang pikirku.

"Hei Put udah masuk sekolah lo?" Ternyata Edo datang lebih dulu dan duduk di sebelahku, aku yakin ada banyak hal yang ingin ia ceritakan denganku kan sudah lama kami tak bertemu.

"Iya Do, aku hari ini baru masuk pasti banyak pelajaran yang aku lewati ya?" Edo tersenyum.

"Tenang saja Put lo bisa pinjem buku gue kok" Wah akhirnya aku bisa tersenyum di buat Edo, tak seperti tadi yang selalu tak karuan.

"Makasih ya Do, kamu mang teman yang baik"

"Santai aja Put, gue juga senang kok kalo bisa bantu lo, nih bukunya!" Sekali lagi aku tersenyum kearahnya.

"Oya Put sorry ya waktu lo di rumah sakit, gue dan Tio cuma nengokin lo bentar, soalnya pas waktu itu ada tugas kelompok gitu"

"Iya gak papa kok Do, santai aja, lagian aku sekarang udah sembuh kan?"

"Eh pagi-pagi lagi ngerumpiin apa sih? Udah kek ibuk-ibuk arisan aja" Kata Tio yang baru saja datang.

"Sembarangan kita di bilang ibu-ibu" Timpal Edo tak terima.

"Eh Put udah sembuh lo?"

"Iya Yo, nih udah masuk sekolah lagi"

"Do balik sana ke bangku lo sempit tau!" Ucap Tio yang merasa tidak nyama dengan tempat duduknya. Memang sempit sih kalo bertiga seperti ini tapi aku tak mempermasalahkanya lagi pula kan Edo pasti kangen pengen ngobrol denganku.

"Eh Yo lo pelit amat sih, masa gue di usir"

"Biarin!"

* * *

"Put kantin yuk?" Aku yang sedang jalan menuju perpustakaan berhenti dan menoleh kebelakang. Hemzz kak Davis lagi ternyata.

"Maaf kak Putra belum laper!"

"Lo kenapa sih Put tiba-tiba sikap lo aneh gini? Kalo kaka ada salah kaka minta maaf" Aku tak menghirauka perkatanya, perlahan memutar pandanganku dan berlalu darinya.

"Pura tunggu!" Kak Davis menarik tanganku dan mengajakku ketaman belakang sekolah.

"Ngapain sih kak kita kesini?"

"Ada yang mau kaka omongin sama kamu Put" Saat ini keheningan terjadi karna tak ada suara antara aku dan kak Davis. Mata kak Davis menatapku dalam-dalam dan akupun tak tau apa yang akan di bicarakanya.

Kak Davis memegang kedua tanganku dan dapat kurasakan tanganya sangat bergetar. Ntah karna apa akupun tak mengetahuinya.

"Put kakak suka sama kamu, dan kak Davis sayang sama kamu Put!"

Deg!! Keheningan pun kembali terjadi aku menundukkan kepalaku, Aku tak menatapnya saat ini. Kenapa kak Davis yang nyatai perasaan ini? Padahal aku tak pernah berharap sama sekali karna aku hanya menganggapnya sebagai kakak saja dan gak lebih. Kuberanikan menatap matanya dan saat ini mata kak Davis masih menatapku dengan tatapan serius. Jujur aku sangat kasihan melihatnya seperti ini tapi aku hanya berharap kak Bima yang nyatain rasa sayang ini ke aku, bukan kak Davis.

"Maaf kak, tapi Putra gak bisa membalas rasa kaka" Ucapku dan menarik tanganku dari tanganya.

"Kenapa Put? Lalu kenapa semalam kenapa Putra membiarkan kaka melakukan itu?"

Aku tak bisa lagi memberi penjelasan tentang semalam dan asal kakak tau aku sangat menyesal melakukan itu, namun saat ini aku tak mau mengatakan pada kak Davis.

"Putra jawab!!"

"Maaf kak aku harus pergi, makasih ya kak atas perhatian dan kebaikan kak Davis selama ini"

"Putra tunggu Put!!"

Dengan berat aku melangkahkan kakiku dan pergi meninggalkan kak Davis, sebenarnya aku tak tega tapi dari pada aku harus memberi harapan palsu pasti itu akan terasakan lebih menyakitkan kak Davis, jadi kurasa inilah keputusan terbaik yang terpaksa ku pilih.

"Putra tunggu kaka Put!!" Teriak kak Davis.

Aku sngat jelas mendengar suaranya pasti saat ini kak Davis sangat kecewa denganku. Aku merasa sangat bersalah namun aku hanya bisa menitihkan air mata dan tak berani menoleh kearahnya. Aku terus berjalan dan akhirnya sampai di depan sekolahku.

* * *

"Adek kak Bima kenapa sih kok melamun, kek lagi galau gitu? Hayo pasti udah main pacar-pacaran ya?" Aku yang sedang duduk diranjang hanya menghela nafas, lagi pula aku juga tak mungkin menceritakan pada kak Bima.

"Putra kenapa kok di tanya malah diam? Putra lagi ada masalah?" Saat ini pertanyaan kak Bima beralih serius dan memandangiku. Pasti kak Bima sedang menunggu jawabanku.

"Gak papa kok kak, cuma lagi gak mood aja"

"Bima...!" Teriak mama yang belum sampai di depan pintu kamarku.

"Mama apaan sih treak-treak, Bima gak budek kali ma"

"Ih anak mama bawel amat sih, tolong beliin obat asma papa ya sayang, obat papa sudah habis lagi!"

"Apotik lagi-apotik lagi" Protes kak Bima

"Ya mama mau minta tolong sama siapa lagi dong sayang kalo gak sama kamu? Sama Putra?"

"Eh apaan Putra belum hafal jalan kali ma lagian baru kesana satu kali yang ada nyasar gak bisa balik iya"

"Yasudah makanya buruan udah ditunggu papa tuh!!"

"Kak aku ikut ya?" siapa tau aku bisa menghilangkan kesedihan dan rasa bersalahku ke kak Davis.

"Yuk"

Aku dan kak Bima melaju menggunakan mobil. Malam ini cukup ramai dan ada sedikit jalan macet yang kami lalui. Kulirik kak Bima sepertinya sedang bahagia, sangat kontras dengan keadaanku yang sangat kacau. Tak perlu lama kamipun sampai di Apotik yang pernah kami kunjungi beberapa minggu lalu.

Di Apotik ini lagi-lagi sangat ramai dan lagi-lagi kak Bima harus antri untuk menebus obat untuk papa. Akusih sabar saja menunggu di kursi panjang yang telah disediakan lagi pula kalo di rumah juga kan pasti bete.

"Yuk Put!"

"Sudah ya kak?"

Aku berjalan mengekor di belakang kak Bima.

"Tia?" Ucap kak Bima pada perempuan yang baru saja akan menuju Apotik.

"Bima..!"

"Ngapain lo disini?" Tanya kak Bima pada perempuan itu

"Ini Bim mau tebus obat buat mama, kebetulan kakak lagi ada urusan jadi terpaksa gue sendiri yang nebus obatnya"

"O.."

Kuperhatikan cewek ini sangat mirip dengan foto cewek di hp kak Bima yang pernah diliahatkan padaku, berarti? Ini toh orangnya cantik sih bahkan lebih cantik dari fotonya. Ah jadi tambah bete kan liat kak Bima malah asik-asikan ngobrol sama cewek lagi.

"Eh iya Tia kenalkan ini Putra adikku!"

"Hai gue Tia" Ucapnya ramah dan mengulurkan tangan. Aku masih kesal dengananya akupun diam tak membalas sapaanya.

"Putra!!" Kak Bima menyikut perutku.

"Em.. Iya aku Putra" Dengan berat bibirku kupaksakan senyum dan membalas jabat tanganya.

"Kamu manis banget Put! Aku hanya berusaha meperlihatkan senyum meski memaksa.

"Kak ayo buruan pulang, obatnya sudah di tunggu papa loh dan mama tadi pesan suruh cepat kan?"

"Eh Ya gue duluan ya, sampai besok ya Tia"

Apaan sih kak Bima ganjen amat jadi cowok bikin aku makin gak mood aja. Kak, asal kaka tau aku itu sayang banget sama kakak dan kenapa sih kakak gak peka? Jujur aku gak suka kalo kak Bima dekat-dekat dengan para cewek dan itu hanya membuat aku cemburu. Aku tak tau sampai kapan harus memendam perasaan ini, tapi yang pasti aku akan selalu menyangi kak Bima. Aku tau rasa ini salah tapi aku tak mau berhenti menunggu kak Bima membalas rasa sayang yang kumiliki.

***

Kak Bima langsung masuk kedalam dan mengantarkan obat yang telah di pesan papa. Aku berhenti dan duduk di teras depan rumah.

Kenapa rasanya sakit bangt ya saat kita mencintai seseorang tapi tak bisa mengungkapkan dan melihatnya dekat dengan yang lain itu hanya membuatku semakin hancur. Apa aku gak gentle? Bukan itu, inikan kisah asmara antara cowok dan cowok jadi tak mungkin aku mengungkapkanya, lagi pula kan kak Bima straight jadi mana mungkin aku berterus terang.

Arrgh.. Kenapa sih aku gak suka cewek saja? Kenapa aku harus suka sama kak Bima yang jelas-jelas dia straight? Ini sangat menyakitkan bagiku. Tapi aku yakin kalian juga pernah kan mengalami kisah sepertiku, rasa yang tak wajar dan tak mungkin di ungkapkan. Rasanya bikin sesak didada.

Aku mengambil foto Ayah, Ibu, Aku dan adiku Riko yang ukuranya hanya 3×4. Foto ini adalah foto satu-satunya yang kupunya dan selalu aku bawa kemanapun ku pergi. Walau sudah sedikit kusam namun masih bisa terlihat jelas wajah mereka yang sesang tersenyum dan aku saat ini memandangi foto mereka.

Yah, Buk! apa kalian disana baik-baik saja? Gimana kabar adek Riko buk? Apakah kalian juga sedang tersenyum seperti di foto ini? Putra kangen Buk. Putra pengen kumpul bersama lagi seperti dulu. Kurasa setetes air mataku terjatuh.

Yah, apa ayah waktu pertama kali merasaka jatuh cinta juga sakit seperti yang Putra rasakan saat ini? Rasanya sakit banget Yah Putra gak kuat. Putra suka sama kak Bima kaka angkatku Yah dan Putra sayang sama dia. Apa Putra salah? Apa cinta ini terlarang? Kalo memang iya kenapa rasa ini harus ada? Bukankah hanya akan membuatku semakin tersiksa?

Kurasa pertanyaanku akan sia-sia, lagi pula Ayah tak ada disini jadi percuma juga aku bertanya.

"Loh kok diluar Put, kenapa gak masuk? Kan disini dingin" Ternyata ada kehadiran mama, aku langsung menyapu air mataku, walau percuma karna mataku pasti masih tetap terlihat merah.

"Ngga papa kok ma, Putra lagi pengen diluar aja"

"Loh ko mata kamu merah Put? Kamu habis nangis? Kalo ada masalah cerita dong sayang sama mama!!"

Aku menoleh ke mama dengan tatapan sedu dan rasanya pengen banget di peluk dan bersandar dipundak mama, karna rasanya sakit banget dan aku merasa raput saat ini.

"Ma, Putra.."

"Putra, ko malah nangis lagi, kamu krnapa sayang? Cerita dong sama mama!!" Kini keinginanku terwujut mama langsung meluku dengan penuh kasih sayang dan tangisku semakin menjadi dipelukanya.

Sebenarnya Putra juga pengen cerita ma, tapi rasanya tak mungkin hal ini di ceritaka sama mama, aku tak ingin membuat mama kecewa. Aku sedikit terasa tenang saat ini berada dipelukan mama dan perlahan mama melepas pelukanku.

"Sekarang cerita ya sama mama. Sebenarnya ada apa si Put sampe buat kamu nangis gini gak seperti biasanya ?" Mama masih menatapku dalam-dalam dan menghapus sisa air mataku.

"Putra kangen sama Ayah, Ibuk dan Adek Riko ma" Sebenarnya yang membuatku menangis adalah rasa sakit karna aku dan kak Bima, namun itu tidak mungkin diceritakan ke mama. Tapi memang kenyataan saat ini aku juga lagi kangen sama kedua orang tuaku.

"Wajar sih kalo kamu kangen sama orang tua kamu kan memang sudah lama kalian tak bertemu. Kamu bisa sedikit beri gambaran wajah mereka Put?"

Aku memberikan foto yang dari tadi ku pegang di tanganku.

"Hanya itu satu-satunya foto yang aku punya ma" Mama meraihnya dan tersenyum. Aku merasa bingung sendiri dengan tingkah mama, kenapa mama tiba-tiba tersenyum? Entahlah.

"Sekarang kamu masuk ya Put, sudah malam, angin diluar sini sudah tak baik untuk kesehatan!"

Aku hanya mengangguk dan berlalu meninggalkan mama.

* * *

Perlahan aku berjalan dan menuju kamarku. Pasti kak Bima ada di dalam, gimana kalau dia tau aku habis nangis pasti yang ada aku di ledekin iya. Soalnya kan kak Bima suka usil juga orangnya.

Saat sampai didepan pintu aku berhenti dan menghapus air mata yang tersisa. Perlahan ku buka pintu dan terlihat kak Bima sedang memainkan hp nya dan bersandar di ranjang. Aku berjalan pelan seolah tak terjadi sesuatu.

"Putra kenapa kok matanya merah gitu? Em.. Kak bima tau pasti lagi galau ya?, yakan? Cie cie adek kak Bima udah mulai main suka-sukaan sama cewek, coba sini liat udah gede belum sih adek kakak?"

Tuhkan-tuhkan dugaan Putra benar kak Bima pasti malah ngeledekin, ngeselin banget sih. Namun aku masih diam duduk di dekatnya dan tak bersuara sedikitpun.

"Ih jutek amat, ditanya malah gak jawab!"

Apa aku curhat saja kali ya ke kak Bima? siapa tau aku jadi terasa lebih legah dan tenang. "Kak Putra boleh curhat gak?"

"Boleh Put memangnya mau cerita apa?" Tanya kak Bima mulai serius. Aku menghela nafas menoleh ke kak Bima sebentar dan kembali menatap ke arah depan dengan tatapan kosong.

"Kak Bima pernah gak mencintai seseorang, tapi kita tak bisa mengungkapkanya? Dan hanya menahan sakit dan cemburu saat dia dekat dengan yang lain?"

Kak Bima tersenyum mendengar pertanyaanku barusan, mungkin menurutnya aneh kali? Entahlah.

"Kalo kita benar-benar suka dengan seseorang kita harus perjuangkan dong dan harus berani mengungkapkan padanya. Kenapa tak bisa mengungkapkan? Kamu takut? Malu? Atau gak PD? Biasa saja kali Put lagi pula kan Adek kak Bima udah gede pasti berani lah"

Apaan sih kak Bima ngomongnya enak banget, ngomong sih memang enak kak tapi kalo kak Bima ada di posisi Putra aku yakin kak Bima pasti akan bersikap dan ngelakuin hal yang sama seperti yang aku lakuin. Kak aku sayang sama kakak, kenapa sih kakak gak pernah tau perasaan Putra? Gumanku dalam hati

"Put? Putra...! "

"Eh iya kak?"

"Yaelah malah diem. Nih ya kakak kasih tau. masih ingat kan sama Tia yang ketemu di Apotik tadi itu loh? Nah kakak itu suka banget sama dia. Rencananyasih tadi siang mau kakak tembak tapi kek nya waktunya belum tepat, jadi masih nungguin waktu yang tepat. Tapi sebenernya kalo kakak nyatain kedia tadi siang kakak yakin banget kalo dia bakalan langsung nerima kakak, nah kamu juga gitu Put harus nunggu waktu yang tepat untuk nembak dia!!"

Tia lagi yang di omongin!!
Kak Bima kapan sih bener-bener bisa ngertiin perasaan aku? Kan jadi tambah bete. Kak bisa gak sih gak usah bicara tentang cewek yang deket sama kakak, aku sakit hati tau kak dan aku gak pernah rela kakak pacaran dengan siapapun.

"Uda ah kak Putra bete, Putra lagi males ngomong"

"Put mau kemana?"

Aku diam tak menjawab pertanyaan kak Bima. Aku kembali keluar di teras, tapi kali ini di teras depan kamarku dan kak Bima. Aku melihat cahaya bulan yang sinarnya sangat terang. Kurasa sangat kontras dengan keadaan hatiku yang sangat kacau. Kurasakan ponselku bergetar segera kulihat, ternyata kak Davis menelfonku. Mau apa lagi sih kak Davis? Apa dia masih belum menyerah? Panggilanyapun tak kuhiraukan hingga dua panggilan tak terjawab.

Kak Davis maafin Putra ya gak bisa angkat telfon kakak, aku gak mau buat kakak sedih lagi karna aku gak bisa membalas rasa sayang kakak ke aku. Tapi asal kak Davis tau aku juga merasakan hal yang sama saat aku tak bisa mengungkapkan rasa yang kumiliki ke kak Bima.

* * *

Hp ku kembali lagi bergetar dan mataku kembali melirik kearahnya. Namun itu disertai nada BBM yang sangat singkat. Segera kubuka.

Kak Davis
Putra kenapa gak di angkat? Putra masih marah ya sama kak Davis?
Tolong temui kakak sekarang di depan rumah!

Segera ku menoleh kearah depan rumah, namun tak kudapati sosok kak Davis, dengan ragu aku beranjak dari tempat duduku.

"Mau kemana Put? Kok buru-buru gitu?" Tanya kak Bima saat aku berlalu didepanya.

"Em.. Mau keluar bentar kak" Tanpa menunggu lama aku langsung berjalan keluar kamar dan menemua kak Davis.

Mana sih kak Davis katanya sudah di depan rumah? Mau ngapain coba malam-malam gini?

"Putra?" Panggil kak Davis.

Aku mendekat kearahnya. "Ngapain sih kak malam-malam gini nekat datang juga?"

"Yah kok Putra galak gitu sih sama kakak, nih kakak bawaain martabak buat kamu, enak loh" Kini kak Davis menyodorkan martabak kepadaku.

"Udah ah kak Putra lagi males mendingan kakak Pulang aja!!" Kak Davis diam mematung dengan tatapan kecewa. Mungkin aku terlalu kejam baginya sampai mengusirnya, namun aku tak mau kejadian kemarin malam terulang dan rasa bersalahku sampai saat ini juga masih ada.

"Put? Segitu hinanya kah kak Davis dimata kamu sampai kamu tak mau bicara dengan kakak lagi?" Kini tatapan kak Davis menatapku berubah menjadi tatapan sedu, seketika hatiku meluluh dengan kata-katanya barusan. Aku masih diam dan tak mengeluarkan kata sedikitpun, karna saat ini mulutku diam terasa seperti terkunci.

"Put kak Davis sayang sama kamu Put, bisa kan kita menjalin hubungan? Kak Davis memegang tanganku dan menatap dalam-dalam. Tuhan.. Kenapa mulutku tak bisa bicara? Kenapa terasa berat saat aku ingin berkata sesuatu? Help me.

"Putra!!" Suara seseorang dari belakang memanggilku. Aku sangat takut dan mataku terbelalak seperti mau copot.

(Bersambung...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar