Rabu, 27 Januari 2016

Karena Dirimu
Part 11
--------------
By. Aby Anggara
========================

***

Sore itu Igo terlihat sedang duduk melamun di tepi kolam renang sambil merendam kedua kakinya. Tatapanya kosong memandangi air bergelombang yang di sebabkn oleh kakinya sendiri.

Yang ada di benaknya saat ini hanyalah Ardi, sahabat sekaligus seseorang yang paling ia sayangi yang kini sudah menjadi milik orang lain.

"Maafin aku ya Go?" suara yang tiba-tiba memecahkan keheningan. Ardi berjalan pelan menuju Igo, lalu duduk di sebelah Igo dengan kaki yang mengikuti persis seperti posisi Igo.

"Maaf tentang apa Ar?" Igo menoleh Ardi, terlihat penyesalan yang sangat mendalam di wajah Ardi.

"Karna aku sekararang lebih sibuk dengan Denis. Tapi demi persahabatan kita aku rela kok Go putus dengan Denis agar kita bisa tetap sama-sama seperti biasanya" sontak Igo menoleh lagi ke arah Ardi, sebagai sahabat yang baik, Igo tentu saja tak mau merusak kebahgiaan sahabatnya sendiri walau dirinya yang harus menderita.

"Gak, itu gak boleh terjadi Ar! Aku tau kamu udah bahagia banget karna cinta kamu yang sudah terbalas, dan aku ikut bahagia kok" Igo memberi senyuman pada Ardi walau hatinya sedang terluka.

"Tapi Go-"

"Sudahlah, masalah yang tadi lupakan saja ya, dan anggap gak pernah terjadi!" Igo menepuk pundak Ardi.

Ardi mengguk pelan di barengi dengan senyuman. Kali ini Igo berhasil meyakinkan sahabatnya, Igo memang sangat pandai menyembunyikan sesuatu yang benar-benar ingin ia sembunyikan. Pdahal di dalam hati Igo masih tergambar jelas goresa luka yang masih sangat segar. Namun ia akan selalu berusaha membuat Ardi bahagia walau dirinya akan selalu merasakan penderitaan.

***

Suara pintu kamar Denis terketuk dari luar, Denis yang sedang memainkan ponselnya seketika malihat kearah pintu kamarnya yang masih terus bersuara semakin berisik.

"Iya-iya bentar!" dengan malas dan menggerutu Denis beranjak dari tempat tidurnya, lalu berjalan menuju piintu kamarnya. Ketika pintu setengah di buka, Rara mamandangi Denis dari atas kepala hingga ke ujung kaki.

"Yaampun Denis sudah jam tujuh kok belum siap-siap?"

"Ka Rara tolong dong kali ini saja ngertiin Denis, Denis gak mau Kak"

"Tuhkan mulai bantah lagi sama Kakak?"

"Tapi kak Denis-"

Ucapan Denis terhenti saat Rara menerobos masuk kedalam kamarnya. Rara menuju almari yang berada di samping tempat tidur Denis. Denis memutar tubuhnya, mengeryikkan dahinya sambil menggaruk kepalanya karna melihat Rara yang sedang sibuk memilihkan baju yang cocok untuk di pakai Denis malam ini.

Sekuat apapun Denis menolak perintah Rara, namun sepertinya ia tak akan pernah berhasil.

"Nah ini kayaknya cocok deh" kata Rara tersenyum sambil mengamati baju kemeja warna hitam berlengan panjang, lalu pandanganya tertuju pada Denis. "Pake yang ini saja Nis pasti cocok" ujar Rara menyerahkan baju kemeja itu dan celana jeans abu-abu panjang pada Denis. Denis masih diam mengamati pakaian yang di sodarkan oleh Kakanya.

"Tapi Kak?"

"Udah pokonya ka Rara gak mau tau kamu harus pake ini!" ujar Rara masih menyodorkan baju dan celana itu. Denis masih diam tak bergeming mamandangi baju yang ada di tangan Rara lalu menatap wajah Rara ragu. "Ayo buruan, apa perlu ka Rara yang pakein baju dan celana kamu?"

"Eh apaan sih kak, Denis udah gede kali" protesnya. Dengan ragu Denis menerima baju dan celana pilihan Rara yang dari tadi sudah menunggunya.

"Ka Rara kasi waktu 10 menit harus sudah siap" Rara lalu pergi meninggalkan Denis di kamarnya. Denis masih diam melihat Rara yang berjalan kearah pintu kamar dan meninggalkanya.

Rara memang tak akan cepat bosan, bahkan ia rela berdiri sambil mondar-mandir didepan pintu kamar Denis. Dengan sangat gelisah Rara sesekali melihat jam di tangan kirinya. 10 menit sudah, pintu kamar Denis mulai terbuka dan Rara sudah sangat tak sabar melihat penampilan Denis yang akan pergi dengan sepupu temannya.

Rara memandangi tubuh Denis dari atas hingga kebawah, dahinya merngeryik karna hasilnya tak sesuai seperti yang Rara harapkan.

"Yaampun Denis... Masa cuma gini doang sih?" Rara menggelengkan kepalanya karna sangat kesal dengan tingkah Denis, sedangkan Denis hanya nyengir seperti orang tanpa dosa. Bagaimana Rara tidak kesal dengan Denis, Denis hanya memakai baju dan celana pilihan Rara tanpa memakai acessories tambahan. Sedangkan yang Rara harapkan adalah malam ini Denis terlihat sempurna di depan Denata.

Sebenarnya Denis sengaja melakukan ini karna ingin membuat Rara kesal dan juga Denis hanya ingin berpenampilan 'wah' saat ia kencan pertama dengan Ardi nanti. Rara menarik tangan kanan Denis kebali masuk kekamarnya dan memposisi Denis duduk diatas tempat tidurnya. Rara akan memperbaiki penampilan Denis yang sangat biasa-biasa saja, namun Denis hanya diam pasrah apa yang akan Rara lakukan pada dirinya, karna Denis tau walau ia protes tak akan pernah menang jika melawan Kakaknya.

Rara membuka jel pelembab rambut dan meratakan pada rambut Denis, kemudian menyisirnya dengan rapi lalu dibuat sedikit berantakan agar terlihat lebih natural. Kemudian Rara memasang jam tangan di tangan kiri Denis, lalu yang terakhir Rara memilihkan sepatu yang cocok untuk di pakai Denis malam ini. Rara tampat bingung saat memilih sepatu yang berderetan hingga menaruh jari telunjuk di bibirnya. Terlihat senyuman seketika di wajah Rara menandakan ia sudah menemukan sepatu yang cocok untuk Denis.

Ia mangambil sepasang sepatu itu dan membawanya pada Denis. Dengan sangat telitih Rara memakaikan kaos kaki di kaki Denis, lalu di ikuti dengan sepatunya. Denis terlihat bagai anak SD yang belum bisa memakai sepatu sendiri, karna malam ini ia mendapat perlakuan manja dari Rara. Tentu saja Rara rela melakukan ini pada Denis, karna ia tak ingin Adik satu-satunya itu menjadi seorang gay. Namun walau bagaimanapun hati Denis sudah terpikat oleh sosok Ardi dan sudah menjalin cinta terlarang diantara mereka.

Setelah selesai memakikan sepatu, Rara berdiri di depan Denis dan Rara menyuruh Denis berdiri. Rara membenarkan kerah baju Denis yang sidikit belum rapi, lalu sekali lagi Rara menatap Denis dari atas hingga kebawah secara berulang.

"Nah kalo gini kan enak liatnya, keren!" Rara bangga atas kerja kerasnya yang berhasil membuat Denis terlihat klasik dan elegan. "Nih uangnya Nis" Denis menatap Rara lalu dengan ragu ia menganbil uang itu.

Denis berjalan keluar kamarnya. Di dalam hatinya sangat kesal dengan tingkah Rara yang selalu saja mengatur hidupnya, tapi sampai saat ini Denis tak bisa untuk melawan Rara.

Denis memakai helmnya lalu menyalakan mesin sepeda motornya. Ia membuka kaca helm lalu menoleh kebelakang melihat Rara yang sedang berdiri bersandar di pintu dengan kedua tangan yang melipat diperutnya. Rara kemudian tersenyum sambil melambaikan tangannya kanannya.

Denis hanya membalas sedikit senyuman pada Rara mesti yang ia tampilkan senyuman terpaksa. Ia kembali menutup helmnya lalu melajukan kendaraanya dengan kecepatan sedang. Di otaknya saat ini hanya ada nama Ardi yang selalu saja tak bisa hilang dari benaknya.

Denis sudah sampai di depan Rumah temennya Rara, ia membuka helm dan menaruhnya di atas kaca spion. Denis mentap pintu Rumah yang masih tertutup rapat, kemudian dengan ragu ia berjalan menuju pintu rumah itu.

Baru saja Denis akan menekan bel yang ada di kanan pintu, tapi pintu itu sudah di buka lebih dulu. Tampak seorang perempuan berambut panjang dan luru dengan tampilan gaun putih mini yang menempel di tubuhnya. Denis menelan luda megidik melihat tampilan Denata yang seperti itu. Namun Denata malah tampak tercengang mengagumi sosok Denis yang sedang berada di depannya saat ini.

"Yaampun Denata, ada tamu bukannya di suruh masuk" Ujar Tantenya Denata.

"Eh iya Tan maaf, Nis kita masuk dulu bentar ya?"

Denis melihat jam yang ada di tangannya, raut wajahnya terlihat sangat gelisah.

"Em.. Kek nya gak usah deh"

"Loh kenapa Nis?" Denata menatap wajah Denis yang terlihat begitu sedu, mereka saling bertatapan.

"Aku boleh minta tolong sama kamu?"

"Mending kita cari tempat duduk saja dulu Nis biar enak ngobrolnya!"

Denis mengguk pelan dan Denata mengajak Denis ke Halaman depan yang suasananya memang tampak sepi. Denata duduk lebih dulu di kursi Taman, sedangkan Denis masih berjalan menuju Denata. Perlahan Denis duduk di depan Denata dengan kedua siku ia taruh di atas pahanya masing-masing. Kedua telapak tanganya saling berkaitan satu sama lain dan ia taruh di depan mulutnya.

Mereka masih diam tanpa ada yang memulai percakapan. Denata melirikan matanya kearah Denis sebentar kemudian ia menoleh ketempat lain seolah ia tak tak melihat sosok Denis yang sedang berada di depannya. Semilir angin malam menerpa mereka berdua yang sedang duduk di kursi itu tampak seperti memberi aba-aba jika percakapan di antara mereka harus di mulai.

"Em.. Mau minta tolong apa Nis?" Denata yang akhirnya mengalah memulai percakapan. Namun Denis malah memegang paha dekat lututnya lalu bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan beberapa langkah membelakangi Denata dengan kedua tangan yang melipat seperti orang kedinginan.

"Tolong jangan pernah meminta hal seperti ini lagi pada ka Rara ya!"

"Tapi kenapa Nis? Aku cuma minta di temani malam ini saja kok, dan gak lebih" Denata menatap punggung Denis yang masih membelalanginya.

"Bohong! Nata, kita baru kenal beberapa hari dan aku juga belum tau siapa kamu. Jadi tolong, jangan buat aku membenci kamu karna ulah ka Rara yang ia lakukan padaku" Denis berbalik arah, ia menatap Denata yang sedang terpaku pandanganya lurus kedepan. Denata lalu bangkit dari tempat duduknya tapi ia tak menoleh kearah Denis.

"Baiklah kalo itu mau mu, sekarang apa yang harus aku lakukan Nis?" Denata sedikit merlirik Denis.

"Gampang ko Nat, kamu cukup bilang ke ka Rara kalo malam ini kita jalan bareng, tapi jujur aku tak mau kita jalan bareng mal ini, paham?"

"Baiklah kalo itu yang kamu mau Nis" Denata pergi meninggalkan Denis dengan langkah sedikit berlari sambil mengusap pipinya, mungkin ia menangis saat meninggalkan Taman.

Tanpa pamit lagi Denis langsung saja menyalakan sepeda motornya dan melaju keluar pintu gerbang meninggalkan Rumah Denata. Ia tak peduli saat ia menyadari bahwa ucapannya tadi bisa membuat hati Denata sangat hancur dan tersakiti, tapi mau bagai mana lagi, hanya kalimat itu lah satu-satunya yang ia punya agar Denata tak mengganggu dirinya lagi.

Denis terus melajukan sepeda motornya menuju sebuah Mall. Karna kalo ia langsung pulang di jam seperti ini pasti Rara akan curiga padanya. Ia mengendari kendaraanya dengan sangat santai, menikmati suasana malam yang sehrusnya ia lalui bersama kekasihnya. Tapi saat ini keberuntungan sedang tak berpihak padanya, ia hanya bisa sabar menunggu waktu yang tepat untuk ia bisa menikmati suasana malam bersama Ardi.

Di jam seperti ini sedang ramai-ramainya pengunjung yang baru saja datang. Di saat ia mau masuk ke area parkiran saja ia harus antri untuk menebus karcis untuk sepeda motornya. Lumayan panjang, ia harus extra sabar untuk bisa masuk ke Mall itu.

Sekarang giliran Denis yang medapatkan kesempatan untuk masuk kedalam. Petugas mencatat nomor plat polisi di kendaraan Denis dengan mengetik kibort di depan layar monitor LCD yang berukuran 15". Setelah membayar, Denis kemudian di persilahkan masuk untuk memarkirkan kendaraanya di lantai basmen.

Setelah memarkirkan motornya, Denis naik kelantai atas mencari sesuatu untuk Ardi. Ia terus berjalan dan matanya sangat siaga melihat sesuatu yang sedang ia cari. Di lantai dua ia tak menemukannya. Denis tak menyerah begitu saja, ia melanjutkan naik ke lantai tiga.

Denis tersenyum saat ia melihat sesuatu. Ya itulah yang ia cari sejak tadi. Sebuah handphone. Perlahan ia mendekat dan melihat-lihat terlebih dahulu, saat di rasa sudah cocok ia langsung membayarnya. Senyumnya mereka saat memandangi sesuatu yang baru ia beli, dan ia yakin Ardi pasti akan menyukainya.

"Denis?" Denis yang merasa namanya terpanggil mencari seseorang yang telah memanggil namanya. .

"Igo?"

Igo berjalan menghampiri Denis yang baru saja beranjak dari tempat duduknya.

"Beli apa Nis?" tanya Igo sambil melihat sesuatu yang di pegang tangan Denis, Denispun melihat mengikuti mata Igo.

"Eh ini... Em aku mau kasih sesuatu buat Ardi" Igo mengguk-angguk.

"Oh.. Sekarang mau kemana lagi Nis?"

"Mau langsung pulang Go, kamu?"

"Aku juga mau pulang, boleh nebeng gak? Kamu sendirian kan?"

"Memangnya tadi kamu kesini naik apa Go?"

"Aku tadi sama temen Nis, dan baru sampe dia disuruh Nyokapnya pulang katanya sih ada urusan penting jadi aku males ikutan pulang bareng dia karna kami baru sampai, jadi aku suruh dia pulang duluan. Kamu sendirian kan?"

"Iya aku sendiruan kok, yuk Go!"

Denis dan Igo berjalan menuju lif turun dan tak lama mereka sudah sampai di lantau dasar.

"Aku cuma bawa helm satu, kita jangan lewat jalan raya ya Go, bahaya kalo ada razia"

"Iya Nis kita lewat jalan alternatif saja"

"Yuk naik Go!"

Igo melangkahkan kakinya dan duduk di belalang Denis. Perlahan Denis melajukan kendaraanya dengan kecepatan sedang. Selama di perjalanan mereka tampak tak banyak bicara, tampak seperti orang yang sedang bermusuhan.

Mereka tiba di depan gerbang Rumah Igo dan Igo pun turun dari belakang Denis.

"Gak mampir dulu Nis?" kata Igo berbasa-basi.

"Gak Go makasih, lagian sudah malam kan?" Denis melihat jam tangan yang sedikit tertutup oleh lengan bajunya.

"Selamat ya Nis" Igo mengulurkan tangan kanannya mengajak berjabat tangan. Denis yang tampak kebingungan mengeryikkan dahinya melihat telapak tangan Igo lalu pandanganya menatap wajah Igo dengan tatapan bingung.

"Selamat buat apa Go?" tanya Denis yang masih tak mengerti.

"Buat hubungan kamu dan Ardi. Aku tau semuanya kok Nis"

Denis tampak terlihat malu yang ia rasakan saat orang lain tau kalau ia berpacaran dengan seorang laki-laki, wajahnya tampak terlihat merah. Denis memetikan mesin motornya dan dengan ragu ia menyambut tangan Igo yang sudah mengacung sejak tadi.

"Makasih ya Go" ucapnya sambil sedikit menundukkan kepalanya karna menahan rasa malu.

"Dia sahabatku Nis, dan aku mohon sama kamu jangan pernah sakiti hatinya"

Denis tersenyum lalu melepaskan tangannya dengan Igo. "Gak usah kawatir Go, aku sayang sama Ardi, dan aku akan berusaha membuat dia bahagia"

"Thank's ya Nis?"

"Iya" ujar Denis di barengi anggukan kecil. "Aku pulang dulu ya Go?"

"Ya Nis"

Denis lalu berlalu meninggalkan Igo yang masih berdiri di depan pintu gerbang depan rumahnya.

Dengan sangat hati-hati Denis melangkahkan kakinya menaiki tangga yang akan menuju kamarnya. Ia berharap kepulanganya tak di ketahui oleh Rara.

"Eh Ade nya Kakak udah pulang ya?" kata Rara yang terdengar dari arah belakangnya. Denis yang beru saja melangkahkan kaki di anak tangga ke 4 itu memejamkan matanya kencang-kencang karna akhirnya kepulanganya di ketahui oleh Rara. Perlahan ia memutarkan tubuhnya dan nyengir didepan Rara.

"Hehe iya nih kak baru pulang" Denis menggaruk kepalanya.

"Ayo sini dulu Nis, ka Rara mau ngobrol sama kamu"

"Tapi kak Denis capek mau istira-"

Belum selesai Denis berkata Rara menarik tangan Denis menuju kersi ruang tengah yang tak jauh dari tangga itu. Lagi-lagi Denis hanya bis pasrah mengikuti langkah kaki Rara kanapun ia di bawanya. Rara sudah tak sabar mendengar cerita dari Denis tentang apa yang ia lakukan pada Denata saat mereka jalan bersama tadi. Rara menyuruh Denis duduk di kursi panjang dan Rara pun duduk di sebelahnya.

"Ayo cerita sama Kakak, ngapain saja tadi dengan Denata?" Rara menatap Denis sambil tersenyum dan rasa tak sabar mendengar cerita dari Denis.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar